Permainan Dimulai

43 1 0
                                    

Kota Provinsi. Siang hari.

Basma sampai di kota ini. Menginjakkan kaki di tempat dimana Basma kecil memimpikannya. Dan sekarang, ia telah sampai. Benar-benar hadir jiwa dan raganya di kota ini.

Panitia menelepon. Bilang bahwa Basma dan beberapa teman yang datang di bandara pada jadwal itu akan dijemput. Beberapa menit kemudian, mereka pun menaiki mobil panitia dan menuju ke lokasi acara.

Kalian tahu jatuh hati pada pandangan pertama? Mau berapa pun kalian jatuh cinta, selalu ada pandangan pertamanya bukan? Hanya saja dari sekian itu mana yang paling bermakna, mengikat, kuat, dan indah akan jadi singgahsana utamanya. Dunia maya bukanlah representasi pandangan pertama, tapi mata kita yang untuk pertama kali melihatnya secara nyata disebut pandangan pertama.

Ketika pada satu ketika untuk pertama kali Basma melihatnya, melihat dengan kedua matannya. Kamala benar benar di sana. Mengambil sekotak makan siang yang telah disediakan panitia. Mengenakan pakaian yang persis sama seperti yang ada di foto profil. Berjalan anggun.

Kamala tersenyum. Ia tengah berbincang dengan peserta yang lain.

Ya Tuhan, untuk pertama kalinya Basma melihat senyumannya. Secara nyata. Pandangan pertama untuk senyuman itu. Mereka sudah sedekat ini.

Basma menaruh barangnya di ruang penitipan. Merapikan bajunya dan sedikit mematut diri di kamera depan hpnya.

"Kak, makan siang sudah disiapkan. Segera dihabiskan dan kita akan mulai pembukaan 15 menit lagi." Tegur panitia.

Basma mengangguk. Dia sudah menyiapkan ini sejak lama. Secara langsung memberikannya hal itu.

Basma sampai di ruang makan setelah mengambil kotak makan siang. Banyak tempat duduk berjejer. Ramai sekali orang disini. Mata Basma mencarinya. Dari ujung ke ujung.

Ah, ketemu. Kamala berada di meja dekat pintu. Sepertinya makanannya sudah habis. Dia melepas canda dan tertawa ringan bersama peserta lainnya.

Dari kejauhan Basma hanya tersenyum. Setidaknya aku sudah melihatnya langsung hari ini.

"Baik, teman-teman. Semua meja dibersihkan. Jangan ada yang tertinggal. Kotak makanan bisa kalian kumpulkan di plastik sampah luar ruangan." Panitia mengingatkan.

"Yang di pojokan! Ayo jangan bercanda dan lekas bersiap." Panitia menunjuk sekelompok pemuda yang berceloteh dan tertawa cekikian. Tapi langsung terdiam.

Kamala pergi. Merapikan kotak makan dan membawa barang-barangnya. Kamala masih belum tahu bahwa Basma telah sampai—walau datangnya cukup telat. Gadis ini masih fokus dengan beberapa hal yang nantinya akan dipresentasikan bersama kelompoknya.

Acara dimulai. Pembawa acara membukanya dengan meriah. Di ruangan yang dipenuhi banyak pemuda pemudi itu, banyak wajah-wajah antusias yang terlihat sangat bersemangat. Guratan pena mulai terdengar ketika sesi materi dibawakan oleh narasumber. Dan pada beberapa jam lagi, kelompok yang sudah dibagikan melalui meeting online akan mepresentasikan hasil kerjanya.

Acara ini bisa dibilang baru. Berlangsung hanya 4 hari. Mengumpulkan ragam anak muda dari seluruh Indonesia untuk mengikuti pelatihan lingkungan khusus yang pada akhirnya mereka disebar untuk mensosialisasikan dan mengimplementasikan segala ilmunya. Basma dan Kamala yang dari dulu memiliki ketertarikan penuh mengambil kesempatan ini. Dan singkatnya, setelah melalui berbagai seleksi panjang. Mereka lolos.

Sesi materi telah selesai. Setiap kelompok diminta mempersiapkan presentasi dan bila perlu alat peraganya. Basma daritadi sudah menyiapkan segalanya bersama kelompoknya. Power point, satu dua alat peraga yang menciptakan kesan menarik, dan satu hal yang sejak tadi ingin ia berikan pada Kamala.

Kelompok Kamala maju pertama. Mereka menawarkan konsep Green Masjid. Mereka menjelaskan bahwa Indonesia sebagai penduduk mayoritas muslim memiliki tempat ibadah yang tersebar dan cukup membuang banyak air. Maka konsep yang mereka tawarkan adalah untuk mendaur ulang air tersebut menuju beberapa sektor seperti penyiraman taman dan manfaat lainnya.

Basma menyimak dengan baik. Ia tentu bersemangat karena bisa melihat Kamala lebih dekat saat presentasi ini. Tapi di luar itu, Basma tertarik dengan konsep Green Masjid mereka.

"Maka usaha ini diperlukan mediasi dengan para pemuka agama dan masyarakat. Akan lebih baik jika kita mencoba beberapa masjid sebagai pilot project. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih," Kamala menutup presentasi. Dibalas dengan tepukan riuh satu ruangan.

Kini giliran kelompok Basma. Mereka maju dengan penuh percaya diri.

Maka detik itu, sejenak setelah Kamala baru duduk di kursinya. Sesaat setelah ia merapikan kertas presentasinya. Kamala melihatnya. Melihat Basma. Pemuda yang di waktu lalu menceritakan banyak kisah indah yang membuat Kamala tersenyum setiap waktu.

Kamala tersenyum. Senyuman pertama yang ia alamatkan pada Basma. Secara nyata.

Basma menangkap senyuman itu. Mereka bersitatap sepersekian detik. Untuk setelah itu sama-sama membalas senyuman. Saling berpandang secara langsung. Tidak lagi dengan jarak ribuan kilometer seperti dahulu. Tapi di sini, mereka benar-benar bertemu.

Sepuluh menit kemudian, kelompok Basma selesai presentasi. Suara tepuk tangan menghiasi ruangan. Basma sangat yakin konsepnya akan diterima oleh panitia dan yayasan.

Saat senja menyelimuti bumi. Mereka bertemu. Basma dan Kamala sedari awal kedatangan tidak menghubungi satu sama lain melalui hp. Dan ini kali pertama mereka benar-benar 'bertemu', tanpa perlu memberi tahu lebih dulu. Sepertinya memang sebuah ketidaksengajaan.

Di taman dengan pohon rindang dan sebuah air mancur indah di tengahnya. Kawanan burung beterbangan pulang ke rumahnya. Angin yang berhembus. Tempat terindah.

Basma tersenyum canggung. Bingung harus bilang apa. Jantungnya berdetak hebat. Mereka sudah sedekat ini.

"Halo, namaku Kamala. Asalku dari Sulawesi. Salam kenal," Kamala tersenyum. Berinisiatif lebih dulu memulai pembicaraan. Walau harus mengumpulkan banyak keberanian dan menahan detak jantungnya, ia memulainya.

Basma membalas senyum itu. "Halo, aku Basma. Aku dari Jawa. Salam kenal juga yaa!"

Mereka persis mengulangi bagaimana kali pertama mereka bertemu. Rasanya berbeda sekali ketika mengucapkan satu kalimat perkenalan sederhana tapi secara nyata.

Mereka duduk di taman itu. Bercerita banyak hal. Basma banyak bercerita tentang kisah dan dongeng kampungnya. Kamala banyak tertawa ringan mendengar semua kisah itu. Ah, jangan lupakan makanan daerah yang dijanjikan, Basma dan Kamala sama-sama mengeluarkan makanan dari totebag yang mereka bawa. Bercerita filosofi makanan daerah mereka. Menikmati senja yang tinggal seujung jari.

"Aku mau memberikanmu sesuatu," Basma merogoh sesuatu dari tasnya.

"Apa itu? Makanan lagi kah?" Kamala tertawa ringan.

"Bukan. Aduh, kamu itu selalu makanan mulu," Basma tertawa.

Basma mengeluarkan sepucuk surat. Ada tulisan "Untuk Kamala" di bagian depannya.

"Surat? Untukku? Apa isinya?" Kamala mengecek surat itu. Memeriksa setiap sisinya.

"Aku punya permainan menarik. Selama kita berada di tempat ini. Selama kita mengikuti acara ini. Kita dilarang komunikasi satu sama lain melalui hp. Dengan alasan apapun itu. Lalu gantinya menggunakan surat ini. Aku menulis surat untukmu, begitupun sebaliknya jika ada yang hendak kamu sampaikan. Bagaimana?" Basma menciptakan permainan menarik. Hal ini sudah dia pikirkan sejak jauh hari. Dia berpikir surat lebih mewakilkan perasaan penulisnya.

Senyum Kamala mengembang, ini menarik sekali!

Maka tidak perlu berpikir lama, Kamala menerima permainan ini. Mengangguk kencang.

Permainan ini dimulai. Permainan yang pada akhirnya Basma sesali. 

Surat SenyumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang