Prolog

1.4K 10 0
                                    

Malam itu Abah hampir kehilangan kesadarannya setelah melihat Asih, anak kesayangan semata wayangnya pulang ke kamar kosnya dengan ditatih oleh temannya. Abah tak menyangka anak desa yang lugu itu ia temui dengan keadaan mabuk berat. 

Abah memang sengaja tidak memberitahu Asih bahwa dia akan datang menemuinya untuk memberi kejutan di hari ulang tahunya. Lima jam Abah menunggu Asih yang katanya dia pulang kerja jam sembilan malam. Mang ujang pengurus kos, ngasih tahu Abah kalo Asih memang suka telat kalo pulang dan mengajaknya untuk menunggu di ruang jaga. Abah yang mengenal baik anaknya dari kecil hanya menganggap Asih pulang hanya karena dia lembur.

Kue ulang tahun yang dibawa Abah hancur bersama hatinya melihat kondisi anaknya yang satu itu. Dia membaringkan Asih di tempat tidur dan mengusir dengan kencang teman Asih yang berambut pirang itu, teriakan Abah memecah keheningan dini hari hingga semua penghuni kamar kos keluar untuk melihat keributan itu. Teman wanita Asih yang bertato dengan rambut dicat pirang itu pergi meninggalkan Asih tanpa sepatah kata.

Abah membersihkan muka Asih yang penuh dengan make up yang sudah tak karuan, sesekali dia juga membersihkan muntahan Asih yang keluar tak terkendali karena dia mabuk. Abah sekarang memang marah luar biasa namun perasaan yang paling dia rasakan adalah rasa bersalah karena melihat putrinya yang dulu lugu dan soleh walau nakal, menjadi wanita yang jangankan berkerudung, bajunya yang terbuka dan mabuk-mabukan menjadi bukti bahwa Asih sekarang jauh dari agama.

***

Esok paginya, Asih kaget melihat Abah yang tertidur sambil duduk. Dia memegang handuk basah yang ia pakai untuk menyeka muntahan Asih yang tercecer di lantai. Dia malu melihat dirinya yang berantakan terlihat oleh Ayahnya sendiri, perasaan bersalah ia rasakan karena tidak menjadi anak yang membanggakan Ayahnya.

“Eh.. Asih udah bangun?” Abah terbangun dari tidurnya.

“Abah kapan kesini?”

“Tadi malem, Abah cari sarapan dulu yah, pasti Asih lapar.”

“Kenapa bah?”

“Kenapa apanya?”

“Kenapa abah masih baik ama Asih padahal Asih kaya gini.”

“Abah.. gak tau kenapa Asih sampe kaya gini, yang jelas Abah salah karena ngebiarin Asih sampe kayak gini.”

“Kenapa juga abah yang salah?! Kenapa Abah ga marahin Asih? Gak ngebuang Asih? Kenapa Abah gak pernah ngertiin Asih?!”

Dengan Lembut Abah menjawab.

“Asih, Abah juga marah ngeliat asih yang mabuk-mabukan. ini dilarang agama! tapi semua orang bisa bertaubat dan memperbaiki diri.”

"……"

“Asih, ikut abah pulang ke desa yah? kita bisa belajar memperbaiki bareng.”

“Enggak! Asih ga mau, Abah di desa selalu mentingin warga daripada Asih. Semenjak ibu meninggal, Abah selalu ga punya waktu buat Asih! bahkan sejak kecil Asih selalu tidur sendirian di rumah karena Abah sibuk ngebantu warga! emangnya Abah siapa? kepala desa? Asih mending di sini sama temen-temen Asih daripada sendirian di Desa. Abah sana pulang sendiri aja! Urus temen-temen abah sama kebo nya!”

Amarah Asih meluap tak tertahankan, entah karena masih terpengaruh oleh Alkohol atau dia sudah muak dengan keadaan yang menimpa dirinya. Abah tanpa sepatah kata langsung pergi dengan muka penuh kekecewaan, meninggalkan Asih sendirian di kosannya.

Asih hanya bisa menangis setelah ayahnya pergi, dia berada di dalam sebuah perasaan bersalah karena dia mengutarakan apa yang dia rasakan dengan cara yang buruk. Asih terus menangis sementara tetangga kosnya hanya mengintip melihat pertengkaran di pagi hari itu. Tidak seperti di kampung, tetangga akan peduli dan menengahi jika ada pertengkaran, namun di kota tidak ada yang peduli bahkan pertengkaran akan dijadikan bahan hiburan bagi mereka.

Asih tertidur setelah menangis di pagi hari itu, adzan dzuhur membangunkannya pada kenyataan yang tak mau dia ingat lagi. Perut Asih berbunyi, tanda dia sedang merasakan lapar. Maklum saja dari kemarin malam tak ada makanan yang masuk ke perutnya. Dia frustasi setelah diputuskan secara mendadak oleh *pacarnya di hari ulang tahunya, padahal tidak ada masalah diantara mereka. Asih yang tak terima dia diputusin tanpa sebab, berusaha ke rumah pacarnya untuk mencari kejelasan.Namun yang ia temukan kekasihnya sedang bersetubuh dengan wanita lain, Asih yang kecewa berat pergi ke bar tempat dia bekerja dan mabuk-mabukan disana. Dia sangat kecewa terhadap laki-laki yang ia harapkan bisa membahagiakannya. 

Asih melihat sebuah kotak kecil di bawah meja yang Abah tinggalkan. Asih kaget melihat kotak yang itu berisi sebuah kue ulang tahun. Dia menyadari bahwa sosok laki-laki yang dia bentak itu adalah laki-laki yang paling peduli terhadapnya. Dia memakan kue itu sedikit demi sedikit sambil meneteskan air mata.

***

Esoknya dia masuk kerja dan bertemu dengan Zoe, seorang perempuan berambut pirang yang memapahnya pulang ke kosan. Zoe menyapa Asih namun dia mengacuhkannya seolah banyak beban yang ia tanggung. Dikala istirahat Zoe mencoba menghibur Asih yang sedang termenung sendirian di pojokan bar sambil membawa lap, dia memutar lap itu di sebuah meja di area yang sama berulang kali dengan tatapan yang kosong.

“Hey, lo gapapa? 

“.......”

“Anak ini masih mabok ya? jangan sampe lo mabok lagi ya hari ini! berat tau walo badan lo kecil.”

“Eh, lo yang bawa gue ke kosan? lo gapapa? lo kan lagi hamil.”

“Gapapa gue kuat ko, walo gue ujung-ujungnya takut sama Abah lo yang ngusir gua haha.”

“A.. Abah udah ada di kosan pas aku balik?”

“Iya, Kata Pak Ujang dia udah nunggu lima jam! pasti dia marah besar liat anak gadisnya mabok! Hahahah.. BTW lo ga berantem ama Abah lo kan?”

Zoe yang berbicara basa basi tentang Ayahnya Asih, dengan harapan bahwa Ayah Asih yang memarahinya kemarin tidak melakukan apapun kepada anak gadis itu. Asih yang sedang sensitif mengenai ayahnya itu, tiba-tiba menangis kencang memeluk Zoe. Dia mencurahkan semua yang terjadi di pagi itu dan Asih sungguh menyesalinya.

“Aku harus gimana Zoe?” Tanya Asih dengan cucuran air mata di pipinya.

Zoe mengelus Asih, dia tidak menyangka anak tomboy yang tangguh itu mempunyai sifat feminim yang sangat rapuh. Namun amarahnya yang membludak ditambah efek Alkohol yang masih ada, membuatnya menjadi lepas kendali, teriakan Asih pagi itu, membuat setiap Ayah akan merasa hancur dengan perkataannya itu.

“KRIIING” 

Suara ponsel Asih berbunyi, nampak sebuah kontak yang sedang mereka bicarakan mendadak menelepon Asih seolah terdapat hubungan batin diantara mereka.

“Angkatlah.” Sahabatnya yang berambut pirang dan sedang hamil itu meminta Asih untuk mengangkat panggilan itu.

“Assalamualaikum, iya bah ini Asih.”

“Asih, ini bibi.. Kamu bisa pulang ke kampung ga hari ini?” Ternyata adik kandung Abah yang menghubungi Asih menggunakan ponselnya Abah.

“Eh emangnya kenapa bi?”

“Abah jatuh pingsan dan sekarang dirawat di rumah sakit.”

“APA BI? Iya bi Asih pulang sekarang.”

“Tapi ada masalah Asih.”

“Masalah apa bi?!”

“Masalahnya pas Abah siuman barusan, bibi disuruh Abah buat hubungi kamu, buat pulang ke Kampung tapi harus bawa suami.”

“HAH SUAMI?!”

***

Gak Sengaja Poligami!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang