Basah (21+)

139K 385 2
                                    

Kepalaku naik turun dengan kedua tangan memegang batang kemaluan Sandi yang mulai menegang. Sesekali aku memaksakan benda besar itu masuk hingga mentok di kerongkonganku. Sandi terlihat sangat menikmatinya. Tangannya terus meremas bokong montokku.

"Ssllpprhhhpp aahhh..eessspphhh.."

Air liurku menetes terus hingga kini batang berurat itu basah dan cukup mudah kucokok dengan isapanku. Sesekali gigiku menggesek permukaan kasar batang kemaluan Sandi dan menekan kepalanya. Kepalanya sudah terlihat memerah. Sangat menggemaskan.

"Gghhh..aaahhh..", desah panjang Sandi terdengar saat dia mencapai klimaksnya.

Crot

Sperma Sandi menyembur deras di mulutku, lalu dengan sengaja kuurut batang itu hingga kembali menyembutkan sisanya ke arah wajahku. Aku menatapnya sambil tertawa lalu dia menamparku dengan keras.

"Dasar pelacur, nakal sekali hahahaha.",Sandi tertawa setelah menampar pipiku yang basah karena spermanya.

"Ughh, sakit om..",protesku dengan nada kesal. Pasti pipiku memerah. Kebiasaan buruk Sandi yang cukup aku sukai.

"Om udah keluar, Adis pegel om, boleh gantian?", aku menatapnya dengan wajah sangat memohon. Lubang kemaluanku sudah sangat gatal, rasanya ingin segera menikmati tarian lidah Sandi.

"Adis berdiri, taruh kakinya satu di meja ya?"
"Ga di sofa aja, Om?"

Aku mencoba menawar permintaan Sandi. Tapi gagal, Sandi menggeleng, itu artinya aku harus menuruti keinginannya. Sebenarnya tidak begitu melelahkan sih berdiri. Hanya saja aku takut tidak kuat menahan sensasi permainan Sandi, meski sudah berkali-kali melakukan ini dengan Sandi.

Akhirnya aku mengalah dan mengangkat satu kakiku di atas meja. Sandi berdiri lalu menarik gaunku ke atas hingga batas dada, menampakkan perut buncit dan lubang kewanitaanku dengan jelas.

"Cdmu sudah basah banget, dasar binal."
"Uhhh om! Jangan mengejek!"

Sandi berjongkok lalu menarik turun cdku. Jemarinya menekan klitorisku, menggerakkannya naik turun. Sialan jarinya bahkan belum masuk, tapi gerakan simpel ini sungguh membangkitkan nafsuku.

"Ommhh enakkhh ahhh.."
"Mau jari apa lidah om?"
"Mau yang gede omhh uhhh.."
"Itu nanti Adis, sekarang pilihannya cuma itu.."

Aku menatap wajahnya lalu menarik gaunku ke atas dan melepaskannya dari tubuhku. Kini tersisa bra saja yang menutupi payudara montokku. Sandi tersenyum, dia paham aku sangat menginginkan sentuhan saat ini juga.

Lidah Sandi menyapu permukaan kelaminku, sentuhan pertama membuat kakiku gemetar. Sandi memegang kedua pahaku, bahunya menopang satu kakiku yang ada di atas meja. Kini Sandi duduk di meja itu dan mulai mendorong kepalanya mendekat ke area selangkanganku.

"Aaaahhh omhhh ouchhh.."

Aku meremas rambut Sandi saat lidahnya mendorong masuk ke liang sempit milikku. Gerakan lincahnya membuat otot di dalamnya menegang. Sandi mulai mengisapnya. Sialan, nikmat sekali. Aku sampai harus membungkam mulut untuk mengantisipasi desahannya yang lumayan nyaring.

"Ummphhh-anuuhh aaahhh ouchh shit.."

Aku merasakan gerakan lidah Sandi terlokalisasi, tajam, meledak, dan tahan lama, membuatku begitu menikmati setiap perpindahannya. Tangan Sandi mulai meraba perut buncitku, mengelusnya sesaat kemudian mengarah menuju putingku. Dua jarinya memilin ujung putingku.

"Aaahhhh-ahhhh..uuhhhh ommhh ahh.."

Ransangan Sandi di putingku membuat seluruh tubuhku menegang. Lidahnya mulai menekan bagian di dekat pintu masuk, di dinding atas di bawah tulang kemaluanku. Nikmat sekali.

"Ommhh, Adis ga aaahhh tahannnhh..aahhhhh..",desahku panjang saat mencapai klimaksku.

Cairanku menetes, Sandi segera berpindah dari area bermainnya. Dia membiarkan cairan itu menetes membasahi lantai ruangan. Tubuhku yang setengah telanjangpun merasakan hangat untuk ukuran ruangan dingin seperti ini.

"Dis? Mau lagi?"
"Engga om, udah, kaki Adis lemeshh, bentaran istirahat dulu."
"Yah, punya om masih tegang nih."

Sandi berdiri tepat di depanku yang baru saja duduk di sofa. Dia berdiri sambil menggoyangkan kejantanannya di depanku. Aku menunjuk mulutku sebagai respon tindakannya. Tapi Sandi justru menggeleng dan memegang kedua pahaku.

"Om pengen dijepit bumil. Ngangkang dong?"

Aku tertawa mendengar ucapannya. Kadang kala pria ini terlihat sangat dewasa, kadang juga sekonyol ini. Kakiku mengikuti tarikan tangannya kemudian melebar hingga terlihat jelas lubang kewanitaanku yang basah.

"Bentar om.",ucapku sambil mengangkat bokongku lalu mengambil bantal sofa untuk mengganjalnya.

"Bilang ya kalau ga nyaman, Dis?", Sandi mulai menggesekkan kejantanannya di lubang kelaminku.

"Om buruan deh ughh..jangan ngegodain gitu mulu..",ucapku dengan nada kesal.

"Kan om mau pemanasan, Dis."
"Kan tadi udah pemanasan, Om!"
"Biar ga perih loh Adis."
"Ishh om!"

Aku menarik kemeja Sandi hingga membuatnya hampir terjatuh menimpa perut buncitku. Syukur tangannya sigap bertumpu pada permukaan sofa. Tapi sisi positifnya, batang berubat itu berhasil menyodok lubang kelaminku.

"Hahaha, anak kecil ga sabaran."

Sandi mulai menggenjot tubuhku dengan gerakan yang sangat lambat. Sepertinya dia masih betah menggodaku.

"Ughh om, cepetan dikit dong ahhh.."
"Om ga ada energi, belum Adis cium.."

Menyebalkan. Pria ini benar-benar menguji kesabaranku, seharusnya tadi biar aku saja yang di atas dan mengontrol gerakan. Aku kembali menarik kemeja Sandi, membuat dadanya menghimpit perut buncitku. Sandi membalas lumatan bibirku tapi gerakannya masih lambat. Genjotan seperti ini tidak akan membuatku puas.

"Mmhhh..ummpphh.."

Kugigit bibir Sandi saat lumatan kami mulai mengganas. Sesekali kudorong bokongku, mencoba membuat batang sialan itu masuk lebih dalam. Sandi mulai menggenjot lebih cepat saat kujepit kuat batang besar itu di dalam.

Bibir Sandi turun mengecupi permukaan leherku. Geli, membuatku memiringkan kepala. Satu tanganku menekan ujung bawah perut buncitku, gatal sekali rasanya lubangku. Sandi belum sepenuhnya bergerak ini.

Tangan Sandi melepaskan pengait braku lalu melepaskannya dari tubuhku, membuat kedua benda montok itu menyembul tepat di depan wajahnya. Sandi mulai melumat putingku yang sudah menegang.

"Ahhh omhh, perihhh jangan digigit uhhh.."

Sandi itu menggigit, hanya terasa gesekan gigi di ujungnya. Perih. Sandi mulai menggenjotku dengan kuat hingga membuat sofa kami bergoyang. Ini dia, terasa cukup dalam dan membuatku makin menjepit miliknya.

"Ommhh lebih cepathh ahhh..ahhh..oucchhh!"

Aku terus meracau merasakan setiap gerakan Sandi hingga akhirnya kudengar dia mendesah panjang bersamaan dengan sensasi semburan spermanya di dalam lubang kelaminku.

"Hahh hahh hahhh.."

Aku meremas kuat lengan Sandi, saat kurasakan gerakan cukup aktif dari bayiku. Sandi yang menyadarinya mulai mengusap perut buncitku sembari satu tangannya memegang ujung batangnya yang berada di liang milikku.

"Dia kegirangan..", ucapku yang disusul suara tawa Sandi.

"Bukan kegirangan, Dis. Itu karena hormon. Stimulus puting dan semburan spermaku."
"Terserah."

Sandi menyebalkan. Selalu saja tidak pernah setuju dengan pendapatku. Aku tahu dia pintar dan lebih tahu mengenai semua ini, karena dia dokter. Tapi bisa tidak sekali saja menyenangkanku.

"Om, Adis boleh tetap nerima pelanggan lain kan dalam 3 bulan itu?"

Sandi mencabut kejantanannya lalu duduk di sebelahku. Tangannya masih mengusap perut buncitku, sambil satu tangan lain membersihkan sisa spermanya dengan tisu.

"Boleh, om ga kekang Adis, kalau om ga ada Adis boleh main dengan siapapun. Asal tetap di hotel pesanan om itu."
"Om ga marah kan?"
"Ga, Dis. Ini kan bisnis."
"Ishh, sebal.."

Sentuhan PelacurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang