Prologue

174 86 89
                                    

|| If you're not an Indonesian and wanna read "Amethyst", u can read it from your browser and then translate it^^ ||


Haloo, sudah lama tidak menyapa kalian(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Seperti yang sudah diketahui, Olivia lagi di-hiatus dulu. Dan penggantinya, ada anak baru yang muncul di cerita baru\⁠(⁠°⁠o⁠°⁠)⁠/

Jangan lupa ditap-tap bintangnya. Semoga suka!

(DISARANKAN UNTUK MEMBACA LEWAT LAPTOP/DESKTOP DI BROWSER, AGAR DAPAT MENIKMATI LAGU SAMBIL MEMBACA)

***

Tahun 1991...

Drap! Drap! Drap!

Setelah masuk ke dalam lemari, sepasang mata bulat itu mengintip dari celah, bersembunyi dari sesuatu yang akan datang. Matanya melihat sebuah bayangan yang masuk dari pintu kamarnya. Dengan sigap, gadis cilik itu menahan napas.

Bayangan itu hanya diam saja di satu titik. Hidung si gadis mulai kembang-kempis karena napasnya pengap. Beberapa detik kemudian, bayangan itu hilang begitu saja. Si gadis, pun, akhirnya dapat bernapas dengan lega.

"BWAAAA!"

"AAAKKHHH!"

Kepala si gadis sampai kejedug lemari, setelah si pemilik bayangan berhasil menangkapnya. "Kakak udah bilang. Anaknya Bunda yang paling hebat main petak umpet itu, Kak Ryan!"

Reina menggembungkan pipinya dengan hidung yang masih kembang-kempis seperti curut. Tak lupa ia mengelus-elus jidat jenongnya sendiri. "Ryan, mah, menyombongkan diri mulu! Kepala Ina sakit, kejedot pintu lemari!" celotehnya, mengulurkan tangan mungil. "Bangunin!"

Ryan melipat kedua tangannya. "Gak akan Kak Ryan tolongin, sampai kamu panggil aku Kakak. Apa susahnya, sih, kita ini kakak-beradik kandung! Kak Ryan juga mau kayak yang lain, dipanggil 'Kakak' pada umumnya."

Permintaan itu hanya dibalas dengan tiga kali gelengan yang penuh penekanan. "No, no. Ina mau panggil Ryan 'Kakak', kalau Ryan udah tepatin janji Ryan, mau beliin Ina anak ayam warna-warni."

Ryan menggerutu. "Udah Kakak siapin. Lucu, bisa terbang. Besok Kakak kasih." Tangannya menggenggam tangan Reina, membantunya berdiri. Pria kecil berusia 6 tahun itu menjitak kening Reina. "Punya jidat lebar banget kayak lapangan bandara, jadinya kejedot mulu."

Cklek!

Pintu kamar terbuka, kedua bocil itu sontak berlari, menaiki ranjang, dan berpura-pura tidur. Kedua orang tuanya masuk dan hanya bisa tersenyum melihat anak-anaknya yang sedang tidur-tiduran.

Bagaimana tidak? Mata mereka yang sedang terpejam itu, berkedip-kedip seperti lampu disko. Richard, sang ayahanda tercinta melompat ke kasur hingga terjadi gempa dadakan. "Yang pura-pura tidur, bibirnya mulur!"

Sontak, mereka berdua membuka mata, dan bangkit untuk duduk. Richard dan Rachel tertawa, puas melihat raut wajah putra-putrinya yang gelagapan itu. "Hayoo, kenapa pura-pura tidur?" urai Rachel, duduk di sebelah Richard.

"Kita ndak puya-puya tiduy, Bunda," lontar Reina, "tapi kita ndak bica tiduy."

"Hmm," Rachel mengelus pucuk rambut Reina. "Awas aja kalau kamu minta Bunda dongengkan lagi."

Ryan dan Reina sontak menyengir. "Tadinya, sih, Reina gak mau minta. Tapi karena Bunda maksa, Bunda harus bacain kita dongeng!" kekeh Reina, dan dibalas anggukan oleh Ryan.

AMETHYST [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang