Ruangan Bar mulai ramai saat DJ Brian tampil. Lantai dansa juga semakin ramai. Sudah hampir 10 menit aku menunggu Wili tapi dia tidak juga terlihat. Malas sekali jika harus minum sendirian. Apa aku turun saja ke lantai dansa ya? Sebelum beranjak aku menghabiskan satu sloki terakhir wine yang dituang Leo tadi.
Aku mulai beranjak dari sofa sambil bergoyang ringan mengikuti irama musik yang dimainkan DJ Brian. Beberapa mata menatapku, satu menit menikmati musik tidak ada yang berani mendekatiku hingga tiba-tiba sesosok pria muda mendekat ke arahku. Dia mendekatkan kepalanya sambil terus mengikuti irama gerakanku, sepertinya hendak berbisik.
"Sendirian?"
"Iya.."
"Nama?"
"Adis.."
"Gue Hendrik.."Tanganku mulai merangkul leher pria ini. Musik yang dimainkan DJ Brian makin mengasyikkan, dari irama lembut kini berganti penuh hentakan.
Tangan Hendrik merangkul tubuhku, dia mulai mengontrol gerakan dansa kami. Wajahnya mulai mendekat dan mengecupi leherku. Aku bisa merasakan dia sedikit ragu untuk memelukku lebih erat, mungkin karena perut buncitku ini.
Tanganku justru menarik lehernya lebih mendekat. Walau harus sedikit berjinjit karena perbedaan tinggi badan kami, aku berhasil mengecup bibirnya. Sesaat kedua mata kami saling bertemu dan kini pria dengan bahu lebar itu mulai mengecup bibirku. Dia melumatnya dengan agak rakus. Aku merasakan gerakan bayiku saat tubuhnya sedikit menghimpit perut buncitku. Sepertinya dia mulai kehilangan kontrol, begitu pula denganku. Kepalaku mulai pusing, sepertinya aku minum terlalu banyak dengan Leo.
"Sorry.. sorry.. Diss..", ucapnya saat aku mendorong dadanya pelan, mengisyaratkan kalau aku sudah mulai sesak karena ciuman kami.
"Santai aja, gue gapapa, cuma engap..", aku berbalik membelakangi tubuhnya. Tanganku meraih tangannya dan membuatnya kini memelukku dari belakang.
"Suami lo ga marah?", Hendrik bertanya sambil berbisik.
"Pertanyaan basi..", aku tertawa dan mulai mendorong bokongku menekan ke area selangkangan pria ini.
"Hahaha, oke okee, ga bakal nanya lagi..", Hendrik mulai mengikuti irama gerakanku. Bokongku juga bergoyang sambil menekan ke arahnya. Sekilas bisa kurasakan gundukan besar di balik celana jeans yang dia kenakan.
Tangannya yang besar mulai mengusap perut buncitku. Entah mengapa setiap kali pria melakukan ini padaku, birahiku mulai meningkat, belum lagi aku sempat meminum wine beberapa sloki.
Sepertinya pria ini juga mulai tergoda. Tangannya berpindah mengusap area payudaraku, remasan yang cukup lembut tapi membuatku semakin terpancing.
"Aaahhh...", desahku lirik dan cukup tersamarkan oleh musik yang mengalun.
Aku mulai menggesekkan pantatku di area selangkangan pria muda ini untuk membalas tindakannya. Benar saja, dia memeluk tubuhku makin erat. Perlahan-lahan dia menuntunku mendekat ke arah sofa yang kupesan tanpa menghentikan gerakan tubuh kami sesuai irama musik DJ Brian.
"Mau lanjut di apartemen gue ga, Di?", ucap Hendrik di daun telingaku.
Hanya gelengan kepala yang kuberikan untuk merespon ajakannya. Aku tahu pria ini pasti akan meniduriku di apartemennya jika kami pergi dari sini sekarang. Belum lagi aku masih setengah mabuk dan tidak sepenuhnya sadar.
"Ayolah, gue tau lo juga udah sange..", tangan kekar Hendrik langsung meremas dengan kuat kedua payudaraku.
"Oucchh.. yaaa!!!! Sialan..", aku melepaskan pelukan darinya, membalikkan badan lalu menampar pipi Hendrik dengan keras.
Banyak orang memandang ke arah kami, terlebih setelah ditampar Hendrik justru bertindak kasar padaku. Dia menarik tanganku dan menggenggamnya dengan erat seolah akan menyeretku.
"Pelacur sialan, gausah jual mahal..", nada bicara Hendrik meninggi dan benar, dia menarik tanganku dan memaksaku untuk mengikutinya.
"Lepaskan, sialan, tolong gue woyy..", aku menoleh ke arah beberapa orang yang kulalui, tapi tidak satupun dari mereka mau ikut campur.
Setelah berjalan 5 langkah, tidak jauh dari tempat sofaku, tiba-tiba saja seseorang melepaskan dengan paksa tangan Hendrik dariku. Dia langsung berdiri di depanku, berhadapan dengan Hendrik dan tidak lama kemudian menerima bogeman mentah di pipinya.
