••
Ardana jatuhkan kepalanya ke atas kasur setelah mendapatkan pesan dari Oceana. Sekilas dia merasa lega lantaran beberapa waktu ke depan setidaknya dia bisa mendapatkan waktu tenang tanpa celotehan gadis itu.
Sebelah tangannya mencari keberadaan buku yang tadi ia pinjam dari perpustakaan. Buku yang sempat Oceana baca yang sebenarnya bukan seleranya sama sekali. Ardana hanya merasa penasaran akan apa yang mendasari Oceana begitu menyukai genre romantis sehingga memaksakan diri untuk menyukai literatur klasik.
Cintaku Bukan Cintamu Apalagi Cintanya.
Judul yang aneh untuk ukuran buku yang telah sah untuk diedarkan ke pasaran. Kepalanya bahkan sempat ‘panas’ untuk menjabarkan maksud dari tajuk random itu. Ia juga sempat dibuat tertawa akibat merasa baru pertama kali dipertemukan dengan jenis judul nyeleneh semacam ini.
Lembar demi lembaran telah ia baca sehingga Ardana bisa menyimpulkan jika inti dari cerita ini adalah tentang prahara cinta segitiga di masa putih abu-abu. Dimana seorang gadis diperebutkan oleh dua orang laki-laki dengan sifat masing-masing yang bertolak belakang dan jelas mempengaruhi keputusan si gadis pemeran utama untuk melabuhkan perasaan denial-nya berdasarkan prolog yang sempat ia baca dibalik sampulnya.
Ardana kian berlarut membacanya. Narasinya cukup bagus. Patutlah bisa dilirik oleh penerbit, meskipun alurnya beberapa ada yang tidak nyambung. Tetapi, entah mengapa malah sejauh ini Ardana cukup nyaman membacanya.
Dari situ, Ardana sedikitnya memahami akan pola pikir Oceana melalui buku yang dibacanya. Anak itu cenderung tak realistis dan sifatnya terkesan berubah-ubah menyesuaikan karakter utama dari buku yang selesai ia baca. Bahkan bisa saja Oceana sebenarnya mengharapkan kehidupannya akan semujur rangkaian kalimat yang diciptakan oleh para penulis dengan imajinasi mereka yang tak masuk akal itu.
Ardana kini mendengkus keras. Buku semacam ini tidak cocok untuk dibaca oleh remaja dengan pikiran yang masih labil sebagaimana Oceana. Bisa-bisa itu berpengaruh dengan perkembangan otak Oceana sehingga dia pada akhirnya kesulitan untuk membedakan tidak atau nyatanya sesuatu yang tengah terjadi di sekitarnya.
Tiba-tiba saja dia mulai mengkhawatirkan gadis itu. Sudah lebih dari satu jam Oceana tak kunjung kembali. Kemana kiranya gadis itu pergi sehingga harus terlambat seperti ini?
Ponsel yang tadinya ada di atas nakas pun diraih olehnya. Ardana mengecek notifikasi yang terlihat di layar kunci. Dari sekian banyak pesan yang masuk, tak ada satupun nama Oceana tertera di antaranya.
Maka Ardana coba untuk menghubungi nomornya, namun nihil. Tidak ada sahutan selain suara operator yang memberitahukan jikalau empunya sedang tidak aktif.
-
You:
Kamu sedang berada di mana?
Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk minta tolong ke saya.
Saya akan membantu kamu sebanyak yang saya bisa.
Jika kamu membaca ini, tolong dibalas, ya?-
Terkirim, namun hanya memunculkan tanda centang satu digelembungnya. Ponsel Oceana memang sedang tidak aktif dan Ardana semakin tidak karuan hati ketika melihat hujan yang perlahan mulai turun deras menuju inti bumi.
Terlintas ide dibenak Ardana untuk memberitahukan hal ini kepada Altair, akan tetapi Ardana tak mau membagi rasa khawatirnya kepada orang lain. Lagipula, Altair sudah menitipkan Oceana kepadanya, oleh sebab itu, Oceana adalah tanggung jawab Ardana sekarang. Dan jika sesuatu terjadi kepada gadis itu, maka Ardana adalah orang pertama yang akan disalahkan.
Selang beberapa saat kemudian, bunyi ketukan pintu mulai mengalihkan pikirannya. Menyangka jika itu adalah Oceana, Ardana tanpa pikir panjang langsung melompat dari tempat tidurnya untuk membukakan pintu bagi si pengetuk dari luar.
Benar saja. Ada Oceana yang berdiri di depannya dengan seragamnya yang sudah compang-camping serta beberapa memar dan bekas cakaran pada sisi wajahnya. Semakin miris lagi gadis itu juga telah habis basah kuyup.
“Kamu ... kenapa?” Ardana bahkan sampai tak kuasa untuk menyuarakan pertanyaan yang berkecamuk dikepalanya. Dengan lekas, pemuda itu mempersilakan agar Oceana segera masuk ke dalam. Oceana terlihat kian menyedihkan dengan tubuhnya yang gemetar menahan dingin akibat seluruh pakaiannya yang mulai transparan.
Seketika itu juga Ardana ambil cardigan rajut miliknya yang tersampir di hanger untuk ia taruh ke tubuh bagian atas si gadis. “Mandi dan ganti pakaianmu secepatnya, ya? Jangan sampai terlalu lama dalam keadaan basah seperti ini.”
Oceana yang seperti sedang mengunci rapat mulutnya pun menuruti permintaan Ardana. Gadis itu langsung berjalan menuju kamar mandi tanpa melepaskan cardigan milik Ardana terlebih dahulu.
Sementara itu, Ardana kini mulai mengurut keningnya. Dia diberikan kepercayaan untuk menjaga Oceana, akan tetapi dia justru gagal menepatinya. Melihat kondisi Oceana saat ini membuatnya meringis, dia tidak pernah menyangka akan mendapati Oceana dalam keadaan seperti itu.
Altair pasti akan sangat kecewa dengannya.
••
Oceana yang sedang duduk di kasur kepunyaan teman sekamarnya itu kini tiada habisnya memekik usai setiap lukanya sedang ditekan pelan oleh kapas yang telah Ardana imbuhi dengan alkohol. Terkadang ia juga dibuat menjerit serta berjengit lantaran merasa perih bukan main.
“Pelan, Na.” Oceana cemberut karena Ardana seperti tak mengindahkan permintaannya sama sekali sedari tadi.
Laki-laki yang sedang duduk bersimpuh di bawahnya itu tampak begitu telaten dalam merawat lukanya. Keningnya sesekali berkerut seolah merasakan pedihnya luka yang sama sekali bukan miliknya.
“Siapa yang menganggumu sampai bisa melakukan hal separah ini?” tanya Ardana tanpa menghentikan aktivitas yang dilakukannya. “Haruskah saya laporkan ini ke guru konseling?”
“Guru BK bisa bales dengan mukulin mereka sampai kayak gini juga, nggak?”
Ardana memutar kepalanya dari kanan hingga ke kiri. “Saya rasa, tidak mungkin.”
“Jadi, peran mereka ngapain? Cuma ngebacot pakai teguran template? Semua orang juga bisa!” hardiknya begitu marah dengan usulan tak berguna yang diucapkan oleh Ardana. “Kalau lo bilang, kekerasan bukan jalan keluarnya, maka omongan baik-baik juga nggak bakal pernah bisa nyelesain semuanya, Na!”
Ardana kehilangan seluruh sanggahannya detik itu juga. Oceana tidak jauh berbeda dengan Altair. Keduanya sama-sama keras kepala dan cenderung tak bisa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Maka satu-satunya opsi yang bisa Ardana lakukan sekarang adalah dengan membiarkannya sesuai dengan pola arus yang membawanya.
Dia memang tidak pernah berguna untuk siapapun.
••
TBC
biografi ardana tuh cukup kompleks, mungkin bakal makan banyak chapter entar.
tmi: dibanding yang lain, dia ini yang paling parah hidupnya (lebih parah daripada pas sean ke gep nanti), wkwk
anw, ini draft terakhirku :')
KAMU SEDANG MEMBACA
OCEANA +jaemjen
Fiksi Penggemar⚠︎︎ NOT GENDERSWITCH (GS)! ⚠︎︎ Ini rahasianya . . . [Na Jaemin - Lee Jeno]