3. A Frog

87 64 59
                                    

Selamat datang, silakan klik bintang untuk membayar kerja keras penulis, Kak.

Silakan berkomentar juga, karena hal tersebut sangat membantu kami agar semakin semangat update ide baru.

Terimakasih atas kunjungannya, hope you enjoy it^^

***

Akibat berjalan meleng, kaki Reina tak sengaja tersandung batu. Untungnya dia tidak jatuh, hanya malu karena tersandung di depan tongkrongan orang-orang. Mana sandalnya copot, pula.

Kalau jalan sambil menyeret kaki, malu dilihat orang-orang. Kalau nyeker, nanti kaki mulusnya menginjak kerikil-kerikil tajam setajam silet.

Tiinn!

"KODOK LO MATI!"

Sial sekali malam ini. Reina harus mengeluarkan kalimat latahnya karena diklakson oleh manusia tak beradab itu. "Hai, betina. Berjumpa lagi!" tegur Rei yang sedang duduk manis di motornya.

Reina memejamkan matanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Setelah itu... "BISA GAK, LO GAK GANGGUIN GUE?!" geram Reina, dan kembali memukulinya dengan Chiki.

Beruntung Rey pakai helm, jadi serangan itu tidak dapat menembus ke otaknya yang kecil. "Gue mau nawarin lo bantuan!" Rey menahan Reina yang masih kesal. "Mau, lo, pake sendal cacat sambil jalan ngesot?"

Tanpa basa-basi, Reina langsung duduk di jok belakang. Ia tidak mau munafik. Reina benar-benar butuh jasa tukang ojek. "Yuk, jalan," papar Reina, menepuk pundak Rey.

Rey membuang napasnya dengan kasar. "Kok gampangan banget, sih, ditawarin bantuan gratis?"

"Tenang, nyampe rumah gue bayar. Biasa mangkal di mana, lo? Boleh, kali, jadi langganan antar jemput sekolah."

"Lo kira gue tukang ojek?!"

"Lah, emangnya bukan?"

"Sialan," tidak mau ambil pusing, Rey memilih untuk menjalankan kendaraannya. "Rumah lo lewat jalan mana?"

"Belok kiri!"

Setelah berbelok, Reina menepuk-nepuk pundak Rey. "Dah, di sini."

"Hah?"

"Rumah gue kelewat!"

Rey tersentak, ia mengerem dengan mendadak. Kepalanya menoleh ke belakang, memperhatikan rumah Reina. "Seriusan itu rumah lo?"

"Iya. Nape?"

"Cuma 5 detik?" Rey menengok ke Reina. "Lo takut gue tau rumah lo, ya? Makanya lo asal comot rumah orang yang padahal bukan rumah lo?"

"Kurang kerjaan." Reina turun dari motor, berjalan kaki menuju rumahnya yang terlewat beberapa langkah.

"Eh, bentar!" seru Rey, menghampiri Reina.

Reina menoleh, "tenang, abis ini gue keluar lagi. Gue ambil dulu ongkosnya di rumah."

Dengan gemas, Rey menoyor kepala Reina. "Eh, somplak! Bisa-bisanya lo masih anggap gue ini tukang ojek!" geramnya. Lalu, Rey mengambil tangan Reina, dan memberikan sekantung plastik. "Gue tau lo belum ngasih makan cacing-cacing pita peliharaan lo. Nih, kasih makan. Biar gak mati."

Tanpa memberikan jawaban, Rey berlari mengambil motornya, dan melaju kencang. "Woy! Stalker, lo, yak?!" Reina menatap bungkusan tersebut. Ia membukanya dengan hati-hati, takut ada bom atom.

Ternyata isinya martabak telur. Reina sudah terlanjur membayangkan betapa garing dan lembut makanan itu. Apalagi masih hangat, beuhh. Masa bodo jika Rey memberikan racun di martabak itu, yang penting Reina mati bahagia karena dapat menikmati rasa surga dari martabak.

💎💎💎

Mata Reina sibuk mencari kendaraan biru yang melintas. Kenapa tidak ada angkot yang dapat mengangkutnya ke sekolah? Sudah setengah jam Reina menunggu. Wajahnya sampai berdempul akibat polusi kota tersebut..

Andai saja Ryan bersedia untuk berangkat sekolah bersama Reina menggunakan motornya, pasti ia sangat bersyukur karena tidak perlu berjemur sampai berasap seperti daging sate. Mending sate, enak dipandang dan menggiurkan. Lah, wajah Reina saat ini lebih cocok seperti arangnya.

Reina menengok jam tangannya. "DEMI APA 10 MENIT LAGI MASUK?"

Dengan sigap, Reina memejamkan matanya dan bergumam dengan lirih. "Ya Allah, datangkanlah sosok pangeran agar hamba bisa nebeng ke sekolah, Ya Allah. Aamiin,"

Tiinn!

Saat sedang mengusap wajah, Reina kembali berdo'a. "Ya Allah, semoga dia raja, bukan babunya," lirihnya yang masih menutup wajah.

Perlahan, Reina mengintip dari celah tangan, berharap agar do'anya terkabul. Tapi, menurut Reina, Tuhan malah mengirimkan kodok kerajaan. "Ngapain lo masih di sini?!" tegur si kodok yang masih berada di motor.

Reina mengepalkan tangannya dengan gemas. "Kenapa harus lo yang dibawa ke sini?!" ketus Reina, langsung naik ke boncengan.

Kepala Rey gelagapan melihat pantat Reina yang tiba-tiba mencium jok motornya. "Eh, apaan lo tiba-tiba naik?"

"Udah, buru jalan! Lo yang dikirim tuhan buat jadi Kang Ojek gue!"

"A-"

"Buruan, cicak! Kalo telat, lo yang dosa karena gak nurutin perintah Tuhan!"

Rey mengecek jam tangan. Benar juga kata Reina, sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup. "Pegangan!"

"Mau modus lo- REY!"

Belum sempat meneruskan caci makinya, Rey sudah menjalankan motornya dengan kecepatan maksimum.

Mau tak mau, ikhlas tak ikhlas, rela tak rela, Reina harus memeluk pinggang Rey dengan sangat erat. "Kalo lo mati karena sesak napas, gue gak tanggung jawab!"

Rey pasrah. Pelukan Reina benar-benar begitu erat sampai ia kesulitan bernapas. "Gak perlu tanggung jawab! Kalo gue mati sekarang, lo ikut mati karena jatoh dari motor dan kelindas mobil yang lewat!"

💎💎💎

Setelah memarkirkan motor, Reina turun, dan memasukkan uang sebanyak Rp10.000 ke kantung Ryan. "Eh, apaan lo?"

"Bayar ongkos, sekalian sama yang semalem. Makazeeh!" balas Reina, dan bergegas masuk ke dalam bangunan sekolah.

Harga diri Ryan anjlok seketika. Reina ini sebenarnya merasa tidak enakan atau merendahkannya? Ryan tidak ingin menerima uang itu. "Betina! Duitnya kurang!"

Namun, mata Rey teralihkan dengan sebuah benda yang terjatuh saat Reina berlari. Rey menghampirinya, menatap lekat benda tersebut. "Loh, ini bukannya..."

AMETHYST [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang