4. Orang baru lagi

421 82 9
                                    

Hari berganti dan waktunya orang-orang menjalani aktivitas mereka kembali di hari Senin, termasuk Maya. Seperti biasanya, dia selalu berangkat dan pulang bersama Helmi, bahkan sampai saat ini yang mana abangnya itu sudah masuk kuliah.

"Ntar lo pulang sendiri, ya?"

"Mau ke mana lo?"

"Mau nongki sama temen."

"Dih, gitu ... mentang-mentang udah ada temen baru. Gue dilupain. Katanya gue prioritas?"

Bukan Helmi namanya jika tidak membuat adegan menjengkelkan. Dia tertawa kecil melihat wajah sinis Maya yang sebal dengan pernyataannya.

"Lo tahu gue abang lo, kan?"

"Ya tahu, lah!"

"Ya udah percaya aja sama gue. Yang tadi, mah, bercanda. Yakali gue biarin lo pulang sendiri."

"Bangsat emang."

Umpatan Maya terlalu menggelitik di telinga Helmi, membuat pemuda itu kian keras tertawa lalu mengacak pelan puncak kepala sang adik.

"Ish, udah sana berangkat."

"Inget. Kalau ada apa-apa, langsung telpon gue."

"Iya iya."

"Gak usah mikirin gue sibuk atau enggak, pokoknya kalau ada masalah langsung hubungi gue."

"Iya, Bang."

"Janji, ya?"

"Janji."

Mungkin ini terdengar sedikit dramatis, tapi ketahuilah bahwa Helmi sungguh mengkhawatirkan Maya jika tak selalu dekat. Dia berencana untuk tidak dulu masuk kuliah demi menunggu Maya lulus agar bisa satu angkatan. Akan tetapi Maya tak mengizinkan hal itu. Maya sangat tidak ingin memberatkan siapa pun termasuk dirinya yang sebenarnya sangat tidak masalah jika harus gapyear.

"Ya udah."

Helmi pun melajukan motor, berangkat ke kampus. Sementara Maya langsung menuju ke kelas untuk menemui teman-temannya.

"May!"

Akan tetapi hendak masuk ke dalam kelas, tiba-tiba salah satu tangannya ditahan oleh seseorang dari belakang. Sontak, keterkejutan membuat kepalanya menoleh.

"Lo lagi." Maya lekas menarik tangannya seraya melayangkan tatapan malas. "Kenapa?"

"Adek gue ulang tahun nanti sore. Gue ngundang lo, nih. Mau, gak? Nanti pulang sekolah, bareng gue aja."

Sebentar, tidak ada respon apapun. Maya memperhatikan wajah pemuda ini sambil berpikir bagaimana cara untuk menolak ajakannya agar tidak lagi mendekat dan mengganggu.

"Mau, ya?"

Napas halus lantas berembus, tak mengubah sorot mata yang sudah menutupi kesan ramah di pandangannya sejak dua tahun terakhir.

"Gak. Maaf, gue ada acara sendiri di rumah." Maya hendak kembali melanjutkan langkah memasuki kelas, namun lagi-lagi ditahan.

"Kalau gitu, nanti istirahat mau makan bareng, gak? Gue traktir."

Dulu, Maya tidak pernah menolak suatu ajakan. Dia selalu menerima ajakan orang-orang yang sekiranya tidak menggangu aktivitasnya dan tidak mengancamnya. Namun, kali ini dia sering sekali menolak, baik itu ajakan maupun pemberian.

Mungkin Maya masih sering tertawa jika bersama dengan teman akrab. Akan tetapi sungguh, di balik itu dia sudah tidak lagi mempercayai siapa pun yang berasal dari luar rumahnya.

"Enggak. Gue bawa bekal sendiri." Lagi-lagi Maya menepis tangan pemuda tersebut lantas bergegas masuk ke kelas.

Ketahuilah bahwa orang yang berusaha mendobrak pintu rumahnya bukan hanya Pandu. Ada satu orang lagi yang baru saja hadir dan mencoba untuk mencari perhatiannya. Seorang siswa pindahan yang masuk saat tahun ajaran baru tahun kemarin. Katanya anak pejabat dan cukup menjadi idaman para gadis.

Menanti Pintu TerbukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang