Basma melihatnya. Setelah sekian percakapan di dunia maya itu, Basma benar benar melihatnya sekarang. Dia berada di antara kerumunan orang. Mengambil sekotak makan siang yang disediakan oleh panitia untuk seluruh peserta. Kerudungnya dikecup oleh angin yang berhembus melalui jendela. Melambai indah. Langkahnya anggun sekali.
Basma benar-benar melihatnya. Dia tengah duduk bersama teman-temannya. Tersenyum melempar canda dan bahan obrolan ringan sambil menikmati hidangan. Aroma makanan tercium pekat di ruangan. Suara garpu sendok beriringan. Tapi ah, namanya juga perasaan, maka boleh jadi suara yang paling nyaring adalah detak jantung Basma yang dirasuki jutaan bahagia.
Jauh sebelum itu, mari kita ceritakan bagaimana pertemuan awal mereka.
***
"AKU LOLOS!" Basma berteriak. Membuat pekak telinga teman-teman sekelasnya.
"Hei, hei, kita lagi ada kelas Basma," Randy menyikut lengan Basma. Menyuruhnya diam. "Kita bisa kena hukuman—"
"Basma, maju ke depan," Bu guru menunjuk Basma. Matanya memicing. Auranya kejam.
Basma sedikit kikuk. Menggaruk kepala yang tidak gatal. Wah salah lagi nih.
"Berdiri dengan satu kaki terangkat, lakukan!" Bu guru membentak. Basma mengikuti arahan.
"Lalu jewer telingamu. Hei, kenapa diam saja. Ayo dilaksanakan."
Basma mengangguk. Melakukan apa yang diperintah.
Maka pelajaran fisika hari itu, selain pemandangan menyesakkan yang terlihat dari raut wajah para murid, mereka juga mendapatkan pemandangan menyenangkan di depan kelas. Rasa-rasanya fisika akan terlihat lebih menggemaskan.
Waktu bergulir cepat. Sepulang sekolah.
"Aku lolos pelatihan nasional itu!" Basma menyodorkan hpnya ke Randy. Menunjukkan informasi kelolosan. Basma akan berangkat dalam beberapa minggu lagi. Mengejar impiannya.
Randy memicingkan mata. Membetulkan kacamatanya. Menganalisa dan mencari nama Basma. Siapa tau dia bercanda bukan? Tapi memang benar, Basma lolos. Dari sekian kompetitornya, Basma terpilih.
"Aku akan mengikuti kegiatan ini. Pelatihan nasional yang dibiayai penuh oleh yayasan terkenal itu. Benar-benar tidak dapat dipercaya, bukan? Tapi ini kenyatannya. Aku lolos!" Basma menekankan kalimat terakhir ke Randy.
"Ya, ya. Baiklah. Selamat! Semoga sukses." Randy melangkah lebih dulu. Melambaikan tangan pada Basma yang tertinggal di gerbang sekolah.
Apa-apaan respon seperti ini? Basma bergumam kesal.
Malamnya, mereka bertemu. Basma dan seseorang itu. Melalui dunia maya.
Notif masuk. Hp Basma berbunyi.
"Halo, salam kenal! aku Kamala. Asalku dari Sulawesi."
Basma mengernyit dahi. Sepertinya dia salah satu peserta yang lolos juga.
Foto profilnya menampilkan seorang gadis yang tersenyum manis. Mengenakan gamis warna bumi dengan kerudung senada. Latar belakang taman yang hijau dengan sebuah air mancur yang indah. Langit biru menawan dan satu dua burung beterbangan. Sederhana namun indah sekali.
"Halo, aku Basma. Aku dari Jawa. Salam kenal juga yaa!"
Maka wahai pembaca yang budiman, menit merangkai jam. Jam menjelma hari. Dan hari merajut minggu. Percakapan mereka intens sekali. Apalagi ketika mengetahui bahwa satu sama lain mengikuti sebuah organisasi dengan visi yang sama. Maka habislah beragam topik itu. Mulai dari mengenal satu sama lain, ketertarikan dalam dunia organisasi dan pengabdian masyarakat, sampai beragam humor yang mengikat hubungan ini.
Tak perlu waktu lama, Basma terlihat tertarik pada gadis ini. Pandangannya tentang hidup, opininya tentang kesederhanaan, juga ragam warna kisah masa lalu mereka yang membentuk mereka sekarang cukup untuk memasung hati Basma. Tinggal menghitung hari mereka akan berjumpa.
"Tinggal dua hari lagi ya? Aduh, aku ga sabar banget," ujar Kamala dalam pesannya. Ia tengah menyiapkan berbagai keperluan dan pakaian yang akan ia bawa. Menatanya dalam tas.
"Iya nih, gasabar ketemu sama temen-temen lainnya." Basma tersenyum. Yang dimaksud tentu bertemu dengan Kamala. Basma juga tengah menata berbagai keperluannya. Mencoret satu dua hal di catatan.
"Kamu nanti bawa makanan daerah? sepertinya menarik jika aku mencobanya. Aku belum pernah makan makanan selain daerahku sendiri," Kamala membayangkannya. Bertukar cerita dengan menikmati kudapan khas daerah akan lebih menarik.
"Tentu saja, Kamala. Bahkan mungkin satu gerobaknya aku bawa. Yah sayang sekali pesawat membatasi kabinnya."
Kamala tertawa ringan, "Kalau begitu aku bawakan penjualnya juga ya."
Basma tersenyum, "Yang terpenting, jangan lupakan materinya. Nanti terlalu larut memikirkan makanan eh lupa tujuannya."
"Siap, Basma. Selalu ingat!"
Malam itu, dua manusia yang terpisah daratan jauh telah berikrar untuk bertemu. Melanjutkan cerita yang sering mereka bagikan di penghujung malam. Tentang humor ringan dan kalimat bermakna yang selalu mereka tebar di ruang pembicaraan. Tentang segalanya, semuanya, yang menjadi sebab senyuman terindah mereka.
Basma mengambil pena dan buku puisinya. Membuka lembaran-lembaran yang penuh dengan tulisannya selama ini. Puisi-puisi yang banyak temannya bilang menggugah hati. Hingga sampai di lembar kosong. Basma hendak menuliskan satu hal. Ia tersenyum atas ide menariknya ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/353076167-288-k789804.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Senyuman
RomanceBasma mengeluarkan sepucuk surat. Ada tulisan "Untuk Kamala" di bagian depannya. "Surat? Untukku? Apa isinya?" Kamala mengecek surat itu. Memeriksa setiap sisinya. "Aku punya permainan menarik. Selama kita berada di tempat ini. Selama kita mengikut...