04

1.1K 98 2
                                    

••

Gawat!

Oceana harus sesegera mungkin mengambil langkah seribu sebelum Altair terlebih dulu mengambil ancang-ancang ingin menangkapnya. Objek perhatian kini sudah tertuju kepadanya seorang. Ditambah dengan teriakan Altair sebelumnya justru semakin membuat orang-orang sibuk berbisik ria perihal dirinya.

“Lo yang ke sini atau gue yang ke sana?!” hardik Altair, tak tahu malu.

Oceana langsung dibuat gamang. ‘Nggak mau dua-duanya, lah!’ Dengan susah payah pemuda itu meneguk air liurnya yang tercekat dibatas tenggorakan. Bisa dipastikan, jika Altair bisa semarah ini kemungkinan 99,9% Oceana pasti akan dilaporkan ketika di rumah nanti.

“Samperin aja, Dek. Tuh anak kalau lagi sawan, dibiarin gitu aja yang ada lo bakal kena makan.” Salah satu anggota PMR perempuan memberinya usul dengan suara berbisik.

Oceana serentak menggeleng keras. Menolak terang-terangan akan saran tersebut. Ia tak bisa memastikan akan selamat seandainya Oceana benar-benar menyerahkan diri begitu saja tanpa perlawanan sama sekali. Bisa-bisa misinya gagal total karena terlanjur ketahuan oleh Altair.

Tetapi, sialnya, apa Oceana punya pilihan lain?

••

“Abang!” Oceana merengek. Kedua tangannya sibuk meraih ponsel sang kakak yang menjulang tinggi di udara. Laki-laki dalam seragam perempuan itu memanyunkan bibirnya. Maniknya telah berkaca-kaca usai terus-menerus dikecam oleh Altair akan dilaporkan kepada orang tua mereka.

Sembari terus berupaya menjauhkan Oceana, Altair mencoba untuk menghubungi ayah maupun ibunya. Agaknya keberuntungan sedang menyertai adiknya tersebut lantaran satupun dari keduanya tak ada yang mengangkat panggilannya sama sekali.

“Abang, jangan cepuin aku, ya? N-nanti aku beliin tumblr Spider-Man yang Abang rengekin ke Papi kemaren, deh. Janji!” Oceana mencoba bernegosiasi disela tangisan palsu tiada henti. Lengan kanan Altair sudah terperangkap dalam jerat dekapan eratnya. Berharap agar pemuda itu tak pergi.

Altair meliriknya sinis. “Lo pikir gue nggak tau akal busuk lo itu, huh?” ledek Altair dengan senyum miring menyebalkan miliknya. “Lagian, gue lebih seneng lihat lo dimarahin Mami, sih.”

“Dih? Dasar cowok iblis!”

“Terus, lo maunya gue gimana? Asal lo tau, kasus lo ini nantinya pasti bakal berbuntut panjang. Ujung-ujungnya apa? Ketahuan juga. Mana gue pasti juga ikut keseret lagi. Mending lo nyerahin diri sekarang aja mumpung cuma gue doang yang baru tau.” Altair meringis. Terlanjur sakit kepala membayangkan setiap kemungkinan sebagai dampak dari ulah nekat adiknya itu. “Lagian, motivasi lo tuh apa, sih? Sampai segininya, lho. Nggak habis pikir gue.”

Oceana mencebik. Kurang suka dengan keingintahuan Altair terhadap setiap urusan pribadinya. “Entar juga Abang bakal tau, kok.”

Altair mengernyit. “Maksud lo?”

Kepo!” Oceana bersungut. “Pokoknya ini tuh misi penting banget dan Abang sebagai Abang yang baik, nggak boleh bikin kacau atau aku bakal aduin ke Papi kalau kartu platinum yang hilang kemaren itu Abang yang ambil buat beli koleksi action figure. Ngerti?”

“Oh, berani lo ngancem gue? Kalau lo berani ngomong, gue bakal bilang ke Mami soal kelakuan lo ini,” kecam Altair, tak mau kalah.

Oceana menggidikkan bahu. Tampak tak terlalu terintimidasi, meskipun jantungnya sudah berpacu tak terkendali. Tak bisa dibohongi memang kalau dia sedikit takut jikalau kakaknya ini tidak bisa diajak kompromi.

“Kalau gitu, kita impas, ‘kan? Jadi, kenapa kita nggak saling tutup mulut tentang rahasia masing-masing aja?”

Yang lebih tua sontak berpikir keras. Apa ini cukup adil baginya? Pasalnya, mereka sama-sama mempertaruhkan kepercayaan orang tua mereka. Lagipula, masalahnya tak sebanding dengan masalah Oceana saat ini. Altair masih terbilang dapat termaafkan lantaran tak serta-merta menghilangkan kartu milik ayahnya, meskipun hampir separuh menghilangkan nominal didalamnya.

Sedangkan adiknya? Oceana tak hanya mengecewakan orang tua, tapi juga orang-orang di sekitarnya yang cepat atau lambat pasti juga menyadari keanehan dalam dirinya.

“Serius, lo nggak ngerasa repot gonta-ganti baju pas pulang pergi, gitu?” tanya Altair masih dalam raut penuh keraguan.

Oceana tersenyum menanggapi pertanyaan si kakak. “Maka dari itu, aku mau minta bantuan Abang buat ngasih izin supaya aku bisa tinggal di asrama ke Papi sama Mami.”

••

TBC

OCEANA   +jaemjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang