Chapter 8 - My Past (2)

81 9 1
                                    

Entah sudah berapa lama waktu berlalu sejak kehilangan kesadaran.

Aku terbangun untuk mendapati diriku di tempat yang asing. Seseorang menanyakan keaadanku dan memeriksaku. Walau aku tidak tahu dia siapa, aku menuruti saja apa yang dia suruh. Minum air, beristirahat.

Yang kuingat, terakhir kali aku berpapasan....atau lebih tepatnya 'meminta tolong' atau memohon kepada sebuah pasangan konglomerat. Aku tidak kenal banyak orang, tapi terlihat dari tempat dan kasur yang kutempati sekarang, terlihat seperti hotel bintang lima. Suami istri yang kutemui itu pasti sangat kaya raya.

Semuanya membingungkan. Bagian dari diriku senang karena tidak harus pulang ke rumah dan bertemu orang tua ku, dan sebagian lagi resah karena berada di tempat yang baru.

Aku hendak memejamkan mataku untuk beristirahat, sampai ketukan terdengar di pintu.

Ketukan itu pelan, seolah sengaja untuk tidak menakutiku. Aku pun bangun dari tempat tidur dan segera membuka pintu.

"Selamat malam."

Mataku melebar, terkejut, tapi segera menyambut orang itu.

"Selamat malam, Tuan. Terima kasih sudah menolong saya."

Ya, pria yang kutemui tadi di pesta, sekarang ada di depan pintu kamarku. Mendengar kata-kataku, pria itu tersenyum lembut dan berkata,

"Oh, jadi kau sudah tahu. Kau anak yang pintar."

Senyumnya profesional, nadanya tulus dan tidak terlihat mempunyai skema tersembunyi. Aku lega setelah mengetahuinya, tapi dia masih asing bagiku, jadi tetap harus berhati-hati. Aku mengangguk pelan, mengembalikan senyum profesional itu.

"Boleh kita bicara sebentar?"
tanyanya.

Aku mengangguk dan mempersilahkannya masuk.

Pria itu masih berdiri. Menjaga jarak yang aman denganku. Aku sampai terkejut karena pria ini punya rispek terhadap orang lain. Sesuatu yang jarang kutemui.

"Jadi...bagaimana keadaanmu? Masih ada yang sakit? Apa kau lapar atau haus?"

"Berkat bantuan Anda, keadaan saya sudah jauh lebih baik." jawabku, dan menggeleng saat dia menanyakan soal lapar dan haus.

Pria itu mengangguk, mengerti.
"Namaku Akio Tenshouin. Presiden Tenshouin Zaibatsu."

(disclaimer : ini bukan nama asli bapaknya. karena nama bpk nya gk diketahui, ini ngarang ajalah ;-;")

"Namaku Sellia ███ ███."

Mungkin karena malu, tapi aku tidak menyebutkan keluargaku atau asalku.

"Baiklah, nak ...bisa kau ceritakan apa yang terjadi, dan kenapa kau meminta tolong?"

Dadaku sesak begitu mendengarnya. Tapi lebih sesak menahan perasaan untuk tidak menangis dan memberitahunya segalanya.

"Ya." Aku berusaha menguatkan suaraku, dan terlihat tegar walaupun aku tahu mataku sekarang pasti sudah berkaca-kaca.

Entah apa saja yang kukatakan padanya, jujur aku sudah tidak ingat. Semua kata-kata yang selalu ingin kukatakan tapi tidak bisa, semuanya keluar begitu saja begitu aku membuka mulutku. Kata-kata mengalir begitu saja, laksana air sungai yang mengalir ke laut.

Pandangan mataku mulai buram, pipiku terasa basah. Ah, sepertinya aku gagal menahannya. Pasti aku terlihat sangat menyedihkan menangis begini dihadapannya.

Setelah selesai bercerita, aku menunduk, menutup wajahku dengan kedua tanganku, berusaha meredam isakanku.

Mau sekuat apapun ditahan, di ruangan yang saat ini sunyi dan hening, sebenarnya tidak ada gunanya. Suara sekecil apapun, terdengar sejelas suara embun yang jatuh di pagi hari.

"Nak..." Dengan nada prihatin, ia memanggilku.

Ada jeda diantara kata-katanya, membuatku lebih gugup dari sebelumnya.

"Maukah kau ikut dengan kami?"

Kedua telapak tanganku jatuh, aku menatapnya lagi, dengan pandangan tidak percaya.

Tawarannya bagaikan sebuah anugerah, mungkin mukjizat yang diturunkan Yang Maha Kuasa dari atas sana. Doaku seolah telah didengar, dan Akio-san bagaikan malaikat penyelamat hidupku.

Aku tahu, kita selalu diajarkan untuk tidak mengikuti orang asing. Namun bagiku, itu satu-satunya kesempatan yang kupunya untuk dapat hidup dengan lebih baik.

Walau wajahku masih berantakan, dengan wajah yang basah dengan air mata, aku mengangguk sekuat tenaga. Mataku melihatnya dengan penuh harapan.

Pria itu tersenyum. "Kalau begitu...besok kita akan kembali ke Jepang. Kalau kau mau ikut kami, kau sudah pasti harus belajar bahasa Jepang.... Bukankah itu akan sulit bagimu? Belum lagi, orang-orang pasti merasa agak tidak nyaman dengan pendatang baru, terlebih anak kecil sepertimu..."

"Tidak masalah. Jika kau bersedia memberiku kesempatan....Aku tidak akan mengecewakanmu. Aku janji akan berguna bagimu."

Akio-san terlihat agak terkejut. Apa kata-kata seperti itu yang keluar dari anak usia 10 tahun aneh?
Saat itu aku tidak peduli. Yang penting bisa pergi dari sini, dari rumah terkutuk itu. Dari keluarga yang sama sekali tidak menghargaiku itu.

"Kau akan kesulitan beradaptasi. Tapi karena kau sangat menginginkannya...Ya sudah."

Aku langsung senang mendengar persetujuannya. Dengan penuh rasa terima kasih dan hormat, aku membungkuk sembilan puluh derajat di hadapannya sambil berterima kasih.

Pria itu agak terkejut dengan tingkahku, namun ia mengangguk pelan.

Ia menengok jam di dinding. "Sudah larut. Tidak baik bagi anak sekecil dirimu untuk tidur larut malam. Istirahatlah dan kita bicarakan besok."

Aku membalasnya dengan anggukan, dan Akio-san meninggalkan kamarku.

Aku langsung merebahkan badanku di kasur. Kasur hotel bintang lima yang empuk. Futonnya empuk, seprainya halus, rasanya seperti aku sedang berbaring di hamparan bulu angsa. Sangat bersih, putih berkilau, sampai-sampai aku takut aku bisa tidak sengaja mengotorinya. (literally gweh kalo ke hotel)

Mungkin karena lelah, walau ada banyak hal yang ada dalam pikiranku, atau karena kualitas kasurnya yang sangat bagus dan nyaman, tidak butuh waktu lama bagiku untuk tidur.

Sembari langit malam membungkus hari itu, kehidupanku telah berubah drastis hanya dalam waktu hitungan jam. Tapi itu merupakan hal yang sangat kusyukuri, sampai hari ini, karena aku dapat mengubah hidupku menjadi lebih baik.

Mataku terpejam, tidur dengan pulas. Walau tidak tahu menahu soal apa yang terjadi, diriku yang saat itu yakin bahwa aku bisa menghadapinya.

━━━━━━━
chuakzzz sy kembali setelah berbulan" hilang (•‿•) ada yg kangen? wkwkkw. jujur selain buntu ide kadang susah dapet motivasi, keknya udh lupa cara nulis dengan baik dan benar juga wkwkkw. tapi berhubung ini fanfic pertama ku, pengen ku selesain ampe tuntas :v se krinj krinj nya cerita ini tetep jadi fanfic pertama di hati aowkwkwk

don't forget to vote and laik 👍

𝐒𝐮𝐫𝐞𝐥𝐥𝐚 𝐌𝐢𝐧𝐨𝐫𝐞 [ 𝘢𝘯 𝘌𝘯𝘴𝘦𝘮𝘣𝘭𝘦 𝘚𝘵𝘢𝘳𝘴 𝘧𝘢𝘯𝘧𝘪𝘤 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang