Lelah? Tentu!
Aku tak habis pikir dengan semua orang yang ada di ruangan ini. The Penthouse Restourant.
Sudah Dua Jam berlangsung. Bukan, lebih tepatnya hampir Tiga Jam.
Apa Mereka tak kelelahan? Ah, Aku saja sudah merasa jenuh dan segera ingin beristirahat. Padahal dari tadi Aku tak banyak mengeluarkan suara, sedangkan Mereka? Ya ampun... sampai kapan sih mau ngobrol?
Tante Rania--Mama Kak Ren-- sudah lebih dulu pamit pulang, Ia tak ikut andil untuk mengobrol lebih lama, sebab penyakit yang Beliau derita cukup beresiko. Hanya sekitar Tiga Puluh menit saja Tante Rania bergabung, lalu pergi di antar sopir pribadi.
Dan sampai kini, Ayah, Bunda, Om Rayyan--Papa Kak Ren-- dan Kak Rendra, masih asyik mengobrol tanpa memedulikanku yang sudah sejak tadi menahan ke-jenuh-an.
The Penthouse Restourant, Ruangan serba elite dan mahal, pastinya, namanya juga Penthouse! maka tak elak jika berada di lantai paling atas. Membuat Kita yang berada diruangan ini bisa melihat seluruh penjuru Kota Jakarta.
Hah, pemandangan yang fantastis dan real tentunya, tak menciptakan kenyamanan tersendiri bagiku.
Entahlah?
Malah sebalikya. Aku ingin cepat pulang dan istirahat, itu saja!
Tapi tahu sendiri kan? Aku tak berani mengajak ke-dua orang tua-ku pulang. Apa lagi jika seperti ini, Mereka masih terlalu asyik ketawa-ketiwi gak jelas. Padahal acara inti dari pertemuan ini sudah selesai sejak tadi, saat Tante Rania masih belum pulang.
"Maaf sebelumnya Om, Tante, Pa, Aku harus pamit duluan, ada tugas yang masih belum kelar, dan besok harus persentasi..." Ucap Kak Rendra tiba-tiba.
"...dan, Aku izin buat mengantar Fany pulang lagi, soalnya berangkatnya Aku jemput, pulangnya pun harus di antar." Imbuhnya, membuatku terkikik geli mendengar penuturannya barusan.
Pembawaan katanya kok kaku amat sihh kaak?!
Om Rayyan tersenyum sembari melirik Ayahku.
"Iya gak papa, kayaknya Fany dari tadi emang gak sabar pulang.."
Ayah kalau sadar kenapa masih asyik ngobrol sih? Oh, atau jangan-jangan Ayah ingin Aku bareng Kak Ren lagi? Huffft... dasar menyebalkan!
Tanpa sadar Aku memanyunkan bibirku.
Bunda yang duduk disampingku mengelus pahaku lembut, membuatku menoleh ke arahnya. Aku tersenyum kala melihat Bunda tersenyum hangat, dan mengangguk paham akan diriku yang sudah jengah sejak tadi.
"Ayo Fan, Kita pulang.." ajakan Kak Rendra sontak mengalihkan pandanganku. Tanpa basa-basi, Aku lantas berdiri...
"Saya pamit pulang Om, Ayah.." dan menundukkan badanku.
Setelah mendapatkan anggukan dari keduanya, Aku beralih menatap Bunda.
"Aku pulang duluan ya Bun,"
"Iya, hati-hati ya sayang."
Aku tersenyum kembali dan mengangguk pelan, lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan yang super mewah ini, menghampiri Kak Rendra yang sudah menungguku di pintu.
___***___
Karena suasana yang hening, Aku tertidur.
Namun Aku terbangun akibat sentuhan lembut di hidungku, serta suara bariton yang begitu ku kenal.
"Udah sampai... bangun." Ya, itu suara lembut Kak Rendra.
Perlahan Aku membuka mata, dan menyisir sekitar tempatku berada. Benar, ini sudah di depan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Dream
Teen FictionSeakan nyata, namun tidaklah nyata. Kian sulit jika terus ku memikirkannya, seolah hanya mimpi yang terbalut oleh nyata. Namun, apalah arti hayal ? jika sudah cinta walau hanya sendiri. Memilikimu adalah suatu hal yang tidak mungkin, Mencintaimu ada...