Torment ⚠️

3.6K 230 47
                                    

"Halo, ini officer Yuta dari kepolisian Seoul divisi satu.. maaf siapa anda? Anda mencariku? Hallo?"

"Ha—.."

Haechan yang baru saja akan bersuara tiba-tiba berhenti. Mata Haechan menoleh ke samping perlahan, menemukan Mark yang kini melingkarkan lengannya di pinggang Haechan dan meremasnya kuat-kuat. Membuat Haechan terkejut dan meringis. Mark tersenyum sambil mengambil alih ponsel yang berada di tangan Haechan.

"Ma—rk..."

"Hei, kau... apa kau Haechan? Aku mendengar suaramu, Haechan! Kau masih hidup bukan, katakan dimana dirimu saat ini Haechan?? HAECHAN!"

Piip.

Mark menekan tombol merah dan mengakhiri panggilan telepon tersebut. Raut wajahnya tersenyum namun sorot matanya penuh kemarahan. Haechan sedikit bergetar saat Mark mengucapkan terimakasih pada wanita yang tadi meminjamkan ponsel padanya lalu membungkuk sekilas dan pamit dari sana. Wanita itu tampak memandangi Haechan yang ditarik pergi oleh Mark. Haechan menolehkan wajahnya menatap wanita tersebut. Kepala Haechan menggeleng kecil sebelum memalingkan kembali wajahnya ke depan, menatap rahang tegas Mark yang tampak mengeras.

Mark melempar dengan kasar tubuh mungil Haechan ke dalam mobil. Mengendarainya dengan kecepatan sedang namun terkesan terburu menuju ke villa.

Brakkkk.

"Haechan.. sial... kau berniat kabur dariku?"

Mark menghempaskan tubuh Haechan ke lantai ruang tamu villa tersebut. Jeno menyusul Mark dari belakang, baru tiba karena saat Haechan kabur, Jeno juga langsung mencari Haechan. Jeno bertemu Mark dan memutuskan untuk berpencar. Mark maju mendekati Haechan yang meringkuk di lantai. Haechan tidak berani menatap Mark ataupun Jeno. Mark menarik kerah kaos yang dipakai Haechan kuat-kuat, membuat tubuh mungil itu tertarik ke arahnya. Merasakan hembusan nafas Mark yang menderu karena amarah membuncah. Haechan melihat ke mana saja, yang penting tidak bersitatap dengan mata onyx itu.

Takut.

"Kau bahkan berani sekali menghubungi polisi dan mencari Yuta! Kau lupa posisimu Haechan??"

"Wah, Haechan menelepon polisi? Yuta? Nyalimu besar sekali Haechan-ah... apa kau bosan hidup? Hahaha, Mark.. bukankah akhir-akhir ini sikap kita pada Haechan terlalu lunak dan baik? Sepertinya submissive kita mulai lupa diri dan harus diberikan hukuman.."

Hukuman? Tidak! Haechan hanya ingin hadiah, bukan hukuman!

Kepala Haechan menggeleng ribut. Kedua tangannya naik dan memegang lengan Mark yang masih mencengkram kaosnya, kali ini Haechan memberanikan diri menatap mata Mark. Masih menggeleng-geleng.

"Maaf.. maafkan aku.. Master... maaf.. jangan hu—hukum aku.. Master..."

Mark tidak melepaskan cengkramannya, malah mengarahkan tangannya ke leher Haechan. Mencekik leher jenjang itu hingga Haechan terbaring di lantai dan megap-megap karena nafasnya sesak. Mark sungguhan mencekik Haechan, sambil terkikik.

"Aff.. maaf... Ma.. Master... lepashh... akh...."

Haechan terbatuk saat Mark melepaskan cekikannya, menggelinjang di lantai berusaha menghirup oksigen yang terasa menipis di dadanya. Kini lengan Mark menuju ke perut Haechan yang masih rata. Menekan perut itu kuat, Haechan mengerang.

"Kau ingin bayi Haechan?"

"Ti—tidak.. tidak lagi, Master... ss-sakit.. Master..."

Haechan meringkuk karena melindungi perutnya dari tekanan yang Mark berikan. Jeno keluar dari kamar membawa sebuah borgol. Haechan yang masih meringkuk terkejut saat kedua tangannya ditarik dan diborgol.

WITNESS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang