14

643 52 0
                                    

••

Oceana menarik napas dalam-dalam. Bibir bawahnya digigit guna meredam hasratnya untuk berteriak senyaring mungkin tatkala melihat siapa sosok yang berdiri tak jauh dari lokasi singgahnya. Dadanya bergemuruh, menahan rasa ingin kaburnya yang sudah membumbung tinggi.

Siaga satu, Fahreza meliriknya!

“Tarik napas, lalu buang. Tarik napas, lalu buang.”

Bak sebuah mantra ajaib, Oceana rafalkan kalimat tersebut secara berulang kali dari dalam hati. Keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Menghantarkan rasa tak nyaman serta kegugupan di atas rata-rata ditandai dengan gejala telapak tangan yang sedikit terasa lembab.

“... Cewek mana lagi yang harus gue jajanin?” Si paling loyal ber-name tag Razi tampak mengoceh panjang lebar di sana.

Sementara itu, Fahreza hanya berdehem singkat. Sembari mengunyah sisa cimol yang ada di salah satu genggamannya, lelaki yang mempunyai figur tegap tinggi itupun memberikan respon, “Kenapa lo ngebet banget pengen dimanfaatin sama cewek, deh? Dari segi materil pula. Lo nggak bisa pukul rata kalau semua cewek itu materialistis.”

Razi berdecak. Duh, malah salah tangkap!

“Bukan gitu maksud gue, Mahmuddin!” Pemuda yang dengan kurang ajar menyebutkan nama Ayah Fahreza itu kini menggeleng-gelengkan kepala.

Tersinggung, dengan ketus Fahreza berucap, “Ya terus apa, Zaenudin?”

Oceana yang dengan setia menguping dibalik celah pohon cabai pun bersungut. Tidak begitu memahami akan akar permasalahan yang akhirnya memantik agenda hina-menghina nama orang tua tersebut. Sesama berasal dari bibit pria bernama Udin padahal, tapi kenapa mereka harus sampai sengit begitu?

“Gini maksud gue, kalau mereka jadian sama gue, otomatis gue bertanggung jawab buat nafkahin dia selama kita pacaran.”

Fahreza seketika mengernyit dengan raut mencibir. “Nggak masuk akal. Lo tuh cuma jadi pacar, doang. Bukan suami, apalagi orang tuanya.”

“Makanya, Res. Sesekali mikir tuh gunain otak kayak manusia lain, bukan pakai tumit kaki. Tipe orang kayak lo ini yang bikin jumlah persentase kelahiran turun drastis. Yang sukanya potong omongan orang ditengah-tengah,” ucap Razi tak tahu diri.

“Korelasinya apa, anjing?!”

Sial! Andai tidak sedang di sekolah, ingin rasanya Fahreza pukul kepala kosong Razi menggunakan pentungan satpam. Ingatkan Fahreza agar menumbalkan Razi ketika terjadi tawuran antar sekolah lain nanti.

“Pasang kuping baik-baik, ya, Badrol. Semua pesangon yang gue kasih buat pacar gue selama kita menjalin kasih itu nantinya gue masukin ke buku catatan hutang dan bakal gue tagih kalau-kalau kita putus entar.” Razi putuskan untuk berdiri selepas merasakan kebas pada bokongnya akibat terlalu lama duduk di atas bangku yang terbuat dari semen. “Hitung-hitung investasi. Ya, nggak? Pinter banget emang gue tuh.”

Fahreza lantas mendengkus keras. Biarkan saja, pikirnya. Memang tidak ada gunanya adu argumen dengan orang yang hampir terganggu. Hanya membuang waktu serta tenaga semata.

Tanpa sengaja lelaki itu dipertemukan untuk yang kedua kalinya akan presensi Oceana yang bukannya kabur, malah mematung dalam posisi berjongkok dibalik kecilnya tanaman cabai. Birainya naik sebelah. Lucu sekali.

Siaga dua, Fahreza tersenyum kepadanya!

Terlintas ide untuk mengusili siswi yang seharusnya berpakaian selayaknya seorang siswa tersebut. Apalagi setelah melihat daun cabai itu bergoyang seiring dengan pergerakan gemetar Oceana.

Siaga tiga, Fahreza menghampirinya!

“Dih, kenapa dia ke sini, sih?!” seru Oceana kalang kabut.

Niat hati ingin datang ke kelas Altair pun terpaksa urung. Oceana terlanjur panas dingin melihat senyum culas Fahreza yang kentara sedang senang-senangnya mengerjainya. Satu-satunya yang dia pikirkan sekarang adalah tentang bagaimana dia bisa kabur—sementara tangannya sudah berhasil ditangkap oleh Fahreza yang begitu cepat berjalan mendekatinya.

“Mau ke mana?” Fahreza terkekeh riang. Lihatlah betapa ketakutannya mainan barunya itu sekarang. “Kenapa? Takut gue beberin fakta kalau ada cowok cabul cosplay jadi cewek di forum sekolah, ya?”

‘Kelamin pria!’ rutuk Oceana yang ingin menangis keras-keras hingga hampir pura-pura pingsan karena merasa akhir dari kisah cintanya yang belum sedikitpun dimulai nyaris usai akibat hadirnya Fahreza sebagai pemilik karakter antagonis dalam perannya yang teramat berbahaya bagi keberlangsungan dunia tak nyata yang dibangun sendiri oleh Oceana.

••

TBC

bahasanya makin kacau, ya ya.

OCEANA   +jaemjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang