Kesalahan (21+)

72K 214 2
                                    

"Secara umum, penggunaan obat pada ibu hamil memerlukan pertimbangan lebih khusus, karena adanya resiko. Akibat tidak baik dalam penggunaannya tidak hanya terhadap ibu saja, tetapi juga gangguan pada janinnya. Obat apa yang hendak ibu gunakan?", jelas Sandi pada pasiennya.

"Anu dok, suami saya, bukan saya. Suami mau pakai obat kuat saat berhubungan. Apa boleh?", tanya seorang ibu hamil yang sedang berkonsultasi dengan Sandi.

"Suami? Apa ada keluhan? Kenapa mau pakai?", lanjut Sandi bertanya lebih dalam kepada pasiennya.

"Suami kurang tahan lama, dok. Aduh jadi mau mau cerita loh dokter.",pasien Sandi mengatakan dengan nada begitu pelan.

"Sejauh ini kondisi kehamilan ibu bagus dan sudah memasuki waktu mendekati persalinan. Ada baiknya berhubungan seksual seperti biasa saja. Tapi boleh jika suami mau coba pakai obat kuatnya.", Sandi tersenyum di akhir penjelasannya.

"Anu dok, satu lagi, kalau saya yang pakai?", ibu hamil ibu kembali bertanya dengan malu-malu.

"Tidak saya sarankan bu, pertimbangan antara manfaat penggunaan obat harus lebih besar daripada akibat buruk yang akan ditimbulkan. Saya tidak menyarankannya sama sekali. Ini saya resepkan vitamin. Viagra tidak akan menaikkan hasrat seksual pada wanita, akan lebih baik jika suami saja yang mengkonsumsinya. ", Sandi memberikan selembar kertas kepada pasiennya itu.

"Baik dokter, ini resepnya? Terima kasih banyak.", pasien itu beranjak dari duduk dan berjalan keluar ruangan Sandi.

"Ada-ada saja.", gumam Sandi sambil mengambil handphone di saku jas dokternya.

Sandi teringat dengan obat kuat yang dia tinggalkan di tempat Adis. Adis tipe yang sangat ingin tahu, bisa saja dia mencoba obat itu. Tapi tidak mungkin juga, dia saja sedang tepar begitu.

"Oksida nitrat pada viagra akan meningkatkan pasokan darah ke area vagina dan klitoris. Jangan coba-coba diminum, Dis. Tidak ada ada efek peningkatan hasrat seksual pada wanita."
Kirim 💬

...

Aku membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Sandi. Sialan. Apa dia mengetahui jika obatnya kucoba satu ya?

"Tapi dulu aku jadi sange, apa beda merk obat ya?", gumamku bingung dengan penjelasan Sandi.

"Lama benar si Bara, huh..", aku beranjak ke arah jendela dan membuka tirainya.

"Wahh..", ucapku takjub saat menatap pemandangan indah yang disuguhkan di balik jendela.

Tiba-tiba terbersit ide di kepalaku untuk mencampurkan obat kuat milik Sandi pada minuman Bara nanti. Pria muda itu sebenarnya sudah cukup tahan lama. Tapi aku penasaran bagaimana reaksinya jika meminum obat yang sama dengan yang diminum Sandi.

Tidak lama kemudian aku mendengar bel pintu berbunyi. Pasti Bara. Dengan langkah cepat aku berjalan menuju pintu. Kemeja kebesaran Sandi dan celana dalam. Hanya itu yang kukenakan. Tentu saja dengan bra, karena payudaraku terasa makin membesar sejak aku hamil.

Benar. Aku mendapati wajah tampan Bara saat membuka pintu. Kaos pendek berwarna hitam dan celana pendek, dengan tas ransel di punggungnya. Dia benar-benar berniat meeting disini sepertinya.

"Kak Adis?", wajah Bara sedikit kaget saat mendapatiku dengan perut yang sudah membuncit ini. Maklum saat terakhir bertemu perutku memang belum sebuncit ini, dia juga tidak kuberi tahu kondisi kehamilanku saat itu.

"Masuk sini..",kutarik tangannya masuk ke arah ruang tengah.

"Duduk dulu, biar dibikinin minum dulu. Kopi mau? Lagi ga ada alkohol disini.", ucapku berdiri di depan tubuh besar dan tinggi Bara.

Bara hanya mengangguk, sepertinya dia masih sedikit kaget juga saat melihatku. Aku beranjak ke dapur dan membuatkannya kopi. Tentu saja dengan melarutkan obat itu dengan kopi.

"Kok gamau larut ya?", gumamku saat melihat obat itu tidak kunjung melarut.

"Udah ah gini aja, ga keliatan juga. Semoga Bara ga sadar juga deh.", ucapku sambil berjalan kembali ke ruang tengah.

"Mau meeting disini?"
"Boleh kan?"
"Boleh, tapi--"

Tangan nakalku mulai mengusap selangkangan Bara, kini aku duduk di sampingnya yang sedang membuka laptop. Bara hanya tersenyum sambil terus melanjutkan kegiatannya.

"Bar, Kak Adis boleh gangguin kan?"
"Kalau Bara larang emang mempan"
"Ya engga sih"

Bara meneguk kopi yang kusuguhkan lalu kembali fokus pada layar laptopnya. Dia menggeser posisi laptopnya. Menyembunyikan wajahku agar tidak terlihat di kamera. Meetingnya akan segera dimulai.

"Micnya masih mati kan?", tanyaku sebelum akhirnya mulai mengelus-elus kejantanan Bara di balik celana pendeknya.

Bara tidak bergeming. Aku tidak menyerah. Aku berpindah dan jongkok tepat di depannya yang duduk di sofa. Bara mengangkat sedikit laptopnya, lagi-lagi memastikan wajahku tidak terlihat di kamera.

"Bagaimana laporan bulanan yang kemarin?", Bara mulai menyalakan micnya, karena kali ini dia harus berpendapat mengenai topik meetingnya.

"Padahal kan ada target yang harus---", ucapan Bara terjeda saat aku mulai mengulum batang kemaluannya dengan mulutku.

"Maaf--padahal target kita 20% penjualan kemarin kan?", Bara mematikan mic lalu melirik ke arahku yang sedang asik memanjakan kejantanannya.

"Bara masih meeting loh.."
"Lama, udah setengah jam ga kelar-kelar sih.."
"Banyak laporannya?"

Bara kembali fokus pada layar laptop saat seseorang memanggil namanya. Sementara batang kemaluannya belum juga tegang, pasti karena fokusnya terpecah. Menyebalkan.

"Kok lama sih?", ucapku lalu tangan kekar Bara membekap mulutku. Isyarat untuk tetap diam.

Satu jam berlalu, meeting selesai dan kopi di gelas Bara juga habis tak bersisa. Bara tidak menyadari apa yang kulakukan. Kejantanannya sudah tegang sempurna. Bara segera menutup laptop dan menarik tubuhku untuk duduk di atas pangkuannya.

"Kak, Bara jadi deg-degan jantungnya, kakak makin sexy saja, tapi buncit gini.."
"Jelek ya?", ucapku dengan kedua tangan yang terus memijat batang berurat itu.

"Jelek sedikit, kaya tante-tante, tapi makin montok.", Bara mengatakan itu sembari menampar bokongku.

"Aduhh, tampar-tampar sembarangan aja.."
"Udah tegang gini, ga kakak masukin sarangnya?", Bara tertawa lalu mengangkat tubuhku. Tanganku yang memegang kejantanannya langsung mengarahkan itu ke liang milikku yang masih kering.

"Kering tapi, belum dibasahin.."
"Ya kakak masukin sendiri pelan-pelan, aku ga gerak.."
"Sshhh-ahhh kanh perihhh.."

Rasa gesekannya sedikit kasar karena keadaan liangku yang kering. Bahkan saat kejantanan Bara masuk sepenuhnya terasa sangat perih.

"Kakak yang gerak..", titah Bara.

Akupun mengontrol permainan kami di atas sofa. Ternyata enak juga posisi ini, aku jadi lebih leluasa dengan perut buncitku. Desahan demi desahan terdengar begitu nyaring, syukur ruangan ini kedap suara, tapi aku yakin Sandi memasang kamera tersembunyi disini.

Setelah melalui satu ronde kami berpindah ke dalam kamar. Bara kembali menggenjot tubuhku di atas ranjang. Kali ini seperti biasa, Bara di atas. Dia bahkan bilang kalau sensasi berada di atas tubuh ibu hamil cukup menyenangkan.

"Hahhh hahhh, Bar udah 2 ronde lanjut nih?"
"Lanjut kak, bentar lagi nyampe ini...aahhhhh..",Bara menyemburkan spermanya kembali.

Kali ini tubuh Bara tepar di atas tubuhku, menghimpit perut buncitku dengan badan kekarnya. Menimbulkan gerakan dari dalam perutku yang cukup membuat ngilu. Apa Bara setepar itu? Kami baru menghabiskan 4 jam waktu.

"Bar pindah, berat nih. Aduhh..sakit perutku..Bar?"
"Bara?!",aku berteriak sambil mencoba mendorong tubuh kekar itu. Belum lagi kejantanannya masih bersarang di liangku.

"Bar, anjir jangan becanda. Masa ketiduran sih?", kutepuk-tepuk pipinya. Nihil, tidak ada respon.

"Ugghhh..", aku berhasil mendorong tubuh Bara dan bersandar ke punggung ranjang, tapi kejantanannya masih ereksi di dalam liangku.

Sentuhan PelacurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang