"Mama masih lama di sana?" Terdengar helaan nafas dari pemuda Lee dengan netra berputar malas ketika mendengar jawaban dari sang Mama. Bagaimana mana tidak? Jeno merasa kalau dirinya tidak cukup ahli dalam bidang mengurus rumah apalagi kalau diminta menasehati Haechan dengan cara baik-baik. Seolah darah berdesir begitu cepat, Jeno akan langsung menatap galak dengan kedua tangan berdacak pinggang.
"Ah, baiklah. Kalau begitu hati-hati!" katanya melalui sambungan telepon.
Jeno tadinya baru selesai membersihkan diri ketika dering lama terdengar dari ponsel yang ia letakkan di atas meja belajar. Aneh sekali, biasanya Mama akan lebih sering menghubungi Haechan alih-alih dirinya. Tahu sendiri kan, bagaimana seorang Lee haechan? Dia memang butuh perhatian khusus dari Mama.
"Haechan? Dia baik-baik saja, Ma. Kenapa memangnya?" tanya Jeno sebelum memilih untuk duduk di tepi tempat tidur. Menyisir rambut miliknya ke belakang karena menghalangi jarak pandang.
Kerutan di dahi Jeno kian semakin terlihat banyak ketika sang Mama mengatakan kalau Haechan akhir-akhir ini begitu sulit untuk dihubungi. Itu juga yang membuat Mama menaruh rasa cemas terhadap putra bungsunya. Takut kalau Haechan melakukan sesuatu di luar batas pengawasan keluarga. Oh, bagaimana pun Haechan adalah remaja yang masih terus berusaha mencari jati dirinya.
Kalau dipikir-pikir, Jeno juga sangat jarang melihat adiknya itu dalam kurun waktu tiga hari ini. Padahal mereka berdua tinggal satu atap, bukankah sangat tidak mungkin terjadi? Haechan begitu betah mengurung diri di dalam kamar bahkan tidak segan-segan untuk mengunci pintu tidak membiarkan Jeno menerobos masuk dengan sesuka hati. Pemuda Lee berkulit tan itu juga tidak lagi pernah merengek ketakutan untuk tidur sendirian seperti yang pernah ia lakukan beberapa kali. Rasanya aneh saja menurut Jeno. Haechan tidak lagi masuk seenaknya ke dalam kamar Jeno hanya untuk mengajak bermain game di tengah banyaknya tugas kuliah. Keduanya juga jarang bertengkar untuk hal-hal sepele yang seharusnya tidak diperdebatkan. Iya, ada yang berubah dari Haechan. Mengapa Jeno baru menyadarinya sekarang?
Haechan, seolah memberi batasan pada dirinya.
"Tidak Ma, Haechan tidak sering bermain. Dia selalu pulang tepat waktu," ungkap Jeno jujur ketika Mama menanyakan apakah Haechan masih sering mampir bermain ketika jam pulang sekolah.
"Ya, ya, ya, aku akan menjaga Haechan. Dan--kenapa Mama hanya bertanya soal Haechan? Mama tidak merindukanku?"
Jangan pernah ada yang berani membeberkan kalau Jeno sebenarnya begitu pencemburu. Apalagi terhadap adiknya sendiri. Menurutnya, kasih sayang dari orang tua itu tidak boleh berat sebelah di salah satu anak, harus seimbang. Walaupun dia tahu Mama dan Papanya sudah memberikan kasih sayang yang seimbang, tetapi tepat saja!
Obrolan itu akhirnya berlanjut cukup lama sebelum akhirnya Mama menyudahi telefon karena sudah malam dan memerintahkan Jeno untuk beristirahat lebih awal. Jangan suka begadang hanya untuk bermain game online, itu kata mama yang hanya Jeno jawab berupa dehaman kecil. Mana bisa ia melakukan itu! Bahkan sebelum Mama menelepon, Jeno sudah ada rencana untuk bermain game online sampai larut malam mengingat besok tidak ada acara apa pun dan Jeno memilih untuk mendekam di dalam kamar seharian.
Pemuda itu lantas keluar dari kamar untuk mengambil minum sebelum memulai ritualnya bermain game online. Membuka pintu besi bagian bawah sekedar untuk menemukan kaleng soda lantas mengambilnya.
Tangan kekarnya mengusap pelan bulu-bulu halus yang terasa bermain di bagian kakinya. Oh, kucing yang lucu! Apa dia merasa kesepian karena si pengganggu berkulit tan akhir-akhir ini memilih untuk mendekam di dalam kamar?
Saat melewati pintu kamar Lee Haechan yang tertutup rapat, langkah kaki Jeno sempat terhenti lantas menatap penasaran apa yang tengah Haechan lakukan di dalam sana. Kamar Haechan begitu remang dan terasa padat, apakah pemuda Lee itu tidak merasa suntuk di dalamnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Here | Lee Haechan ✔
Terror[⁰⁰³] "Gue takut tidur sendirian, Jeno! Dia selalu datang!" ©2023