Insanity ⚠️

4.5K 286 85
                                    

"Kikikikikkk... manisss... bangunnn... bangunlah... ingat pesanku, jangan kemana-mana ya? Ya? Kkkkk...."

"Manisss... manisss.. aku ingin memakanmu, lagi... lagi... ayo bermain, di atasku... Kkkkikkikikkik... cantik sekaliii...."

"HAHHH!"

Nafas Haechan memburu, dadanya naik turun dengan begitu cepat. Haechan membuka mulutnya, berusaha meraup pasokan oksigen di sekelilingnya. Haechan merasa sesak. Jemarinya meremat dada yang bertalu kencang dan ribut.

"Aghhh...."

Jemari yang awalnya ada di dada, beralih ke kepala dan memijat kening yang saat ini terasa begitu nyeri. Haechan pening. Haechan mengingat kejadian yang menjadi penyebab dirinya tidak sadarkan diri. Haechan melihat ke sekeliling dan mendapati dirinya berada di kamarnya sendiri. Pukul enam sore. Haechan menghela nafas, untung saja café tempatnya bekerja masih di renovasi. Hidungnya mencium aroma khas ramen. Tidak lama kemudian, Jeno masuk ke kamar Haechan sambil membawa dua mangkuk ramen panas yang tampak baru matang.

"Haechan, sayang.. kau sudah bangun.. apa yang terasa sakit? Adakah?"

Haechan menggeleng pelan, namun meringis seketika karena denyutaan di kepalanya muncul lagi.

"Anghhh shh.. kepalaku..."

Jeno menyimpan mangkuk ramennya di nakas, lalu duduk di sisi ranjang dan mengelus pelan kepala Haechan, memberikan sedikit pijatan membuat Haechan menyandarkan tubuhnya di dada Jeno.

"Pusing?"

"Humm, i-iya.."

"Sudah kubilang kau terlalu banyak berpikir, kau ketakutan.. lain kali kumohon ceritakan apapun padaku. Jangan pernah menutupi apalagi menyembunyikan sesuatu dariku Haechan... lupakan semuanya. Mimpi burukmu tidak akan datang lagi..."

Haechan mulai bernafas teratur dalam pelukan kekasihnya, dominan-nya. Mengangguk menyetujui walaupun sebenarnya hati dan pikirannya masih terasa janggal dan aneh. Sosok seorang Mark Lee, bahkan sentuhan hingga suara dan beratnya nafas Mark masih Haechan ingat dengan baik. Terpatri dengan baik di alam bawah sadar Haechan. Benarkah Mark hanya halusinasi dan delusi yang Haechan ciptakan?

Tidak mungkin. Aku tidak gila, batin Haechan. Tapi rasanya aku mulai kebingungan membedakan mana yang sungguh terjadi dan mana yang tidak benar-benar terjadi.

"Haechan, sekali ini saja turutti ucapanku. Karena kondisimu yang kurang baik, maaf jika aku lancang tapi aku sudah mengajukan cuti pada bos Minimart-mu serta café tempatmu bekerja. Kau harus istirahat.. tenang saja aku akan menemanimu. Aku juga mengajukan cuti di perusahaanku. Yah, kebetulan jatah cuti-ku belum kugunakan sama sekali..."

Jeno menyerahkan semangkuk ramen pedas pada Haechan. Haechan menerimanya, sebenarnya tidak setuju dengan keputusan Jeno karena ayolah tujuh hari tidak bekerja! Haechan pasti bosan dan gajinya pasti berkurang! Haechan menyantap ramen bersama Jeno di dalam kamar, pasti baunya akan tertinggal sampai besok pagi.

Haechan terkesiap saat melihat ke arah pintu kamarnya, disitu Haechan melihatnya. Melihat Mark yang sedang berdiri mengintip kegiatan Haechan makan bersama Jeno. Jeno menoleh karena Haechan yang tampak terpaku dan menegang dengan arah mata memandang pintu kamar.

"Haechan.. Chan... kau kenapa?" Jeno mengibaskan tangannya di depan wajah Haechan yang tiadk berkedip sedikitpun.

"Jen.. Jeno... kau tidak melihatnya?" Haechan menunjuk pada pintu kamarnya.

Jeno mengikuti arah telunjuk Haechan dan mengernyit bingung karena Jeno tidak melihat apapun.

"Apa? Tidak ada apa-apa di sana..."

WITNESS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang