21► let me dive into your eyes (sjy)

184 60 57
                                    

Desisan seseorang dari belakang memaksa Retha untuk segera bergegas. Jalan utama mustahil diterobos karena melewati segerombolan laki-laki yang jelas lebih kuat darinya sama saja dengan cari mati. Maka dari itu, Retha memilih untuk berlari ke arah kiri.

Beruntung posisi para remaja itu membelakanginya, sehingga Retha bisa dengan mudah berpindah tempat. Bahasan tentang Jiyeon tampaknya mengambil penuh perhatian mereka.

Retha berhasil keluar dari tempat busuk tersebut meskipun keadaan belum sepenuhnya aman. Persetan dengan tali sepatu yang lepas, Retha tetap berjalan menyusuri jalan penuh sampah sambil sesekali bersembunyi.

"Tumben Bang Chris nggak ikut balapan. Lagi apa dia sekarang?" Salah seorang laki-laki membuka topik baru.

"Nyari cewek mungkin."

"Ngomong-ngomong udah jarang ada orang lewat sini. Gue jadi pengen ma—"

Punggung Retha sontak beringsut di belakang sebuah drum ketika kakinya tidak sengaja menginjak bungkus rokok. Kecerobohan itu menarik semua pasang mata. Sial, sepertinya beberapa dari mereka mulai curiga. Seorang dengan rambut disemir biru tampak memicingkan mata, merasa aneh sebab tadi dia sempat melihat sekelebat bayangan.

"Siapa?"

Keringat sebesar biji jagung mengalir di pelipis Retha. Suara langkah kaki yang mendekat membuat pikirannya berkecamuk. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi selain diam di sana.

"Lix."

Mata Retha terbelalak begitu mendengar panggilan seseorang. Chris, dia datang di waktu yang tepat. Kemunculannya berhasil mengalihkan perhatian semua orang, termasuk laki-laki yang hendak menghampiri tempat persembunyian Retha.

"Kenapa lo?" Laki-laki yang dipanggil 'Lix' mengernyit, heran melihat ekspresi gusar Chris.

"Nggak apa-apa," jawab Chris sambil memegang kening. Dia akui, tenaga Retha saat melawan tadi sangat kuat sampai-sampai berhasil membuat kepalanya berdenyut. "Bantu gue beresin ruang tengah."

"Bukannya udah rapi, ya?"

"Ada tikus lepas, semuanya berantakan sekarang." Terdapat intonasi berbeda dalam perkataan itu, membuat napas Retha tertahan seiring dengan detak jantungnya yang berpacu cepat.

"Nyari siapa?" tanya lawan bicara Chris, menyadari arah pandang Chris yang tampak seperti sedang memindai.

Sepertinya Chris tahu kalau Retha masih ada di sekitar tempat itu, tetapi dia memilih untuk diam saja. Dia menyeringai lalu kembali melangkah ke dalam markas. Laki-laki berambut biru dan tiga yang lain mengekor tanpa banyak bicara. Tampaknya mereka sudah paham betul perangainya.

Asap rokok perlahan menghilang, tanda bahwa tidak ada orang lagi di lorong kumuh itu. Buru-buru Retha beranjak, berlari menuju tujuan awal yang ternyata adalah jalan buntu.

Retha mengumpat. Pandangannya kembali tertuju pada tempat segerombol laki-laki tadi berkumpul. Namun, insting mengatakan bahwa jalan itu masih terlalu berisiko. Dia pun terpaksa menaiki drum untuk mencapai beton pembatas. Tingginya tidak seberapa, sehingga Retha berani naik tanpa mempertimbangkan apa pun lagi.

"Ini rumah siapa njir?" tanya Retha pada angin yang berembus ketika sadar bahwa bangunan di balik tembok adalah rumah kosong. Sebagian besar areanya ditutupi oleh semak belukar dan puing-puing. Retha diam di atas penghalang itu sambil berpikir keras, menerka-nerka jalan mana yang akan dia tuju setelah ini.

Tiba-tiba terdengar tawa dari arah berlawanan, sukses membuat Retha panik bukan kepalang. Tubuhnya lalu oleng karena tidak sempat berpegangan. Sialnya, dia lengah juga saat itu. Alhasil, dia jatuh dari atas tembok tanpa mampu menyelamatkan ponselnya yang terjun lebih dulu.


Foreshadow | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang