"Setiap perjumpaan selalu ada kata selamat tinggal."
“Damian, izinkan gue untuk mukul lo,” ujar Nela menatap Damian tajam.
Damian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia melihat Nela yang seperti bernafsu untuk memukulnya.
Tetapi siapa yang rela ingin dipukul?
“Aku tidak mengerti maksudmu. Kalau boleh jujur kamu sungguh mirip Nebula,”
“Gimana menurut lo? Kenapa gue bisa mirip sama Nebula?” tanya Nela ia sangat tidak tahan memukul wajah pria itu.
“Kamu kembarannya?”
“Bego!”
Bukannya memukul Nela justru melompat dan memeluk Damian erat. Ternyata benar, kini rasa nyaman yang Nela rasakan ketika ia memeluk Damian.
“Tolong ceritakan lebih banyak tentang, mama,” Damian dan semuanya ikut terkejut.
“HAH?” yang paling terkejut itulah Jean.
Naja juga tidak menyangka akan ada pertemuan kembali ayah dan anak yang dipisahkan hampir dua puluh tahun.
“Kamu anakku? Kamu anak Nebula? Benarkah?” Damian masih tidak menyangka bahwa kini putrinya tumbuh menjadi gadis yang cantik.
“Kalau masih meragukan, ya udah!” Nela ingin melepaskan pelukannya tetapi segera Damian kembali memeluknya jauh lebih erat
“Maaf, maafkan aku. Maafkan ayahmu yang meninggalkanmu di depan panti asuhan itu. Aku tidak ingin kamu menjadi korban dari ritual itu, aku tidak ingin Nebula pergi lagi,” isak tangis Damian membeludak saat itu juga.
Dirinya mengira tidak akan bertemu dengan anaknya lagi, tidak akan pernah merasakan memeluk anaknya, dan berbagi kebahagiaan bersama.
Tetapi kini impian itu dapat Damian lakukan sekarang.
❇✳❇
Setelah pertemuan mengharukan anak dan ayah, mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah pintu besar berbahan kayu yang tingginya sekitar empat meter.“Aku sudah tidak mengikuti ritual-ritual seperti itu lagi, jadi jangan khawatir nak,” ujar Damian yang sedari tadi Nela banyak bertanya.
Nela mengangguk mengerti, “Sekarang kita dimana, Pak?” tanya Nela lagi. Ia memanggil Damian dengan sebutan Bapak, Damian juga tidak keberatan dan justru dengan senang hati.
“Lo manggil Damian berasa dosen lo aja, Ne,” sahut Emma yang merasa janggal dengan panggilan tersebut.
“Lo kalau mau panggil bokap gue bapak juga gapapa kok. Bapak gue bapak semua orang, iya kan Pak?”
“Iya,”
Damian tersenyum dengan tingkah Nela, rasanya Damian ingin merasakan merawat Nela sedari ia bayi bersama dengan Nebula, gadis tercintanya.
Pintu kayu terbuka menampiknya ruangan yang cukup bersih dari ruangan-ruangan lainnya. Dan yang lebih menarik perhatian mereka adalah sebuah pedang yang berada di dalam sebuah kaca transparan.
Pedang tersebut cukup panjang dan memiliki dua sisi tajam. Gagangnya berhiaskan berlian merah darah yang menarik hati.
Naja melihat lebih dekat pedang tersebut. Pada bilah pedang itu bertuliskan huruf-huruf yang tidak dipahami olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness[END]
Fantasy[ Cerita ini mengikuti Writora: Take Your Word] "Jika kamu memiliki kesempatan untuk hidup kembali, apa yang ingin kamu lakukan?" Kematian adik dan teman-temannya yang tragis membuat luka yang membekas bagi Orion Najare. Tetapi, sebuah keajaiban mem...