Entah Haechan harus bersyukur atau justru semakin meruntuk sebal karena jam terakhir harus ditemani kekosongan karena guru akan melaksanakan rapat, yang jelas raut wajah pemuda berkulit tan itu menekuk dengan tatapan siap menghunus siapa saja yang berani mengganggu Haechan. Bagaimana tidak? Selama tiga hari ini, hidup Haechan tidak lagi setenang dulu. Dia terus mengalami deretan mimpi sialan yang mengharuskan Haechan terlihat begitu payah untuk sekedar meminta belas kasihan sang kakak agar mau mengerti tanpa banyak bertanya. Tentang bagaimana suara-suara itu semakin mendobrak masuk memenuhi pikirannya, tentang netra hazelnut miliknya yang berhasil menangkap sesosok yang selalu berdiri di sudut kamarnya. Itu gila! Dan mau tahu apa yang lebih gila dari itu semua? Yaitu hubungan persahabatan Haechan dan Jaemin yang tiba-tiba saja merenggang.
Haechan sudah menarik nafas kesal. Menatap seluruh teman kelasnya yang secara bersamaan mulai berhamburan entah pergi ke mana karena tidak ada pembelajaran di jam akhir. Menyisakan dia dengan Jaemin--pemuda yang sejak tadi padi hanya meletakkan wajahnya di atas meja dan lekas menutup mata. Haechan bisa melihat dengan sangat jelas kantung mata milik Jaemin tercetak tebal seperti hantu. Pemuda itu juga tidak bersemangat seperti biasanya. Bahkan, ketika Karina kembali berteriak menyerukan nama pemuda Na untuk membayar kas yang menunggak Jaemin terlihat langsung menyodorkan uang seratus ribu. Membut Karina melongo, lantas tersenyum girang. Ah, mungkin pikir gadis itu Jaemin mulai sadar dan berjanji tidak akan menunggak lagi? Siapa yang tahu.
Sedang Renjun, kembali tidak berangkat sekolah lantaran sakit. Ini terhitung hari ke tiga pemuda Huang itu menyiksa Haechan dengan menjadikannya satu ruang lingkup bersama Jaemin. Padahal, Haechan sangat berdoa supaya Renjun bisa menjadi penengah. Sialan, memang! Mengapa juga pemuda Huang itu sakit sampai selama ini?!
"Agh!" Erangan kecil keluar dari Haechan. Pemuda itu meruntuk sebal ketika suara itu kembali berkeliaran. Menyerukan namanya berulang kali. Sebutan 'kakak' yang selalu datang di dalam mimpi Haechan kembali hinggap ketika pemuda itu hendak menutup mata.
"Bisa gila gue lama-lama!" gumamnya sesaat.
Haechan kembali menatap ke arah Jaemin yang tertidur sangat pulas. "Kita musuhan cuma gara-gara hal sepele, Jaem? Itu sangat kekanakan!"
"Jaem, lo marah sama gue cuma karena gue tanya soal perjalanan pulang kita waktu liburan?"
"Jaem, lo benar-benar kaya anak kecil! Kenapa juga musti diemin gue kaya begitu?"
"Oke, lo yang mulai ini semua Jaem!"
Sebenarnya, bukankah kedua pemuda itu sangat kekanakan? Saling mementingkan ego masing-masing hanya karena sebuah insiden --yang Haechan tidak berhasil untuk mengingatnya, dan Jaemin yang merasa terusik jika harus mengungkitnya.
Tidak perlu menunggu lama bel tanda pulang berbunyi sangat nyaring, membuat tubuh Haechan spontan berdiri sembari membawa tas sekolahnya di salah satu bahu dan lekas melenggang pergi. Dia membiarkan Jaemin tetap tidur tanpa ada niatan untuk membangunkan pemuda itu.
"Lo marahan sama jaemin?" tanya Chenle yang entah sudah berdiri berapa lama di depan kelas Haechan.
Haechan hanya menggeleng, menatap ke belakang pada Jaemin yang belum menunjukkan tanda-tanda lekas terbangun.
"Kaya anak kecil aja!" katanya singkat.
"Kalian emang kekanakan!" jawab Chenle. Pemuda itu terlihat menyembulkan kepalanya masuk ke dalam kelas untuk mengintip jaemin.
"YAK NA JAEMIN BANGUN! UDAH BUBAR!" teriknya melengking, membuat Haechan langsung memberikan pukulan ringan di lengannya.
"Gue cuma bantu dia. Gue berbaik hati, Chan! Nggak kaya lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Here | Lee Haechan ✔
Horror[⁰⁰³] "Gue takut tidur sendirian, Jeno! Dia selalu datang!" ©2023