Perpisahan

20 1 0
                                    

Pagi hari. Taman Air Mancur. Satu hari sebelum mereka berpisah.

Saat ini, Kamala yang menunggu Basma. Gadis itu duduk di kursi taman sambil mematut-matut dirinya di layar hp. Memperbaiki kerudungnya. Menyiapkan surat yang sejak tadi dipegangnya erat.

Basma dari kejauhan muncul. Melambaikan tangan.

Kamala tersenyum, balas melambai.

"Ini surat balasannya," Kamala menyodorkan surat.

"Ini surat balasannya," Basma menyodorkan surat.

Sesaat kemudian, Kamala mematung. Dahinya mengernyit. Surat balasan? Bukankah surat dariku baru akan kuberikan sekarang?

Seperti mengetahui tanda tanya Kamala, Basma hanya menyeringai.

"Kok cepet banget. Kan surat dariku baru mau kukasih." Kamala berseru kesal.

"Hahaha, ya gimana ya. Kalo tidak segera dituliskan, ribuan kata-kata di kepalaku ini akan meledak." Basma ikut duduk.

"Jadi bagaimana, mau menerima suratku?" Basma bertanya. Menyodorkan suratnya.

Sesaat kemudian, wajah kesal Kamala mencair. Berganti senyuman. Tentu dia tidak sabar membaca surat dari Basma. Bahkan setelah surat balasannya baru selesai ditulis, rasa-rasanya ingin cepat sekali membaca surat balasan Basma.

"Oke, jaga surat balasan ini baik-baik. Pepatah bilang, seorang lelaki biasa bisa mabuk cinta setelah membacanya, apalagi kalo lelaki kasmaran, bukan?" Kamala tertawa. Menggoda Basma.

Wajah Basma bersemu merah. Mengambil surat Kamala dengan cepat. Menaruhnya di kantong.

"Aduh, lucu sekali kalo lagi malu." Kamala menyikut lengan Basma. "Lalu mana surat untukku?"

Basma memberikan surat itu, "Dijaga dengan baik dan diresapi maknanya. Legenda bilang, seorang wanita biasa rela menunggu semalaman untuk membaca surat ini. Apalagi kalo wanita kasmaran bukan? Aduh, mungkin semenit saja dia tidak tahan ingin segera membaca surat yang baru lagi." Basma tertawa. Balas menggoda Kamala.

Giliran Kamala yang bersemu merah, mana benar lagi yang diomongin.

Suara pengumuman terdengar seantero komplek. Menginformasikan sesi materi akan dimulai. Para peserta diharap segera merapat dan menyiapkan segala kebutuhan yang telah diberitahukan sejak kemarin.

"Ayo, pergi. Kita luruskan kembali niat kita datang ke sini buat apa," Kamala berdiri. Memasukkan surat itu ke dalam saku.

"Baiklah, Sang Pemilik Senyuman Terindah. Mari kita taklukkan materi hari ini."

Mereka berjalan bersisian menuju aula.

Dan peristiwa ini terulang kembali, Basma membaca surat itu ketika sesi materi berlangsung. Dan Kamala juga ikut-ikutan membacanya di waktu yang hampir bersamaan.

Mereka membacanya ketika sesi tanya jawab dimulai.

Untuk Basma,

Sepucuk kasih yang kusematkan semoga sampai pada hatimu. Yang katamu, penuh dengan diriku ya, hihi.

Kata-katamu sangat menawan. Baik dari bagaimana kau berekspresi dan caramu menghidupkanku dalam tulisanmu. Aku sungguh terikat pada semua itu. Aku menyadarinya kini, menulis langsung apa yang menjadi kecamuk di hati dalam surat membuatku lega sekali. Aku bisa lebih puas menuliskan semuanya. Karena sungguh hal ini berbeda dengan ruang obrolan maya. Melalui surat, diriku dan dirimu bisa lebih hidup.

Basma, Merekahlah dengan indah. Seperti keindahan dan kesempurnaan bunga matahari. Karena dengan demikian aku semakin yakin bahwa kau akan terus bertumbuh dan hidup.

Surat SenyumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang