1. Sungguh

931 100 0
                                    

Bunga tidur tak selamanya harum juga indah. Bunga tidur dapat mengadaptasi sebuah memori kelam, yang mana hadirnya dapat membuat derita lama seolah datang menyerang. Lagi, Maya didatangi mimpi buruk yang entah sudah berapa kali membuat tidurnya tidak nyenyak. Mimpi yang sama di mana hanya menimbulkan ketakutan lama hadir kembali.

Kini, dia mendudukkan diri di tengah degup jantung yang bergemuruh. Atensi beralih ke arah jam dinding yang sialnya masih menunjukkan pukul 12. Malam begitu lambat dan tubuh butuh pagi datang untuk meredakan ketakutannya.

Hilang sudah rasa kantuk. Gemetar tidak bisa dikendalikan, meringkuk memeluk lutut seraya menumpahkan air mata sekaligus menepis berbagai hal menyeramkan yang masih terlintas.

Dua tahun terlampaui, tapi kejadian itu masih terasa begitu segar di dalam benak. Tawa yang menyelingi, belum cukup untuk membuat tangisnya tersembunyi dan kebahagiaan yang sudah terealisasi, masih belum bisa menyembuhkannya dari kegelisahan hati.

Maya, masih belum baik-baik saja.

"Assalamualaikum."

Tiba-tiba pendengarannya menangkap samar-samar suara Bayu bersama suara pintu yang tertutup. Mengingat jam yang baru saja dia lihat tadi, sepertinya papanya itu baru pulang kerja.

Bergegas, gadis tersebut turun dari tempat tidur lalu keluar dari kamar. Langkah begitu cepat dia ambil hingga bisa melihat sosok Bayu yang hendak menuju ke kamar.

"Papa!"

Hari sudah sangat malam, tentu pria itu sangat terkejut saat mengetahui Maya masih belum tidur.

"Loh? Kok, belum tidur?"

Kembali air mata luruh tanpa disuruh sebelum kaki berlari ke arah sang pilar yang selalu menyangganya setiap kali jatuh dan beringsut memeluk tubuh lelah pria itu.

"Papa ...."

Sebenarnya tak perlu bertanya kenapa. Sudah pasti Maya sedang diingatkan kembali dengan traumanya. Akan tetapi karena konsentrasi berkurang dan karena keterkejutan, Bayu refleks melepaskan tangan Maya kemudian beralih ke wajah gadis tersebut.

"Kenapa, Sayang?" Guratan khawatir tercetak jelas di wajah Bayu saat bertatap dengan mata basah sang gadis. "Hm?"

Tak mampu menjawab karena dada begitu sesak, tenggorokan tercekat, Maya kembali memeluk tubuh sang papa dan menumpahkan rasa gelisahnya melalui air mata. Isak terdengar kian keras seiring cairan pelupuk yang semakin diperas.

Sungguh, jika mimpi itu kembali datang, Maya lebih memilih untuk tidak tidur daripada harus merasakan ketakutan yang luar biasa. Tak ada yang bisa dia lakukan, selain mencari keberadaan Bayu dan menjatuhkan diri ke pelukannya.

"Maya gak mau tidur, Pa. Maya gak mau ketemu orang itu lagi."

Mendengar rintihan di sela isakan tersebut, seketika Bayu mengeratkan pelukannya.

Mimpi buruk Maya, tetap menjadi mimpi buruknya dan itu masih bergentayangan di dalam lembaran baru ini. Berbagai cara sudah dilakukan untuk menciptakan momen damai, tapi tetap saja percuma jika semua itu hanya sebuah topeng.

"Tidur bareng Papa aja, ya?"

"Gak mau tidur."

"Ada Papa. Ayo?"

Maya kian menenggelamkan wajah di dada Bayu seperti sedang bersembunyi dari sebuah ancaman. Tubuh masih tegang, ikut merasakan luluh lantak hati akibat benak yang kembali memutar memori kelam.

"Maya liat dia lagi. Maya gak mau."

Bayu menghela napas pelan sambil berusaha melepas pelukan Maya. "Sayang, lepasin dulu, liat Papa."

Menanti Pintu TerbukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang