12. Rumah Tua untuk Pengunjung Baru

7 1 0
                                    

#Thriller, aksi

Prompt: Pagi hari di masa senja
⚠ Mengandung adegan kekerasan

***

Ramai manusia memenuhi sebuah tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Mestinya suasana malam pulau ini akan tenang seperti mereka yang tengah istirahat menjemput lelap, malah begitu kontras dengan riuh-rendah para pengunjung dari berbagai usia. Kaki mereka berderap keras, sementara bahu satu sama lain saling sikut-menyikut.

Di bawah lapisan kain penutup mata, tampak muda-mudi diseret paksa menyelami tempat itu. Mereka tak melihat, tetapi dapat mencermati betapa onar suasana sekitar. Sebelum segala insting segera buyar akibat pukulan keras pada pundak salah satu pria dengan menggunakan gagang bayonet. "Jangan lamban! Masih banyak yang ingin 'menyambut' kalian."

Hardikan keras itu dibalas dengan rintihan dari korban, sementara orang-orang di luar barisan menyambut dengan gelak tawa. Seolah senang mendengar suara kesakitan. "Ini akan menjadi rumah kalian. Bersenang-senanglah karena tidak ada senioritas. Kami menerapkan egaliter, di mana kalian diperlakukan sebagaimana kalian memperlakukan kami," kata suara tak dikenal kesekian.

Orang-orang itu menyebut mereka Pengunjung Baru, anak-anak muda yang memiliki bara api dalam hidupnya. Di samping Pengunjung Lama, para lansia yang masih berkobar melebur bersama mereka, melepaskan pengikat matanya seraya tersenyum penuh pengharapan seolah mengatakan, "Kalian akan betah di sini." Namun, segalanya runtuh seketika tatkala mereka mendorong Pengunjung Baru pada sebuah lapang beton berbatas karet elastis.

"Menanglah untukku, menanglah untukku!" seruan itu bergema seiring dengan orang-orang mengeluarkan isi dompet untuk bertaruh kepada siapa jagoannya. Rajeev, pria bertopi jerami dalam balutan kaus kasual menjenjangkan kaki di tengah arena, lantas orang-orang menatap takzim. "Aku harus mengetes kebolehan Pengunjung Baru sebelum menjajakan kepada para pembeli. Kemenanganmu akan menjadi peruntungan di rumah kami."

Tanpa perlu paksaan, tanpa perlu kecaman, kesebelas pria itu mulai menyerang buah mendengar kata-kata ajaib tentang janji keberuntungan. Mereka pun melakukan pertarungan bawah tanah. Segala pukulan di area mana pun dibolehkan asal tak mengenai kepala, demi menjaga batas kewarasan.

Mereka mulai menerjang satu sama lain. Saat lawan terjatuh, sebuah serangan lutut dihujamkan hingga membuatnya urung untuk bangkit dan terkapar di sana. Beberapa berhasil bangkit dan tampak mendominasi pertandingan, lalu menggunakan low blow fatal pada area kemaluan untuk melumpuhkan lawan secara efektif.

Salah satu pria yang terkena serangan dari titik vital mencoba bangkit. Namun, sebuah nada tegas menghampiri dan berucap pongah, "Omong-omong, aku menyukai ototmu." Ia menyelisik tonjolan pada lengan pria itu, sayangnya begitu kontras dengan wajah pucat pasinya. "Tapi nyalimu tampak tak sekuat itu."

Ketika harga dirinya diinjak, pria itu meludahi. Membuat lawan tersulut api seraya menarik rambut panjangnya yang tampak begitu dirawat. Sesaat, tatapan mereka bertemu ketika dasar kepalanya diraih. Momentum tersebut digunakan oleh pria itu untuk melakukan eye poking, menusuk mata lebih dalam dengan jemari hingga mengucur darah.

Jeritannya begitu kuat. Hingga membuat orang-orang lain yang bertarung kian tersita perhatian padanya, kemudian Rajeev datang mengatasnamakan diri sebagai wasit hendak menyudahi pertandingan. "Pelanggaran! Kau melakukan eye poking pada lawan."

"Kau hanya bilang tidak boleh memukuli kepala, bukan area wajah." Ia berkilah cepat tanpa merasa bersalah dengan lawan yang kini mundur ke pembatas karet untuk segera mendapat penanganan medis. Ia pikir, lagi pula ini juga termasuk perlindungan diri bilamana sehelai saja rambutnya rontok karena ulah si buta.

Di sisi lain, terbingkai amarah pada gurat wajah Rajeev. Sebuah geraman halus terdengar dari bibir yang mengeluarkan asap cerutu. Namun, tanpa diduga ia berkata, "Baiklah, pertarungan berakhir. Pikirkan, dan temui aku nanti jika sudah memutuskan apa hadiah yang kaumau."

Bersama dengan itu, kaki jenjang Rajeev meninggalkan Arena Duel Bawah Tanah. Mengabaikan siapa saja pejudi yang menang taruhan. Sebab ia sudah menarik satu kesimpulan, jika permainan ini dilanjutkan akan lebih banyak korban akibat orang yang sama. Sementara jauh di batin pria tadi, ia berkata, "Provokasinya berhasil."

