14. Ingin berani

701 80 8
                                    

Hari-hari tanpa sadar sudah bergulir begitu banyak, melewati berbagai momen yang sedikit terlupakan oleh kesadaran. Mentari bulan silih berganti menemani jagat setiap harinya, menemani benak-benak yang masih sibuk dengan ributnya senandika berkisah.

Pandu sibuk, namun batin dan angannya tak kalah sibuk. Tepat 3 bulan setelah perkelahian Helmi dan Baron, Pandu lebih banyak diam di rumah, menanti di rumah, berharap di rumah. Terakhir kali bertemu dengan Helmi dan Maya adalah sekitar satu bulan yang lalu, di mana dia dan Maya sendiri diminta untuk memberi keterangan sebagai saksi.

Kini Pandu selalu menebak-nebak bagaimana situasi gadis itu sekarang setelah Helmi ditahan, apa mungkin dia sedang menyalahkan diri sendiri? Apa ... dia baik-baik saja?

Maya pasti sedang membutuhkan banyak ruang setelah apa yang sudah terjadi. Gadis itu perlu mendamaikan diri dari segala kekacauan batin. Pandu paham, Pandu tahu dan maka dari itu dia sengaja tak berusaha menemui dulu, kendati hati sudah sangat rindu.

Malam ini rumah sepi, orang tuanya sedang menghadiri acara keluarga, sedangkan Panji entah ke mana. Bersama ponsel di genggaman, pemuda itu duduk sendirian di ruang makan sambil memperhatikan kepulan asap dari kopi yang baru saja dia buat. Tak ada yang diharapkan dari ponsel itu, dia hanya butuh keberadaan benda tersebut untuk menemaninya dengan musik-musik ringan yang terputar. Untuk menemani batin yang tak kunjung berhenti merasa galau.

Galau?

Ya, mencemaskan pintu yang awalnya sudah sedikit terbuka, kembali tertutup rapat akibat terpaan angin kencang.

Hari-hari terus menanti. Harapan timbul saat ada sedikit momen yang memungkinkan dirinya bisa diterima. Akan tetapi tak jarang harapan itu pupus akibat pukulan yang tak terduga.

Pandu lelah? Ya. Tapi dia tak ingin menyerah.

Kepulan asap menyebar saat dia meniupnya demi bisa menyeruput air hitam yang dia suka. Merasakan sensasi perisa pahit menyentuh lidah yang menjeda kantuk datang. Napas kemudian berembus halus seraya meletakkan kembali cangkir ke atas meja.

Suara musik terjeda oleh notifikasi WhatsApp yang tiba-tiba berbunyi. Pandu pikir hanya temannya yang ingin menanyakan tugas atau jadwal kuliah, ternyata satu notifikasi tersebut sukses membuat seluruh pembuluh darahnya seorang mengalir cepat, membuat jantung berdegup kencang dan kelopak mata spontan melebar.

Maya🔒
Kak ...

Sudah lama sekali sejak nomor WhatsApp-nya diblokir oleh si pemilik, Pandu sama sekali tak membuka aplikasi tersebut dengan sering kecuali kalau ada kebutuhan. Ruang obrolan itu pun tenggelam, lama sekali tak dia lihat.

Sekarang saat nama itu muncul dengan foto profil boneka beruang yang kembali terlihat, Pandu seolah dibawa ke alam yang lebih indah dari dunia. Maya ... kembali menghubunginya.

Saya
Maya? Ini serius kamu, May?

Maya🔒
Maafin aku, Kak

Saya
Gak gak, gak boleh minta maaf
Aku seneng banget kamu udah buka lagi block-nya

Senangnya tak tertolong sampai reaksi tubuh dan wajah tak bisa dikendalikan.

Maya🔒
Kak

Saya
Iya, May?
Kamu butuh sesuatu?
Kamu mau aku bawain apa?
Mi ayam? Martabak manis?
Mau apa?

Maya🔒
Aku mau ketemu Kak Pandu
Besok

Saya
Beneran?

Menanti Pintu TerbukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang