Aku kembali ke ruang depan dan duduk di sofa bersama Bayu yang sedang sibuk dengan ponselnya. Karena suasana di dalam sepi, jadi aku juga ikut membuka media sosial di ponsel. Aku men-scroll media sosialku dan melihat postingan-postingan terbaru. Lalu, aku menyunting beberapa foto yang kuambil sewaktu masih di Surabaya untuk kuunggah di media sosial.
Ketika sedang memilih foto-foto yang bagus, seketika aku tertegun melihat salah satu foto yang kuambil. Foto itu hanyalah foto sebuah lorong hotel tempat kami menginap yang agak gelap di bawah lampu yang agak remang, membuatku sangat terkesan saat memandanginya. Aura misterius dan kelam sangat mencolok dari foto tersebut. Namun, aku juga menangkap bayangan kepala seseorang yang tampak mengintip di ujung lorong tersebut, membuat sekujur tubuhku merinding.
"Bayu, coba lihat, deh!" kataku sambil menunjukkan foto itu kepadanya. Bayu menoleh dan memerhatikan fotonya.
"Foto lorong, terus kenapa?" jawabnya singkat.
"Eh, lihat dulu yang bener! Kamu lihat sesuatu, nggak?" ujarku menepuk pundaknya. Bayu merebut ponselku dan melototinya. Alisnya mengerut saat ia menatap layarnya cukup lama.
"Lihat ada yang aneh, nggak?"
"Hmm... nggak, tuh. Nggak ada yang aneh."
Ia bersikeras setelah beberapa saat kemudian. Aku mendesah. Kukira ia juga menemukan sesuatu yang janggal di foto itu. Atau mungkin, ia hanya berpura-pura tidak melihat ada yang aneh di dalam foto tersebut. Aku terus berusaha meyakinkannya bahwa benar-benar ada sesuatu yang ganjil di dalam foto itu.
"Coba kamu lihat baik-baik," kataku lagi. Foto itu kuperbesar dan kutunjukan kembali kepadanya pada bagian yang kuanggap sangat ganjil. Kutingkatkan kecerahan layarnya hingga maksimal supaya dapat terlihat dengan jelas. "Itu kayak ada bayangan orang, Yu." Bayu menatapku. Ia mengernyitkan dahinya tidak percaya. Lalu, ia kembali menatap foto itu lagi.
"Ah!" jawabnya. "Bukan bayangan, Kak. Mungkin kamera kakak saja yang kurang bersih. Mungkin juga bias cahaya yang masuk dari jendela diujung lorong yang lain," tambahnya menjelaskan.
"Tidak mungkin, Yu. Kakak 'kan memotretnya tidak lewat HP. Tapi pakai kamera DSLR," protesku. Aku juga menunjukkan bukti-bukti bahwa lensa kamera itu bersih dan tidak bernoda. Bahkan, tidak ada yang ganjil pada foto-foto yang lainnya.
"Kakak langsung transfer fotonya dari kamera itu." Bayu melihatnya sekali lagi, namun kali ini hanya sebentar saja.
"Sudahlah, Kak. Jangan digubris. Mungkin perasaan Kakak saja. Lagipula, ini rumah orang. Pamali bahas yang seperti itu," peringatnya, lalu kembali sibuk dengan ponselnya.
"Bayu! Panji! Ayo, makan, ikannya sudah matang!" teriak Mama dari luar beberapa saat kemudian. Aku dan Bayu merespon dan lantas beranjak keluar.
Melihat ikan Tongkol bakar dan lauk tambahan lainnya yang sudah dihidangkan dengan alas daun pisang cukup besar di atas tikar tempat kami akan menyantapnya. Hanya mencium aroma sedapnya membuat kami tidak tahan untuk menyantapnya. Aku pun langsung duduk bersila di atas tikar itu, mengambil piring dan menunggu giliranku menyendok nasi.
Beberapa sepupuku juga ikut duduk dan menunggu giliran menyantap lauk yang sudah jadi. Adi, Tio, Edo, dan Haru adalah anak-anak dari Tante Tia. Sedangkan, Maya dan Vina adalah anak dari Tante Mira dan Tante Diah. Aku sedikit terkejut melihat mereka datang dan sudah berkumpul tiba-tiba. Ternyata, selama ini mereka berada di kamar Om Wahyu melakukan aktivitas masing-masing.
"Eh, pada kumpul, nih?" sahutku. "Dari tadi kemana saja?"
"Di kamar Om Wahyu, Ko," jawab Maya.
"Ngapain di kamar Om Wahyu?"
"Aku sama Maya nonton film Korea. Mereka tuh yang main gim terus seharian," ketus Vina sambil menunjuk ke arah Tio dan Edo yang sedaritadi sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.
"Yah, sayang banget. Jauh-jauh ke Banyuwangi malah main gim terus. Di rumah saja kalau mau begitu," sindirku saat aku mendapat giliran menyendok nasi di bakul.
Waktu hampir pukul sembilan malam saat kami semua selesai menyantap makan malam. Setelah membawa piring ke tempat cuci, aku dan Bayu kembali duduk di sofa depan.
Lagi-lagi, kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Aku memang sudah lelah karena perjalanan ini dan ingin cepat-cepat beristirahat di hotel. Tetapi, aku harus menunggu orangtuaku. Mereka sedang membantu tante-tanteku yang lain mendekorasi gereja untuk acara pelantikan Om Wahyu yang dilaksanakan besok sore.
"Bayu, Mama dan Papa lama banget, sih?" tanyaku yang mulai jenuh duduk di sofa dan menatap layar ponselku cukup lama.
"Aku juga tidak tahu, Kak. Mungkin dekornya belum selesai," jawab Bayu santai. Ia pun pindah ke sofa yang cukup panjang dan merebahkan tubuhnya di sofa itu.
"Bocah-bocah pada kemana?" tanyaku lagi saat bertanya keberadaan sepupu-sepupuku yang lain.
"Oh, kalau mereka ada di halaman belakang."
"Ngapain?" Aku terduduk tegak penasaran.
"Kayaknya lagi buat tenda untuk kamping kecil-kecilan." Aku langsung berdiri dan meregangkan tubuhku yang kaku. "Lho, mau kemana, Kak?"
"Kehalaman belakang. Lihat mereka buat tenda. Siapa tahu Kakak juga bisa bantu.Daripada di sini berjam-jam main ponsel saja," jelasku. Bayu merespon singkat,tetapi memilih tetap di sofa. Aku pun beranjak ke teras depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Banyuwangi
HorrorJudul: Banyuwangi QRCBN: 62-782-3021-039 Sinopsis: Sosok itu terus muncul di hadapanku. Menerorku untuk meminta roh dan jiwaku. Buku ini termuat kisahku. Kisah pengalaman mencekam saat aku berkunjung ke Banyuwangi pertama kali bersama keluargaku unt...