Retha keluar dari gedung pesta, berjalan sedikit demi sedikit menuju pintu belakang. Berada di lautan pasangan yang berdansa membuatnya mual. Entah sudah berapa kali dia menubruk orang lain. Pusing dan kantuk terasa seperti sengaja mempermainkannya hari ini.
Begitu tahu tidak ada orang di sana, Retha menyandarkan kepala dan punggungnya ke dinding. Dia ingin pulang, tetapi mustahil baginya untuk meminta bantuan Grace. Gadis itu pasti sedang bersenang-senang sekarang.
Sialnya, Retha juga masih berada di bawah ancaman Jay. Dia tidak diperbolehkan ke rumah malam ini. Dia sungguh tidak tahu harus ke mana lagi. Memang salah dia pergi tanpa izin.
Sejak tinggal bersama, Jay membatasi Retha dalam banyak hal. Jangankan pesta, pulang malam tanpa alasan saja Jay marah. Tipikal Retha sulit diatur, maka dari itu Jay sering ikut campur.
"Bangsat," umpat Retha sambil menyugar poninya yang berantakan. Baru saja dia memukul dinding untuk melampiaskan kekesalan, tetapi tiba-tiba terdengar beberapa suara familier yang membuatnya termangu seketika.
Retha menghentikan aktivitas sejenak, menandaskan telinganya agar tidak salah dengar. Seolah ada tarikan tak kasat mata, Retha yang awalnya meringkuk kini kembali bangkit. Mendadak dia ingin melihat band mana yang sedang tampil.
"Mau ke mana lo?" Sebelum Retha sempat menginjakkan kaki ke lantai gedung, seseorang tahu-tahu menarik pergelangan tangannya dengan kasar. Dalam sekali gerakan, punggung Retha dibanting ke tembok.
Retha meringis, tetapi kemudian terbelalak begitu dia mengenali siapa yang ada di hadapannya saat ini.
"Masih inget gue, kan, ... Retha?" Senyuman miring tercetak jelas di bibir wanita itu. Tanpa mampu diprediksi, dia mencengkeram kerah Retha hingga membuatnya terpaksa berdiri tegak.
"Mau apa lo?" tanya Retha yang sebenarnya tidak tahu alasan Jiyeon menyerang. Sejak dua tahun yang lalu, dia sudah lepas urusan dengan wanita berambut sebahu itu.
"Menurut lo?" Jiyeon mendekat, berusaha mengintimidasi Retha yang masih bertahan dengan ekspresi datarnya. "Kenapa lo pindah ke sini? Amerika udah bikin lo ga nyaman, ya?"
"Is that your business?" Jawaban dingin Retha membuat Jiyeon tertawa hambar.
"Oh, gue tau. Lo pasti takut sama kita, kan?"
Kini giliran Retha yang terkekeh. "Mau gue pukul sampe pingsan lagi kayak waktu itu?"
Tangan Jiyeon yang bebas perlahan bergerak ke pundak Retha. Tawa remeh masih terdengar, bahkan lebih angkuh dari yang pertama. "Kalo lo ga takut, kenapa lo ngubah penampilan lo sampai kayak gini?"
"Ini nggak ada hubungannya sama lo."
Sontak saja Jiyeon melayangkan pukulan keras tepat di rahang kiri Retha. Retha yang sejak awal sudah lemas otomatis terhuyung. Namun, gadis beriris hazel itu mengupayakan diri untuk tetap kuat.
"Ga ada hubungannya? Lo bisa ngelupain masalah itu gitu aja? Lo masih ga ngerasa bersalah sama sekali? Hebat!" Tepuk tangan Jiyeon terdengar sangat mantap meskipun bertempo lambat. "Gue masih nggak nyangka Jay Park mau nganggep lo sebagai adiknya. Modelan kayak gini, kok, dimanja? Buat apa?"
"Ga usah bawa-bawa Jay." Retha sedikit terprovokasi. Hal yang menyangkut soal Jay memang sering mengusiknya. Dia takut kalau Jiyeon dan teman-temannya berbuat sesuatu pada lelaki itu. "Lagian urusan gue sama Jiheon udah selesai."
Lagi-lagi Jiyeon melayangkan tinjuannya, kali ini tepat di sudut bibir Retha.
"Lo ga paham keadaannya waktu itu, ya!" Jiyeon menarik kerah depan Retha hingga membuat kancingnya terlepas satu. "Jangan bertingkah seakan lo ga pernah ngelakuin sesuatu yang buruk ke dia!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Foreshadow | ENHYPEN
Fanfiction"They shine with their own light. I love them, always and forever." Sebelumnya kamu hanya mengagumi suara mereka dari compact disk milik kakakmu. Namun, siapa sangka semua anggota band itu adalah orang-orang yang selama ini sering mengganggumu. Mere...