Bug
Bug
BugTiga kali pukulan keras dari Hendrik pada Wili. Benar, sosok pria yang menyelamatkanku adalah Wili. Rekan kerjaku, anak kesayangan Mami di club ini dan juga pemegang rekor pelanggan terbanyak. Tentu saja, wajah seperti Wili adalah kesukaan tante-tante girang yang sering datang kemari untuk mencari hiburan.
"Gue ga akan balas dan sebaiknya lo keluar sebelum ditarik paksa ama pihak keamanan..", ucap Wili tegas.
Aku hanya memegang ujung kemeja belakang Wili. Pandangan mataku menangkap sosok Mami yang berjalan mendekat dengan beberapa petugas keamanan.
"Sebaiknya Anda keluar. Saya pemilik club malam disini. Jangan membuat kegaduhan..", Mami memberi isyarat pada petugas untuk menyeret Hendrik keluar lalu menoleh ke arah Wili.
"Bawa Adis ke dalam, biar aku yang urus masalah ini.", Mami mengikuti langkah kaki petugas yang membawa Hendrik keluar.
Tubuhku yang sempoyongan dipapah dan dituntun Wili ke ruangan VVIP milik tamu. Wili membantuku duduk di sofa dan kemudian memberiku botol air mineral.
"Maaf ya Dis, gue telat banget, tadi pas Leo nyamperin gue masih ada tamu, lo gapapa kan?", Wili duduk di sebelahku dan membantu memposisikanku dengan nyaman.
"Lo yakin gapapa? Butuh apa?", Wili sepertinya melihat mimik wajahku dan tanganku yang meremas kuat kain gaunku.
"Gapapa, bayi gue lagi berontak dikit aja ini.."
"Berontak? Sakit"
"Engga.."
"Bohong, muka lu bilang iya.."
"Kayaknya karna gue kaget dan kebanyakan minum aja tadi, udah mendingan kok ini.."Aku mengusap perutku yang sudah mulai terasa nyaman dan tersenyum ke arah Wili. Wili membantu membuka air mineral dan mengarahkan sedotan ke bibirku.
"Bukannya bentar lagi lo lairan? Kenapa masih main ke sini, gue denger lo sama si Sandi kan?", tanya Wili sambil meletakkan kembali air mineral itu di meja.
"Wil, gue pusing banget.. disini kosong kan?", tanyaku saat mulai menyandarkan kepala pada bahu Wili.
"Ga biasanya lo pusing pas mabok, Dis.."
"Bawaan orok kayaknya.."
"Ada gitu yang begituan? Hahaha.."
"Berisik, jangan ketawa.."
"Yaudah gue temenin, tarifnya dua kali lipat ya Dis"
"Sepuluh kali lipat juga gue bayar, Sandi kaya raya, lebih kaya dari lo.."
"Tapi suami orang.."
"..."Aku sudah tidak sanggup menimpali perkataan Wili saat itu. Wili juga salah satu orang yang bekerja disini karena gabut dan sangean. Aku berdoa saja dia tidak sange dengan gadis hamil mabuk sepertiku.
Wili mulai memeluk tubuhku. Dia juga menyamankan posisi kakiku dengan mendekatkan meja ke arah sofa. Samar-samar aku juga mendengar suara Mami setelah membuka pintu ruangan ini.
"Adis, bagai—", ucapan Mami terdengar berhenti, mungkin karena melihatku yang sudah nyaman dengan Wili jadi dia memilih meninggalkan kami berdua saja.
"Gue mual.."
"Haa? Lo mau mun—"
"Hmmpph hoeeukk—"Jackpot. Dini hari itu aku mengotori pakaian Wili dan gaunku sendiri dengan cairan yang keluar dari mulutku. Setelah itu aku tidak ingat apapun karena sepertinya benar-benar teler.
Paginya aku justru berada di kamar yang asing bagiku. Tapi sosok pria di sebelahku menjawab pertanyaan yang ada di pikiranku. Wili. Artinya ini apartemen Wili.
"Sialan..", reflek aku mengumpat saat menarik selimut yang menutup tubuhku. Tanpa baju dan tangan besar Wili melingkar di perut buncitku.
"Gue ga nyangka ngewe sama gadis hamil kaya lo nikmat banget, Dis.." ucap Wili dengan suara sexy khas pria bangun tidur.
"Kita ngewe, Wil?", aku berusaha mengingat kejadian setelah muntah di ruangan VVIP itu. Masalahnya aku pernah jatuh cinta sama pria di sebelahku ini dan sama sekali tidak pernah kuungkapkan.
Bagaimana kalau saat mabuk semalam aku keceplosan mengungkapkan perasaanku?
[Jangan lupa bintang dan komennya supaya aku semangat untuk lanjutin dengan cepat. Terima kasih.]

KAMU SEDANG MEMBACA
Sentuhan Pelacur
Fiksi RemajaWARNING 🔞⚠️ Follow dan Vote sebelum membaca. Beberapa bab dengan rate dewasa akan diprivate setelah bab 10. Selamat membaca Sentuhan Pelacur. [DILARANG COPAS] [NO PLAGIARISM] Adis yang bergelimang harta memilih untuk menjadi pelacur VIP dan mel...