Suara gemercik air yang diiringi tawa seorang gadis terdengar begitu riang. Mungkin orang akan berdecak sebal karena tingkah gadis dewasa itu yang malah bermain dengan selang air di tangannya. Sesekali omelan kecil pun terdengar untuk menyudahi aksinya yang bermain air hingga basah kuyup.
"Aluna! Udah, Nak. Jangan main air terus. Kamu kayak anak kecil aja," ujar Handoko, berdiri di teras sambil menggelengkan kepala meihat putri kecilnya yang sudah beranjak dewasa.
"Bilang aja Papi mau ikutan, kan? Tapi, Papi baru sembuh," sahut Aluna, lalu kembali menyalakan selang air di tangannya. Tangannya terangkat ke udara, lalu memutar tubuhnya dan membuat air itu turun seperti hujan.
Kehadiran seorang pria yang tidak disadarinya membuat Aluna sedikit terkejut, hingga tak sengaja membuat air tersebut menyiprat pakaian pria itu. "Ah, ma—maaf...," ucapnya, lalu langsung mematikan air tersebut dan menyembunyikan selang di belakang tubuhnya. Ia tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Assalamu'alaikum," ucap Abyan.
"Wa'alaikumussalam. Abyan, ayo, silakan masuk!" ucap Handoko yang masih berdiri di teras. Dahinya pun mengernyit saat menyadari pakaian pria muda itu yang terciptat air. Ia menatap putrinya yang meringis.
"Maaf, Pi. Gak sengaja," ucap Aluna.
"Maafin Aluna, ya, Nak Abyan. Dia memang seperti itu. Kalau udah ada air, pasti main basah-basahan. Dari kecil sampai sekarang udah dewasa gak berubah," jelas Handoko disertai tawa kecil.
"Ihh... Papi. Kok, ngomong gitu? Malu-maluin," dengus Aluna sebal, lalu melangkah ke teras dan meraih handuk bersih yang disodorkan sang ayah. "Terima kasih, Papiii..."
Abyan masih berdiri di tempat, sibuk memperhatikan kediaman tersebut dengan rasa kagum. Rumah bergaya Belanda yang khas dengan cat putih itu berdiri di tengah-tengah halaman luas berumput yang juga ditumbuhi berbagai jenis bunga serta dua pohon rindang di kedua sisi halaman. Siapa saja yang melihatnya pun pasti akan berdecak kagum, dan merasa ingin tinggal di rumah tersebut. Tempat tinggal yang cocok untuk seorang 'Aluna Bunga Mentari', gadis yang menyukai dan mencintai bunga.
"Abyan, ayo, masuk!" ajak Aluna sambil mengeratkan handuk yang menyelimuti tubuhnya.
"Oh, iya." Abyan mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam rumah tersebut. Bisa ia lihat isi dari rumah tersebut penuh dengan perabotan antik yang menambah kesan elegan.
"Silakan duduk, Nak Abyan," ucap Handoko, menjatuhkan bokongnya di atas sofa berwarna krem.
"Iya, Om," sahut Abyan, mengambil tempat duduk di seberang Handoko.
"Ya Allah, Non. Kan, tadi udah janji gak akan main basah-basahan. Tapi, liat! Non basah kuyup kayak gini," celoteh seorang wanita tua berusia lima puluhan keluar dari arah dapur.
"Aku... gak sengaja, Bi," ucap Aluna, sedikit membela diri, walaupun tetap pada akhirnya omelan kecil akan keluar dari bibir wanita yang sudah mengasuhnya sejak bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity (Hiatus!)
FanfictionTakdir mempertemukan Aluna dan Abyan di saat keduanya telah memilih orang yang ingin mereka cintai. Namun, takdir juga yang akan merubah segalanya, di mana mereka dipaksa untuk melepas harapan dari yang tercinta. *** Pernah dengar jika harta yang pa...