Chapter 9 - Our Past (3)

122 12 0
                                    

Keesokan paginya, mereka memberiku pakaian baru, dan tanpa basa-basi mereka langsung membawaku ke Jepang. Pagi-pagi buta, mataku sudah dipaksa untuk bangun, meninggalkan negara asal ku sendiri. 

Dengan mata setengah tertutup, aku masih sempat mengintip pemandangan lewat jendela pesawat. Mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya aku melihatnya. Tempat asal ku yang kutinggali selama sepuluh tahun lamanya, dari atas langit yang luas. Walau tertutup hamparan awan putih, gedung-gedung dan apartemen tinggi masih dapat terlihat dengan jelas.

Dan selama entah berapa jam pesawat itu mengudara di angkasa, aku pun tertidur di kursi pesawat.

***

Kira-kira pukul sepuluh malam kami turun dari pesawat. Langsung naik mobil, kira-kira satu setengah jam. Hingga akhirnya sampai di rumah keluarga Tenshouin yang besar.

Walau pusing dan agak mual setelah perjalanan jauh, begitu menatap rumah keluarga kaya yang megah dan berkilau, rasanya mual dan pusing itu sudah tidak ada lagi. 

Diikuti Akio-san dan istrinya, kami masuk ke dalam rumah.
Rumah mereka sangat indah, terlihat lebih megah saat sudah masuk kedalam. Sepanjang mata melihat, terdapat banyak perabotan mahal dan beberapa terbuat dari emas. Lantainya dibuat dari batu marmer berharga yang mahal, terlihat seperti kaca, licin tapi berkilau.

Lampu chandelier di ruangan dengan atap luas juga tidak kalah indah. Puluhan lilin berjejer rapi di antara lengkungan emas yang memantulkan cahaya yang berkilau.

Rumah orang (super) kaya, emang beda banget deh.

Seorang pelayan datang dan membungkuk sopan kepada dua orang super kaya ini. Aku tidak tahu mereka bicara apa, karena aku tidak mengerti bahasa Jepang, tapi feeling ku mengatakan bahwa pelayan itu bilang 'selamat datang'.

Namun aku kurang bisa menebak apa yang Nyonya katakan. Dia sepertinya menyebutkan sebuah nama, dengan nada bertanya, tapi aku tidak tahu dia siapa.

Mendadak, rasanya gugup, bercampur sedikit takut karena perasaan berada di tempat asing yang bahasanya hampir tidak kumengerti.

Aku hanya berjalan mengikuti mereka dalam diam, sesekali mengamati interior dan dekorasi rumah yang luar biasa mewah dengan kagum.

***

Aku disuruh duduk di sebuah sofa single di sebuah ruangan. Seperti ruang tamu, tapi bukan ruang tamu. Tempat ini lebih tertutup, mungkin tempat istirahat keluarga? Entahlah, aku tidak begitu mengerti tradisi orang Jepang.

Sofa yang kududuki seperti awan, sangat empuk dan lembut. Setiap bagian tubuhku yang bersentuhan dengan sofa itu terasa sedikit geli, saking lembutnya.

Tentu saja, rumah orang kaya dipenuhi barang-barang mewah berkualitas tinggi.

Aku melirik ke arah Akio-san dan istrinya. Mereka sepertinya sedang menunggu sesuatu, atau mungkin, seseorang? Entahlah. Aku juga tidak tahu.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Akio-san mengizinkannya masuk, dan begitu pintu terbuka, itulah pertama kalinya aku melihatnya.

Seorang laki-laki berambut pirang pucat, mata biru yang lembut seperti hamparan laut biru. Umurnya sepertinya tidak jauh berbeda dariku, tapi keeleganan yang berkarisma tampak darinya. Aura yang kurasakan darinya seolah aku bertemu dengan seorang malaikat.

Cantik. Itulah yang kupikirkan.

Laki-laki itu terlihat terkejut melihatku, kemudian melihat ke arah Tuan dan Nyonya.
Menilai dari kemiripan fisik mereka, anak ini pasti putra mereka.

𝐒𝐮𝐫𝐞𝐥𝐥𝐚 𝐌𝐢𝐧𝐨𝐫𝐞 [ 𝘢𝘯 𝘌𝘯𝘴𝘦𝘮𝘣𝘭𝘦 𝘚𝘵𝘢𝘳𝘴 𝘧𝘢𝘯𝘧𝘪𝘤 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang