Dokter Jeon dan Yuta mempercepat langkah mereka menyusul suster Kim yang berada di depan, mereka dapat mendengar semakin jelas raungan dari pasien yang berada di kamar inap bernomor 507 tersebut.
Dua orang suster tampak berusaha menenangkan Haechan yang terus meronta dan berontak di ranjangnya. Haechan berteriak namun juga kesakitan sambil memegangk perutnya. Kakinya menendang kesana kemari, tangannya naik seakan ingin menggapai sesuatu.
"Master.. Master... maafkan aku.. jangan... jangan hukum aku Masterr....akkhhhhh!!"
"Aku tidak mau bayi lagi... Masteeeerrr. Dimanaa—a Master?"
Haechan menggenggam lengan suster dan bertanya dengan mata membelalak. Dokter Jeon yang melihat itu langsung mengambil alih, dengan sebuah suntikan di tangan kanannya.
"Pegangi dia! Bantu aku!"
Yuta yang sejak tadi masih tertegun karena tidak percaya pada apa yang dilihatnya, tersentak karena suara keras dari dokter Jeon. Yuta membantu para suster yang terlihat cukup kewalahan memegangi Haechan. Bagaimanapun Haechan adalah lelaki, tenaganya jauh lebih besar dari wanita biasa.
"Lepas.. lepaskan aku.. a-aku harus minta maaf.. Master.. dimana.. dimana Masterku? Akkhh..."
Haechan merasakan sebuah suntikan menusuk nadinya. Matanya menoleh mendapati seorang dokter dan wajah familiar lainnya sedang menatap dirinya dengan tatapan khawatir. Otak Haechan memproses lambat, wajah yang dikenalnya... itu.. petugas polisi...
"Yu-Yuta.. hhh.. hyung?"
Yuta menangguk kecil, cukup senang karena dalam kondisi histerisnya Haechan ternyata mampu mengingatnya.
"Haechan.. tenang.. kau aman sekarang... jangan takut lagi.. kau aman..."
Haechan mengerjap, dalam lemah karena pengaruh obat penenang yang mulai menguasai kesadarannya.. Haechan terkikik geli. Yuta maupun dokter Jeon yang mendengar dan melihat, saling berpandangan satu sama lain.
"Kkkkk, tidak... Aku.. tidak takut.. Master akan... Hadiah, kkikikk.. Master..."
Suara Haechan semakin melemah, sayup terdengar kemudian senyap lenyap. Menyisakan suara dengkuran halus dan teratur.
"Dokter, Haechan... dia..."
Dokter Jeon menatap Yuta. Lalu menyuruh para suster keluar. Menyisakan keduanya di ruangan Haechan.
"Kurasa kau harus memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi pada pasienku. Sulit bagiku menyimpulkan jika aku tidak tahu apapun. Kemarilah.."
Yuta mendekat pada dokter Jeon yang mulaai menyingkap baju pasien yang dipakai oleh Haechan.
"Apa yang kau lakukan?"
"Lihat ini."
Yuta mengumpat saat melihat ukiran sebuah nama yang terukir di perut Haechan. MARK dengan huruf kapital. Tidak sadar Yuta mengulurkan tangannya dan mengusap nama tersebut, merasakan tekstur kasar dari kulit yang membuktikan bahwa itu dibuat oleh sesuatu yang tajam.
"Mark brengsek... dia benar-benar gila.."
Dokter Jeon kini berusaha menurunkan celana Haechan, membuat Yuta mengernyit.
"Bukan cuma satu yang gila kurasa, kau juga harus melihat ini..."
Yuta berusaha untuk tidak memalingkan wajahnya saat dokter Jeon melebarkan paha sekal Haechan yang kini hanya memakai dalaman saja. Memperlihatkan paha bagian dalam Haechan.
"Damn it! Aku sudah menduga jika Jeno sialan itu sejak awal memang terlibat.. fuck!"
Yuta menyumpahi Jeno setelah melihat ukiran nama Jeno juga terdapat di tubuh Haechan. Yuta tidak bisa membayangkan Haechan yang kesakitan menerima perlakuan tersebut. Tubuh Haechan yang lainnya pun memiliki bekas luka dan lebam. Yuta menceritakan garis besar kisah Haechan pada dokter Jeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITNESS [END]
Mystery / ThrillerHaechan, seorang pemuda biasa yang tanpa sengaja menjadi saksi mata sebuah pembunuhan. Terperangkap dalam jerat sang pembunuh tanpa tahu bahwa bahaya juga mengancam kekasihnya, Lee Jeno. Kedatangan pemuda misterius bernama Mark Lee di samping kamarn...