Prologue (3) - Please Calm Down!

214 32 3
                                        

"HAHHH??!!!"
Kembali lagi dimana Kaoru dan Shinobu terkaget-kaget setengah mati, setelah mengetahui bahwa gadis ini adalah anak keluarga Tenshouin. Shinobu yang agak cengo pun baru menyadarinya setelah Kaoru menyebutkan Ketua OSIS. Nama belakangnya terdengar familiar, namun Shinobu lupa dimana ia pernah mendengarnya...Tapi agak keterlaluan tidak sih, kalau sampai nama belakang Ketua OSIS yang sudah dikenal satu akademi itu dia lupakan?

Saat ini, eskpresi kaget masih tertampang dengan jelas di wajah mereka berdua, terutama Kaoru. Pasti kaget karena perempuan yang berusaha dia gombal ternyata putri dari keluarga ternama~

Mereka sepertinya kehilangan kata-kata, reaksi yang wajar dari keterkagetan yang intens, tapi Akari tidak punya waktu sebanyak itu di tangannya untuk menunggu mereka berfungsi kembali.

"...Akan kujelaskan nanti. Untuk sekarang, bisa tolong antarkan aku ke ruang OSIS dulu?" Akari pun tersenyum sambil meminta dengan sopan. Kedua lelaki tersebut bangun dari lamunannya dan segera menjawab,
"B-baiklah! Ruang OSIS sudah dekat, lewat sini.."
"Erm...biar aku ikut mengantarmu sampai ruangan OSIS, nona."

Agak lucu ya, melihat mereka seperti ini. Mereka menjadi kaku, karena sangat tidak menyangka hal ini. Memang sih, hal yang bagus untuk menunjukkan siapa kau sebenarnya dan menegaskan posisimu di kelompok sosial ini. Namun Akari kurang terbiasa dengan kehormatan yang berlebihan, apalagi kalau itu sampai membuatnya tidak bisa berteman.

"Tidak usah dipikirkan."
Seolah bisa membaca pikiran mereka berdua, ucapan Akari membuat Kaoru dan Shinobu langsung menengok ke arahnya. Karena tatapan mereka yang terlihat seperti meminta penjelasan, ia pun menjelaskan,
"Walaupun aku putri keluarga Tenshouin, dan juga saudari ketua OSIS, kalian tidak perlu seperti itu. Aku harap kita bisa menjadi seperti senpai dan kouhai pada umumnya. Jadi tidak perlu terlalu mempermasalahkan nama belakangku, dan anggap aku sebagai teman kalian, ok?"
("Lagipula....orang sepertiku tidak pantas menyandang nama keluarga Tenshouin..") batinnya.

Mereka pun tersenyum lega sambil tertawa.
"Yokatta~ Kukira kau akan seperti Ketua OSIS. Kejam dan tanpa ampun~ Aku yang salah menilaimu, maaf ya, nona cantik~"
"Uwahh~ kau tidak terlihat menakutkan sih....malah tadi sangat peduli padaku! Kau benar-benar sangat baik~"

Akari hanya tersenyum mendengarnya. "Omong-omong, Hakaze...senpai? Karena sekarang kau kakak kelas ku di sekolah...Ketua OSIS tidak kejam dan tanpa ampun seperti yang kau pikirkan, kok."
Tentu saja, Akari membela orang yang satu keluarga dengannya itu.

"Namun bukan berarti aku akan membenarkan perbuatan salahnya." Akari dengan cepat melanjutkan ucapannya. Ia menyayanginya, tetapi tidak berarti ia akan dengan buta membenarkan semua perbuatannya. Lagipula, tidak mungkin orang itu tidak pernah berbuat salah.

"Oh..begitu.." Kaoru menggaruk surai pirangnya. "Maaf, deh~ Aku tidak akan bicara hal buruk soal Ketua OSIS lagi...Ah, kita sudah sampai."

Langkah mereka bertiga terhenti di depan sebuah pintu berwarna cokelat tua. Sepertinya, inilah ruangan OSIS yang dimaksud itu.

"Terima kasih sudah mengantarku sampai sini, Hakaze-senpai, Sengoku...."

"Sama-sama! Kalau perlu sesuatu, lain kali kau bisa tanya padaku lagi!" ujar Shinobu dengan senyum cerianya.
"Kapanpun kau mengalami kesulitan, aku selalu bersedia untuk membantumu, nona cantik~" dan dengan ciri khas playboy Kaoru, mengucapkan salam perpisahannya.

"Kalau begitu, sampai ketemu nanti." Gadis itu menundukkan kepalanya sedikit, kemudian berbalik. Dengan jari jemari kurusnya, ia mengetuk pintu ruangan OSIS sebelum memasukinya. Tentu saja kita harus mengetuk pintu sebelum memasuki ruangan sebagai bentuk sopan santun, hal yang sewajarnya dilakukan oleh gadis yang sangat sopan dan santun ini.
Mendengar suara ketukan di pintu, orang yang didalamnya pun menjawab, "Masuklah."

Ia menghela nafas, lantas menghembuskan. Dengan izin dari orang yang ada didalamnya, ia pun membuka pintu ruangan OSIS, memasuki ruangan yang dia cari itu.

Begitu ia sampai didalam ruangan OSIS, mata mungilnya memindai ruangan tersebut. Di sebelah kiri, ada banyak buku beragam warna tertata rapi di dua rak buku kayu. Ada sebuah meja dengan dua buah kursi. Di salah satu kursi, ada seorang laki-laki kecil, pendek, sekilas terlihat seperti bocil, berambut merah muda cerah. Anak itu sedang memakan cookies, caranya makan sangat menggemaskan.

Dan disebelahnya, ada seorang laki-laki berambut ungu, dengan elegan memegang senampan cookies sambil menyajikan secangkir teh. Gayanya sangat elegan, layaknya seorang butler. Terlihat ia dengan sabar melayani laki-laki pendek disebelahnya, dengan setia memenuhi segala keinginannya.

Mereka berdua terlihat sangat dekat, dan Akari meyakini mereka adalah Tori Himemiya dan Yuzuru Fushimi, anggota dari fine, unit idol terkuat di akademi ini yang diketuai oleh Ketua OSIS.

Di sebelah kanan, juga ada meja dan dua buah kursi, ada lemari berwarna cokelat dan papan tulis berwarna hijau. Orang yang duduk di salah satu kursi, seorang laki-laki berambut hijau tua, berkacamata, ekspresi yang berkonsentrasi dan serius terlihat di wajahnya. Setidaknya, baginya itu adalah wajah yang tidak asing, karena dia adalah teman masa kecil Ketua OSIS, Keito Hasumi. Mereka cukup dekat, dan setahunya Keito menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS di akademi. Akari kadang bertemu dengannya saat ia mengunjungi rumah sakit. Selama ia mengenalnya, ia melihat Keito sebagai orang yang bertanggung jawab, tegas, selalu serius dalam pekerjaannya, dan dapat diandalkan. Dengan kualitas dirinya yang seperti itu, tidak heran bila ia mendapatkan posisi yang kuat dan stabil di akademi dengan persaingan yang ketat ini. Ia juga mengetahui tentang unit idol milik Keito, yaitu AKATSUKI. AKATSUKI juga merupakan unit yang kuat seperti fine karena diketuai oleh Wakil Ketua OSIS.

Yah- sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal lain. Sebelum bernostalgia, ada yang harus ia lakukan. Atau lebih tepatnya- seseorang yang harus dia temui.

Ia pun mengalihkan pandangannya ke depan, kedua mata mungilnya tertuju pada seorang lelaki yang duduk di sebuah kursi yang besar dan tinggi layaknya singgasana seorang raja, dengan meja lebar yang membentang di hadapannya, terdapat berbagai peralatan tulis dan setumpuk dokumen diatasnya. Lelaki itu tampan, dengan rambut pirang pucatnya, yang hampir terlihat seperti putih itu dengan anggun jatuh diantara kedua bola matanya biru lautnya yang cemerlang. Ia dengan lembut menatap ke arah gadis yang baru saja masuk itu, dan menyapanya dengan ramah.
"Akhirnya kau datang. Aku sudah menunggumu."

____
maap kalo ceritanya gaje sy sudah berusaha

𝐒𝐮𝐫𝐞𝐥𝐥𝐚 𝐌𝐢𝐧𝐨𝐫𝐞 [ 𝘢𝘯 𝘌𝘯𝘴𝘦𝘮𝘣𝘭𝘦 𝘚𝘵𝘢𝘳𝘴 𝘧𝘢𝘯𝘧𝘪𝘤 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang