"Om ada dinas keluar kota besok, mungkin akan seminggu. Adis mau ikut?", Sandi bertanya sambil mengelus rambutku dengan lembut.
Aroma khas pria paruh baya ini sungguh sexy. Percampuran wangi pedas sichuan pepper dan lembutnya lavender, aku selalu nyaman setiap kali didekap begini olehnya.
Aku hanya menggeleng, walaupun sebenarnya sangat ingin juga mengikuti dinas luar Sandi. Berdiam diri di apartemen ini sungguh membuat bosan.
"Kenapa? Kami akan pergi ke Bali. Adis bisa ikut, om bisa berpisah dari rombongan jika Adis mau?", Sandi menatap wajahku sambil menangkupnya, berusaha membuatku fokus menatapnya karena sedari tadi aku sibuk memperhatikan televisi.
Aku menghela napas lalu beranjak melepaskan pelukan Sandi dan berdiri di depannya. Kedua jari telunjukku mengarah ke perut buncitku yang tidak tertutup apapun.
"Om gak lihat Adis kaya monster gini, Adis sekarang gampang capek, Adis juga jadi malas gerak akhir-akhir ini. Adis milih disini aja, Om.", ucapku lalu beranjak melangkah ke arah dapur.
Sandi mengikutiku dari belakang lalu berdiri disampingku yang kini sedang membuka lemari es dan mengecek keberadaan ice cream kesukaanku.
"Adis berani sendirian? Apa butuh om suruh seseorang menemani? Sekalian dia mengurus apartemen, memasakkanmu makanan juga.", pria ini berkata sambil merebut ice cream yang baru saja kupegang.
"Yaaaaaaa! Om kenapa?! Balikin!", seruku sambil berteriak tidak terima saat Sandi tertawa.
"Hahahaha, dasar. Kalau tidak ada aku siapa yang mengisi ulang lemari es ini dengan camilan? Tidak mau ikut saja?", dia menyodorkan ice cream padaku.
"No, Adis mager, sudah pernah ke Bali.", ucapku lalu berjalan kembali ke sofa tempat tadi aku menyaksikan tontonan televisi.
Sandi berbisik dari belakang dengan kedua tangannya berada di dadaku. Aku mengusap kepalanya.
"Oke, Adis baik-baik di sini. Jangan sange, soalnya susah cari partner. Besok Bibi Nur mulai datang ke sini. Dia kepercayaan, Om.", Sandi mulai mengecupi permukaan leherku setelah selesai membisikkan itu.
"Ssshh geli, Om. Tadi kan udah.. mmhhh.", aku mulai mendesah saat usapan lidahnya berubah menjadi isapan, sepertinya dia meninggalkan tanda di permukaan leherku.
"Om pengen dipuasin malam ini sebelum puasa seminggu di Bali."
"Mmmhhh shhh Om mana bisa puasa, paling di Bali juga.. aahhh."Aku meleguh panjang saat kedua tangan Sandi mulai meremas payudaraku dengan kasar. Kepalaku mendongak menatap langit-langit saat kecupan demi kecupan dari Sandi semakin brutal menandai kulitku.
Jujur badanku masih lelah sekali. Ice cream yang kupegang juga mulai meleleh menetes di permukaan perut buncitku. Sandi berhenti lalu beranjak tepat ke depan sofa tempatku duduk. Sandi dengan sengaja menumpahkan seluruh ice cream ke atas perut buncitku.
Hal itu membuatku merasakan sensani dingin hingga merinding. Sandi lalu menjilati cairan ice cream yang tumpah di atas perut buncitku. Aku menatapnya sambil menahan geli.
"Om ishhh, lengket semua.", protesku pada tindakan Sandi.
"Diam, Om tidak terima protes apapun malam ini.", nada bicara Sandi mulai tinggi lalu dengan cepat dia menggendongku dan membawaku ke arah kamar.
Ini akan jadi malam yang panjang dan melelahkan untukku sepertinya.
...
"Om pergi dulu ya. Lanjutkan saja tidurmu, sampai jumpa minggu depan. Jangan nakal.", suara Sandi terdengar lirih berbisik di telingaku. Aku terlalu malas untuk membuka mata.
Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu ditutup dan langkah kaki yang menjauh. Sandi sepertinya sudah pergi, tapi aku masih malas sekali untuk terjaga.
Aku melanjutkan tidur hingga sore hari. Saat membuka mata, kutemukan sosok wanita tua di dalam kamar. Sepertinya dia orang yang Sandi minta menemaniku.
"Maaf Nona, apakah saya membangunkan Anda?", wanita tadi membungkuk ke arahku yang masih berbaring di ranjang.
"Kaga, lanjutin aja, lo Bi Nur kan sshhh?", tanyaku sambil mulai beranjak duduk di atas ranjang dan merasakan pegal di seluruh badanku.
"Sandi sialan."
"Bagaimana Nona?"
"Bukan bukan, gue ga ngomong ama lo."
"Oh maaf, iya benar saya Nur, yang diminta ke sini sama Pak Dokter."
"Oke, oke lanjutin aja."
"Nona butuh sesuatu?"
"Ga, gue mau mandi dulu."...
Sudah 4 hari sejak Sandi pergi dinas luar kota dan aku hanya berdiam diri di apartemen untuk mengembalikan energi setelah dibuat tepar. Hari ini aku berencana menyusun rencana main setelah merasakan keadaan tubuhku yang mulai membaik.
Kalau belanja pasti tidak asik jika sendirian. Kalau menonton film lagi akan sangat membosankan. Bibi Nur juga tidak bisa kuajak melakukan hal mengasyikkan. Apa aku pergi saja ke club malam di sekitar tempat ini ya? Sudah lama juga aku tidak bersenang-senang di club. Lagipula Sandi juga tidak pernah melarangku menerima pelanggan lain. Apa ke club tempatku saja ya?
Akhirnya kuputuskan malam ini akan pergi ke club tempat biasa aku bekerja. Tapi kali ini sebagai tamu. Siapa tahu bertemu beberapa tamu lain yang bisa kuajak bermalam di apartemen ini.
"Bi Nur, kayaknya gue bakal balik pagi, gausah nungguin ya."
"Baik, Nona."Setelah berpamitan dengan Bi Nur dan mengabari Sandi lewat telepon, aku pergi ke club kami di daerah Paskal menggunakan mobil milik Sandi.
"Baru jam 11.", ucapku saat keluar dari mobil.
Aku mengenakan gaun hitam ketan yang membuat perut buncitku terlihat jelas. Gaun itu aku kombinasikan dengan sepatu kets biasa karena kakiku cukup bengkak. Tidak akan cocok jika mengenakan sepatu berhak tinggi. Aku juga membawa rokok di tas kecilku, rasanya penat sekali sudah lama tidak menghisap rokok. Kali ini aku benar-benar ingin melepas penat di sini.
"Adis?"
"Hai, Cha.."
"Atas nama Sandi kan? Gue kira Sandi yang datang, ternyata lo.."
"Mommy ada?"
"Mommy baru kesini jam 1 ntar katanya.."
"Ada event ya?"
"Iya ada DJ Brian ntar jam 12.."
"Oke thank you, Chaa.."Aku melangkah masuk ke dalam bar yang sudah mulai ramai. Beberapa mata memandangku, sepertinya memang bukan hal biasa menemukan wanita hamil datang ke bar seperti ini. Kuperhatikan ada dua pria mengikutiku menuju sofa yang kupesan atas nama Sandi.
Seorang pria berdiri bersandar di meja. Pria lain berdiri tepat di hadapanku. Dia hendak duduk tapi aku menahan tubuhnya.
"Ngapain lo? Gue ga ngijinin orang lain duduk di tempat gue."
"Ahahaha, sorry, ibu ibu. Gamau ditemenin?"
"Ga butuh, gue pengen sendiri."Aku mengangkat tangan meminta pelayan untuk mengusir mereka dengan sopan dari sekitarku. Tak lama setelahnya 2 botol wine diletakkan di atas mejaku. Seorang pelayan pria yang menyajikan kuminta untuk menuangkannya di gelasku.
"Mau kutemenin, Dis?"
"Boleh, gue ga suka sama bocah-bocah kaya tadi.."
"Lo kan juga bocah, Dis!"
"Gitu? Ga akan gue kasih tip lo!"
"Sensitif banget, gue becanda elahhh.."
"Silahkan Mbak Adis.."
"Jijik banget Leo, apaan Mbak Adis? Hahaha.."Aku membicarakan beberapa hal tentang club ini dengan Leo. Ternyata masih banyak juga drama yang terjadi di sini sejak aku pergi.
"Lo gapapa nih minum wine gini, udah habis 4 sloki?"
"Gapapa, gue jarang minum, masih aman.."
"Bentar lagi DJ Brian main, gue harus balik ke belakang nih, Dis. Ntar gue suruh Wili buat nemenin lo.."
"Thank you Leo, tip buat loo.."Aku menyisipkan beberapa lembar uang seratus ribuan di saku kemeja Leo. Baru beberapa saat Leo menjauh, lampu mulai dipadamkan sesaat. Sepertinya DJ Brian akan tampil sebentar lagi.
[Jangan lupa bintang dan komennya supaya aku semangat untuk lanjutin dengan cepat. Terima kasih.]

KAMU SEDANG MEMBACA
Sentuhan Pelacur
Teen FictionWARNING 🔞⚠️ Follow dan Vote sebelum membaca. Beberapa bab dengan rate dewasa akan diprivate setelah bab 10. Selamat membaca Sentuhan Pelacur. [DILARANG COPAS] [NO PLAGIARISM] Adis yang bergelimang harta memilih untuk menjadi pelacur VIP dan mel...