Tatkala tiba pagi hari usai kemenangannya dilantunkan, takbutuh waktu lama untuk berpikir hadiah mana hendaklah dipilih. Ketika akan menuju ruangan Rajeev, aroma mesiu, desing senjata, serta anyir darah seolah menyatu pada tiap tapak perjalanan.

Akan tetapi, ia kembali melanjutkan, menemui sebuah lahan kecil dipagari dengan kayu-kayu jati tampak kembali menguncupkan daun. Netranya menangkap seekor citah kecil dengan bulu berbintik tutul, tengah memanjat untuk mengambil sebuah daging kucing yang sudah mengering saat dijemur dalam kondisi ditusuk pada bilah pagar kayu.

"Betapa ironi." Tidak habis pikir ketika melihat citah itu memakan daging yang masih satu spesies dengannya. "Padahal di Adrajarian, kucing sangat dihargai," gumamnya bernostalgia kembali pada tempat tinggal terdahulu.

Kecamuk batin tersebut tak berlangsung lama ketika atensinya dialihkan dengan sebuah pintu baja bertuliskan Pasar Gelap dibaluti huruf menonjol. Kendati ada karat pada huruf S dan G yang seolah menjabarkan tempat ini sudah dimakan usia, dan masih dinaungi oleh pemilik yang juga telah tua.

Belum sempat mencermati lebih jauh, sapaan tegas terdengar dari arah belakang sebelum ia berhasil membuka pintu. "Pintarlah sedikit untuk mencari jalan keluar. Kau baru menang, aneh sekali ingin kabur, Tuan Giambattista Swenliam. Benar?"

Ketika namanya disebutkan, ia mengangguk, tetapi segera membantah frasa pertama, "Bukan ini hadiah yang kuinginkan. Tenang saja." Sejenak, Rajeev mengernyit. Namun, dengan sabar menunggu jawaban pengunjung berharganya itu. "Aku ingin dikenalkan semua ruangan di Pasar Gelap."

"Kauyakin?" Ada keraguan terpatri pada wajah Rajeev. Padahal, pasarnya yang serba ada meski dari barang penyeludupan akan mampu memberikan lebih dari itu. Namun, karena Giam terus menyangkal, Rajeev pun menyanggupi.

Ia mengenalkan pada berbagai ruangan. Memberitahu di mana saja hewan terlindung negeri yang justru mereka gunakan untuk transaksi gelap, penjualan manusia, dan organ tubuh bagi para pengunjung. Bagian serunya lagi, ketika ia taksabar ingin mengetahui di mana keberadaan Pengunjung Baru dari kalangan wanita?

Akan tetapi, yang dilihat selanjutnya membuat mual. Selaput putih merambati lantai becek, tisu berserakan di mana-mana, dan tubuh para gadis penuh lebam kebiruan. Mereka menangis, dipaksa mempelajari bagaimana cara bercinta untuk menjualnya sebagai budak erotis sewaktu-waktu. Anehnya, beberapa tampak menikmati ....

"Sungguh mengotori mataku. Ini gila!" Giam segera mengentak pintu, menjauhkan wajah yang sempat mengintip dari balik sana.

"Tidak usah merasa dirimu benar begitu. Aku tahu kau berada di sini bukan seperti mereka yang terpaksa keadaan atau sebuah penculikan." Rejeev menyipit curiga sambil melontarkan kalimat penuh penekanan. "Katakan. Siapa yang menyuruhmu hingga datang ke sini sendirian?"

Seberkas garis terukir di wajahnya. "Liam," katanya sambil menunjuk tonjolan di lengannya.

"Oh, kau memberi nama ototmu?" Pria itu mengangguk. Bilamana karena itu, ia tahu mengapa Giam terlihat dominan dan tertarik dengan pertarungan bawah tanah. Masa itu telah ia lalui jauh sebelum menginjak usia 51. Bahkan mungkin Rajeev lebih liar.

Di tengah simpatik Rajeev kepadanya, seorang pria muncul dari balik pintu seraya menyeret Giam ke dalam Pesta Seks. "Ayolah, sebelum dikenalkan pada ruangan untuk pembebasan dari sini, kau tidak boleh melewatkan yang satu ini jika takingin menyesal."

Bersama dengan siluet enggan Giam menjauh dari jarak pandang, Rajeev mematung di tengah pagi kian menerbitkan matahari. Bahwa mestinya ialah yang diberi simpatik---memutuskan menenggelamkan masa senja bersama selubung kegelapan, dan kriminalitas terus merambati sejak dulu hingga hampir tutup usia. Namun, ia senang menyambut Pengunjung Baru ke dalam Rumah Tua-nya.

***

Sedikit menyesal menulis cerpen di akhir deadline, karena sesungguhnya banyak hal yang harus kusoroti dan jauh dari ini. Idealnya seorang lansia istirahat dari segala kegiatan duniawi, tetapi Rajeev hanya akan istirahat jika ia sudah meninggal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BibliosmiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang