Chap. 1. Ayah

43 2 0
                                    

Rasanya baru beberapa menit yang lalu Aku duduk di sofa dengan wajah tertunduk, mendengarkan semua omongan Bunda yang membuatku gerah habis-habisan.

Seakan AC tak berfungsi di ruangan itu.

Rasa penat yang sempat mampir tiba-tiba hilang entah kemana, menyuruh ku tetap menatap lantai yang di balut karpet silver.

Tapi sekarang, lihatlah!
Aku sudah ada di antara puluhan Siswa-Siswi di kelas XI Biologi A.

Aku sempat menguap beberapa kali, pelajaran Biologi kali ini membuat kantukku tak mereda.

Namun tetap saja ku tahan untuk tidak tertidur, meski rumus-rumus yang di tulis di whiteboard menambah linglung mataku.

Apalagi penjelasan Pak Tommy--Guru paling killer plus Wali kelas ku, Aduuh... makin tambah berputar-putar saja kepalaku ini.

Kurasakan Dara menyikutku pelan, Ia duduk persis di sampingku--sebangku. Bibirnya bergerak mengatakan kenapa.

Tentu saja Dara sadar jika Aku sedang menguap, bahkan Ia selalu menoleh dan keheranan melihatku yang tak biasanya seperti ini.

Bagaimana tak heran, mungkin ini adalah pertama kalinya Dara lihat Aku semengantuk ini, karena sejak menduduki bangku SMA, seingatku tidak pernah secapek ini di kelas. Apalagi saat pelajaran sedang berlangsung.

Aku hanya mengangkat kedua bahuku untuk menjawab Dara, tanda Aku pun tak tahu.

Dara mengernyit melihat jawabanku. Namun tak lama, Ia pun kembali fokus pada penjelasan Pak Tommy, mengacuhkanku.

Aku yang juga tak paham dengan diriku saat ini, berusaha untuk menahan rasa kantuk yang menyerang mataku.

Bagaimana bisa paham, kadang tidur jam dua dini hari tak membuatku masalah.

Ahh! Waktu...
Kapan istirahatnya sihh?!

___***___

Gara-gara tak sempat sarapan tadi pagi, membuat perutku keroncongan.

Ku pesan Mie Ayam dengan Es Lemon Tea, sedangkan Dara Bakso telur serta Es tea, dan Keyra, Ia memesan Nasi Goreng tanpa terasi dengan topping Ayam dan Telur, beserta Jus Melon favoritnya.

Alhasil, kini Kami pun khidmat menikmatinya, tak ku rasakan lagi kantukku menyerang, entah sudah kemana, Aku tak peduli.

"Lo tadi malam tidur jam berapa sih Fan?" lantas Dara menyerah dengan kesenyapan di antara Kami--tentu saja selain Kami ramai, apalagi ketika para sendok dan garpu beradu penting dengan para piring dan para mangkok, di tambah percakapan, percekcokan, perdebatan para murid lain, Aku menatapnya mengernyit, tidak biasanya Dara bertanya, Aku tidur jam berapa?
Tidur di mana?
Dan bersama siapa?
Eh, soal yang terakhir tentu saja Aku sendiri.

Keyra yang seakan tak ingin di ganggu acara makannya pun terhenti, dengan mulut yang masih terisi penuh Ia menoleh, menatap si Dara keheranan, memasang wajah mengernyit persis seperti ku. Tak paham.

Ia percepat mengunyah Nasi Goreng di mulutnya, setelah di rasa sudah habis...
"Hahahaha... Ra', sejak kapan lo peduliin tidurnya Fany?" dan tertawa kembali.
Aku dan Dara hanya memandangnya saja, tak ikut tertawa.

Toh, gak ada yang lucu kan?

"Lucu ya key, Gue nanya gitu sama Fany? Ketawanya kok gitu amat sih?" protes Dara bingung, Keyra yang terpingkal-pingkal refleks berhenti, mengatur napas.

"Ya tumben aja gitu, biasanya yang sering nanya kek gitu ke Fany kan Gue, Lo mana peduli Fany tidur jam berapa, makanya Gue ketawa... Ini adalah fenomena langka di antara Kita." Jelasnya kemudian.

A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang