d'voice - 11

66 9 2
                                    

Aku pernah luka dan sakit karena takdir, tapi takdir membayarnya dengan dirimu, sesuatu yang jauh lebih baik.

Aku pernah luka dan sakit karena takdir, tapi takdir membayarnya dengan dirimu, sesuatu yang jauh lebih baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍂

Aku menyeruput sedikit kuah sup ayam yang kubuat bersama Bibi, walaupun sebenarnya Bibi yang lebih dominan memasak. Menurutku rasanya sudah pas tapi aku tetap meminta Bibi mencicipinya juga.

"Mantap, Non. Enak!"

Makan malam ini cukup menggiurkan, aku meminta Bibi membuat sup ayam, perkedel jagung, dan sambal kecap. Membayangkan menyantap makanan ini dengan nasi putih hangat membuatmu akan lupa usaha diet yang kamu jalani, tapi beruntunglah aku tidak sedang melakukan hal itu.

"Yaudah, Bi. Langsung kita bawa ke meja yuk, Mas Ibram juga katanya udah deket."

"Boleh non, tapi non tunggu disini aja yah, biar Bibi yang atur"

"Loh kok gitu, curang nih Bibi mau dapat pujian sendiri" aku terkekeh

"Bukan gitu atuh, non. Kalau ini di rumah Ibu bapak mah, Bibi mana pernah ngelarang. Bibi Cuma khawatir non kenapa-napa"

"Bibi ku sayang, yang Jia cintai dan Jia hormati. Jia gak papa, Jia bisa bantu Bibi, kalau Jia gak bisa, Jia pasti bilang."

Ini hanya perkara membawa makanan ke meja makan, ayolah! Aku bisa melakukan ini.

"Yaudah tapi yang ringan-ringan aja yah, Non"

Aku mengangguk antusias lalu menerima piring berisi perkedel dan sambal kecap sedangkan Bibi membawa mangkuk besar sup ayam dan kami sama-sama berjalan menuju meja makan. Ku hapal baik-baik letaknya di dalam kepala, begitu sampai diam-diam aku bernapas lega. Ini sebuah progres untukku, sudah menghapal jalur dari dapur ke meja makan.

"Udah non, biar Bibi yang ambil nasi sama minumnya"

Kali ini aku mendengarkan Bibi, jadi aku tinggal di sisi meja dan Bibi melenggang kembali ke dapur. Selagi aku menunggu ponsel di saku bajuku bergetar, perangkat otomatis dari benda itu menyebutkan nama kontak yang menghubungiku berulang kali "Mas Suami" katanya.

Dengan gerakan yang sudah ku hapal, aku menggeser benda itu dan langsung bisa ku dengar suara Ibrahim, suara candunya.

"Saya udah di depan"

Benar saja, tidak berselang lama aku mendengar suara mobil Ibrahim memasuki garasi rumah.

"Bi.. Minta tolong bukain pintu yah, Bi. Mas Ibram udah pulang"

"Iya non"

Buru-buru kudengar Bibi meletakkan bawaannya di meja lalu berlari kecil menuju pintu utama. Sementara di seberang telpon yang masih terhubung dengan Ibrahim, ku dengar dia sibuk keluar dari mobil, suara plastik yang bergesekan juga terdengar, itu pasti kebab pesananku. Aku tersenyum sumringah.

d'voiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang