#Drama, psikologi, romansa gelap
(!) R-18+Prompt: Buatlah cerita angst penyesalan, no comeback comeback
***
Karelleo, laki-laki nan rumit untuk diketahui pola pikirnya, meski Raisya sudah mengenalnya sejak belia. Keduanya pun tinggal di bawah atap yang sama hingga dewasa. Namun, semua perilaku ganjil Karelleo tak bisa ditepis begitu saja.
Ketika beranjak remaja, Karelleo sudah mulai menunjukkan perilaku berbeda, sehingga membuat Raisya ketakutan setengah mati. Sudah bertahun-tahun pula dia memendam trauma sendirian.
Saat itu mereka berada di bangku SMP. Pertumbuhan Raisya membuat sesuatu dalam diri Karelleo menggebu. Akhirnya tiap malam, dia pergi ke kamar Raisya untuk sekadar mengamati gadis itu dalam bias cahaya temaram.
"Sya ...," gumamnya pelan tanpa ingin mengganggu tidur nyenyak sang pemilik nama. Meski di sana, Raisya merasa tak nyaman ketika tengah diawasi oleh sepasang mata kelam milik lelaki itu.
Pada suatu hari dia menghampiri kamar Karelleo, guna mengerjakan PR bersama. Namun, Raisya justru tidak menemukan sosoknya, tetapi terdengar suara lain dari balik kamar mandi. Hal itu pun mengundang rasa penasaran tersendiri bagi Raisya.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka--menampakkan tubuh polos Karelleo. Raisya terbelalak, segera dia menutup mata kuat-kuat. "M-maaf ...." Dia merutuk seraya melangkah hendak keluar.
Dengan gerakan cepat, Karelleo menghalangi Raisya. Lalu segera mengunci pintu kamar dan membuangnya asal. Raisya kebingungan dengan tingkah Karelleo. "Ka-Karel. Kamu kenapa?"
Karelleo tak menggubris. Ia memiting tangan Raisya, kemudian menghempaskan tubuhnya ke kasur. Alhasil, buku-buku pelajaran yang dibawa oleh gadis itu bertebaran di lantai.
Raisya hendak mencoba bangkit tatkala menyadari perlakuan tak biasa tersebut, tetapi Karelleo lebih dulu mengunci pergerakannya. Lantas mengulum bibir Raisya dengan kasar, sehingga ia kesulitan bernapas.
Raisya getir. Tindakan lelaki itu sudah cukup menjawab pertanyaannya selama ini. Semakin berganti hari, semakin bejat pula perlakuan Karelleo. Membuat Raisya selalu menangis. Sungguh itu sangat menyakitkan. Seolah Karelleo menyiksanya untuk mati dengan cara yang tak tak lazim.
Raisya ingin kabur dari rumah itu, dia tidak tahan harus menunggu sampai lulus. Lagi pula ini bukan tempatnya berada. Dia sebatas anak dari sahabat orang tua Karelleo yang sudah lama meninggal. Andai saja mereka ada di sini, mereka akan tahu segala tindakan buruk sang anak merusak Raisya secara fisik dan mental.
Sayang, orang tua Karelleo terlalu sibuk dengan berkerja dan sangat jarang pulang. Rumah besar itu hanya sebatas sampul dari kesenjangan hubungan mereka. Pada dasarnya, orang tua Karelleo lalai dalam memberi didikan, dan gagal membangun keluarga yang utuh.
Oleh karena itu, dia ingin melepaskan belenggu dari keluarga ini, tetapi percobaan kaburnya selalu gagal dan dia dihukum lebih kejam dari itu. Karelleo melakukan tindakan tak senonoh 'lagi'. Entah mengapa takdir begitu kejam mempermainkannya, apa salahnya sehingga mendapat kehidupan semacam ini?
Hari-hari bagaikan mayat hidup. Tanpa teman, tanpa sekolah, karena Karelleo tidak mengizinkan. Alhasil, Raisya hanya bisa menangis sambil melamun sendirian di kamar.
"A-aku? Hahaha ... aku kotor." gumamnya ketika melihat pantulan dirinya di kaca. Ada jeda sejenak saat dia mulai menelusuri setiap struktur dari wajah tirusnya. "Kotor banget. Jadi jijik, deh." Dia memberi sarkas pada diri sendiri seraya tertawa lagi.
Raisya beralih menampar dirinya, menimbulkan bercak kemerahan pada wajah yang sudah cukup memprihatinkan. "Sa-sakit, tapi lebih sakit tamparan Karelleo ... tamparanku kenapa gak sesakit itu?" tanyanya sembari melihat kedua tangannya, begitu kecil dan kurus. Bahkan, urat-urat tampak melintang dari lengan hingga pergelangan tangan.
Menjelang pagi hari, Karelleo hanya menaruh makanan di atas meja samping ranjang, lalu segera berangkat ke sekolah. Dia tidak begitu peduli untuk memberi gizi pada tubuh Raisya yang sangat lemah dan bertulang, hanya sekadar memberi makan untuk memenuhi hasrat pribadinya sampai merasa puas.
Sepulang sekolah, Karelleo menyempatkan diri untuk masuk ke kamar Raisya. Terlihat nasi yang sudah jadi kering, dan lauk pauk sudah menjadi lengket. Mata Karelleo menggelap. Tanpa ba-bi-bu, dia mencekal tangan kanan Raisya, membuatnya seketika terbangun dan terjatuh dari ranjang.
Karelleo bertanya dengan raut tak bersahabat, "Kenapa gak dimakan?"
Raisya tak serta merta menjawab. Ia mengernyit sembari menatap ke dalam iris mata lelaki itu. "Makan apa?" tanyanya melemparkan balik pertanyaan.
"Bodoh!" umpat Karelleo. Dia menjambak rambut Raisya dengan kasar agar wajah keduanya lebih dekat lagi. Niatnya ingin mencium, tetapi pupus begitu saja ketika bau busuk menguar dari tubuh Raisya.
Karelleo segera menjauh. Ada perasaan aneh membanjiri pikirannya. "Raisya kenapa begitu berbeda? siapa gadis yang ada di depanku? Bukan seperti Raisya yang kukenal."
Karelleo memandangi Raisya dengan lamat. Penyesalan tiba-tiba menghampiri sanubarinya. Menyaksikan kondisi seperti ini sungguh menyakitkan. Karena tidak sanggup, Karelleo segera keluar kamar. Raisya sendiri hanya menggaruk-garuk kepala sambil terkekeh geli, kemudian naik ke ranjang melanjutkan tidur.
Kini, Karelleo tengah berada di ruang CCTV. Di sana, dia melihat semua kelakuan Raisya tanpa pengawasan. Tampak gadis itu tengah menangis dan melamun sendirian. Makan hanya sedikit, lalu muntah karena tidak sanggup makan. Bahkan tingkah Raisya seperti orang linglung keliling-keliling kamar, kemudian tertawa sendiri. Gadis itu bahkan tidak mandi sejak dikurung di kamar.
Mendengar Raisya mengatakan sesuatu, Karelleo pun meng-zoom dan menaikkan volume suara. Dia menyimak dengan seksama apa yang Raisya katakan.
"A-aku? Hahaha ... aku kotor."
"Aku ... aku siapa? Siapa, siapa ...?"
"Karel ganteng. D-dia suamiku? Suami ... hihi," suara kikikan Raisya bahkan sangat merdu di telinga Karelleo.
Tanpa di sadari, air mata telah menetes. Ah tidak, bahkan sudah membanjiri wajahnya. Karelleo merasa teramat menyesal atas tindakan buruknya. Dia tidak menyukai Raisya seperti ini, benar-benar tidak suka.
Karelleo pun kembali lagi ke kamarnya. Dia berusaha berubah demi Raisya. Meski kadang kala kelepasan memarahi Raisya yang tiba-tiba mengamuk. Dia pun menyuapi Raisya makan, dan memberikan kata-kata menyejukkan setiap hari.
Perlahan Raisya kembali seperti semula. Gadis yang selalu tersenyum ceria, mencari dan mendekatinya. Karelleo pun berjanji tidak akan kasar lagi kepada Raisya, sebab sudah banyak buah dari penyesalan yang dia lakukan. Sekarang Karelleo menyukai Raisya apa adanya.
Malam hari telah tiba. Seseorang jalan mengendap-endap menuju pintu keluar. Segala macam telah dipersiapkan untuk rencana kabur. Dia bahkan sudah mencuri uang dari brangkas orang tua angkatnya. Semua rekaman CCTV telah dihapus. Sambil menyeringai senang dia berkata, "Akhirnya aku bisa juga keluar dari rumah neraka itu."
Orang itu membuka masker dan tudung jaketnya. Ya, dia adalah Raisya. Sosok yang masih tegar melawan permainan takdir. Akhirnya rencananya berhasil, dengan berpura-pura gila untuk melemahkan Karelleo. Kalau Karelleo tidak simpatik, rencana keduanya adalah 'siap untuk mati'. Namun pada akhirnya, Raisya menginginkan sebuah harapan agar tetap hidup demi sang anak.
Saat ini Raisya sudah mengandung. Dia bahkan harus mengatur ekspresi jangan sedih kalau perutnya merasa perih karena tidak makan, hanya demi misinya berhasil. Dia bersyukur Karelleo masih punya hati.
Akan tetapi, untuk mencintai dan menerima Karelleo jelas Raisya tidak bisa. Tidak akan pernah bisa. Dia ingin hidup berdua saja dengan anaknya kelak, dan pergi sejauh-jauhnya dari Karelleo. Anaknya tidak boleh hidup bersama dengan Ayah yang seperti itu.
Raisya tersenyum tipis, mengelus anak dalam kandungannya. Dia hebat, begitu kuat menahan rasa lapar demi keberhasilan misi sang ibu. Raisya pun melanjutkan perjalanan untuk memulai hidup baru.
Tentang Karel---Selesai
@shima_alqie
Rabu, 4 Oktober 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Bibliosmia
Krótkie Opowiadania'Bibliosmia', aroma khas kertas. Aroma buku baru pada kumpulan cerita, kisah, dan legenda yang belum pernah kalian baca sebelumnya. Maka, jangan ragu untuk membuka lembarannya. Karena jika kalian sudah menaruh kecintaan dan membacanya, kalian akan...