18

215 25 2
                                    

••

Perdebatan sengit antar Fahreza dan Oceana, tentunya mengundang perhatian tersendiri. Beberapa pasang mata yang menyadari betapa kerasnya suara Oceana yang tengah digoda oleh Fahreza dengan lekas memandang interaksi mereka. Penasaran dengan perbedaan ekspresi yang keduanya tunjukkan saat ini.

Caper,” cibir Arabella yang tengah berdiri di belakang barisan sebagaimana tugasnya sebagai anggota PMR di sekolah.

Shania yang berada di sebelahnya pun mendengar hinaan yang terlontar dari bibir gadis yang sedang memandang penuh kebencian ke arah salah satu anggota lokalnya sendiri dengan cepat menghampiri keberadaan Arabella. “Dia kenapa, Bel?” tanyanya penasaran sembari mengikuti arah pandang Arabella saat ini.

Sesosok gadis dengan rambut sepanjang punggung serta tergerai lurus tampak tengah bercanda dengan Fahreza. Yang mana kian menambah bingung Shania lantaran Arabella selaku sahabatnya sepertinya lupa untuk menceritakan masalahnya dengan gadis yang memakai toga dari bahan kardus tersebut.

“Cewek gila yang ngaku-ngaku jadi tunangannya Altair,” jawabnya terlampau ketus dengan air muka sarat akan kekesalan yang kentara. “Abis goda-godain Altair, sekarang dia nyari target lain dengan nyasarin Fahreza. Emang dasar cewek murahan!”

“Oh,” sahut Shania datar tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari subjek yang sedang mereka bicarakan.

Arabella menoleh heran. “Lo nggak kesel, Shan? Dia lagi godain gebetan lo di depan mata lo sendiri. Masa lo cuma diem, doang?” Ia dengan sengaja memanas-manasi Shania dengan alibinya sendiri. “Kalau dibiarin gitu aja, bisa-bisa semua cowok di sekolah ini dia embat habis sampai nggak bersisa.”

Namun, Shania malah tertawa kering. Seakan bertingkah tak peduli dan terkesan meremehkan bentuk kekhawatiran Arabella tersebut.

Bella, Bella.” Sorotnya menatap gemas ke arah Arabella yang masih saja begitu tegang. “Kalau nyari target cemburu itu minimal yang selevel, Bel. Cewek modelan dia nggak ada spesialnya sama sekali. Lo nggak usah khawatir sama dia.”

“Tapi, Altair lebih belain tuh cewek dibanding gue, Shan! Dia bahkan tega ngusir gue dari lokal kami demi cewek yang lagi lo remehin sekarang!” tegas Arabella yang kian merasa gundah mana kala mengingat momen dimana Altair seakan lebih memilih gadis itu ketimbang dirinya.

Shania dengan santai mengernyit. “Kenapa? Kalau lo kesel, tinggal lakuin aja kebiasaan lo. Nggak usah nahan diri cuma karena takut dibenci sama Altair. Posisi lo di sini harusnya bisa jadi ‘senjata’ buat lo ngehindarin semua konsekuensi imbas dari perbuatan lo itu. Justru harusnya mereka yang takut berurusan sama lo, ‘kan?” jelas Shania dengan pongah seakan mengingatkan Arabella yang sempat gentar akibat lupa akan fakta yang ia sebutkan.

“Bener juga,” gumamnya kini mulai mengulas senyum miring. “Lo mau bantuin gue, ‘kan, Shan?”

I do. Gue bakal suruh yang lain buat temenin lo ngasih pelajaran ke bocah itu,” ujar Shania yang kini telah sibuk memanggil teman-teman mereka melalui pesan grup.

Arabella mengangguk saja. “Lo nggak bisa ikut lagi?”

Sadly yes. Gue ada latihan paduan suara entar sore,” jawabnya tampak begitu merasa bersalah karena harus menolak ajakan Arabella untuk melakukan aksi ‘menyenangkan’ di luar jam sekolah.

“Oke, nggak apa. Tapi, lain kali lo harus ikut gabung juga sama kita, ya? Pasti makin seru kalau ada lo juga,” pinta Arabella penuh harap.

Shania tersenyum mengiyakan. “Pasti, kok.”

Sialan! Gadis ini pasti lupa dengan peraturannya atau mungkin terlalu bodoh untuk mengingat posisinya. Padahal itu seharusnya sudah tertulis sejak dahulu kala, bahkan sebelum mereka lahir ke dunia.

‘Seorang ratu tidak boleh ikut mengotori tangannya oleh tindakan yang dilakukan dayang-dayangnya.

••

-

You:
na, gue pulangnya agak telat
gak usah ditungguin!

-

Dan ... terkirim.

Oceana menghela napas panjang sesudahnya. Perasaannya sedikit tidak enak semenjak berakhirnya upacara penutupan tadi, entah apa yang akan terjadi. Oceana hanya berharap jika sesuatu yang buruk tidak menimpa keluarganya.

Rencananya siswa berpakaian siswi itu ingin membolos dari asrama untuk sekedar mencari makanan yang ingin ia seludupkan ke sana.

Makanan yang dijual di kantin hanya itu-itu saja sehingga Oceana yang merindukan masakan rumah pun dengan nekat ingin melompati pagar tinggi pembatas sekolah untuk pergi ke rumah makan yang setahunya berada tak jauh dari lokasi sekolah.

Tetapi, semenit kemudian dia justru mendengkus gusar. Dia lupa sedang memakai rok pendek! Sudah pasti ini akan membahayakan dirinya sendiri. Ada kemungkinan roknya akan tersangkut di tegaknya sebuah trisula kecil yang menjadi hiasan dari tembok setinggi harapan tersebut.

“Kenapa tadi gue nggak kepikiran buat pake celana olahraga sebelum ke sini? Mau pulang ke asrama juga udah nanggung banget mana kejauhan pula. Hah!” Oceana dengan frustasi kini tampak menggigit labium-nya. “Apa gue pulang sambil sekalian ajak Ardana aja kali, ya? Tapi, emang buku peraturan berjalan kayak dia mau diajakin bolos? Kayaknya nggak mungkin, sih.”

“Coba dulu, deh. Kali aja tuh anak bakal luluh pas gue tawarin makan Nasi Kucing.” Pada akhirnya, ia putuskan untuk optimis pada pradugaanya. Ia melangkah berbalik menuju asrama. Mengurungkan niatnya sebentar untuk membolos.

Pemuda itu tampak cekikikan sendiri usai memikirkan rencana jenis apa yang kiranya cukup ampuh untuk membujuk Ardana untuk ikut nakal bersamanya.

“Mau ke mana, Dek?” Jejak langkah kaki itupun berhenti mana kala mendengar suara yang berasal dari arah belakang. Oceana tanpa ragu justru dengan lekas membalikkan badan. “Main dulu sini sama kita.”

Arabella dan tiga gadis lainnya.

Oh, jadi ini alasan akan mengapa ia sedari tadi merasa tak enak hati? Sungguh dia agaknya salah masuk dan malah tersesat ke buku cerita fiksi dengan alur pasaran. Jika begini caranya, dunia yang sedang dikejarnya tidak akan selancar narasi yang diketik oleh penulis pada sebuah buku fiksi yang disukainya.

Yang pasti, daripada khawatir akan babak-belur, Oceana sangat memohon agar mereka tidak menjambak rambut palsunya. Bisa gawat jika itu terjadi.

‘Gue nggak percaya bakal ngarepin ini, tapi siapapun, tolongin gue!”

••

TBC

fyi, untuk adegan perundungannya bakal aku skip karena takutnya banyak yang sensitif. demi kenyamanan bersama, oke? >_0

tapi bagian yang ngatain gak bisa aku sensor, soalnya menurutku kurang ngefeels aja gitu kalo dibatesin kosa-kata gak pantesnya. semoga pada bijak aja ya :(

OCEANA   +jaemjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang