Selamat datang, silakan klik bintang untuk membayar kerja keras penulis, Kak.
Silakan berkomentar juga, karena hal tersebut sangat membantu kami agar semakin semangat update ide baru.
Terimakasih atas kunjungannya, hope you enjoy it^^
***
"WHAT?! ENGGAK, GAK MAU!"
Reina bolak-balik kesana-kemari seperti undur-undur di kamar. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Billy.
Sedangkan Billy, hanya sibuk memperhatikan Reina sambil duduk di kasur. "Tapi itu perintah Raja. Lagi pun itu semua demi kebaikan Reina juga."
"Huwaaa! Gue gak mau jadi pecel lele kalo gak berhasil!" ringisnya, lompat ke kasur dan menelungkupkan wajah. "Lagian Aba ke mana, sih? Kenapa gak dia aja yang ngatasin?!" dengus Reina yang masih terlungkup.
"Perasaan Billy tentang Raja gak enak. Kayaknya... ada sesuatu yang terjadi sampai-sampai dia lepas tongkatnya."
Kepala Reina mendongak, menoleh Billy. "Jangan ngomong gitu, dong... gue jadi kepikiran sama Aba,"
"Reina! Buka pintu lo!"
Keduanya tersentak. Tanpa aba-aba, Reina menyembunyikan Billy di lemarinya agar tak dilihat Ryan. "Reina!"
"Sabar, gue lagi pake baju!" sahutnya, lalu membuka pintu.
Persis di hadapannya, terdapat Ryan yang sedang berkacak pinggang sambil menghentakkan kaki. "Masakin gue makanan,"
Reina menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Ia tidak mau terbawa emosi. Setelah itu, Reina kembali menatap Ryan sambil memasang senyumannya. "Ready in 10 minutes."
Tak ingin banyak berargumen, Ryan lenyap seperti biasa, kembali ke kamar pribadinya. Itulah manusia bernama Ryan ketika sudah mendapatkan apa yang dia mau.
Setelah memastikan Ryan sudah pergi, Reina menutup kembali pintu kamar, dan membuka lemari. Reina termenung saat melihat kepala Billy yang tertutupi shorts pants miliknya. Billy berusaha melihat sekeliling, namun terus-terusan menabrak bagian dalam lemari.
Reina tertawa, melepaskan celana pendeknya yang berada di kepala Billy. "Udah bisa ngeliat dengan jelas?"
Billy menoleh, dan terkekeh. Ia terbang dan duduk di pundak Reina. "Tadi itu Ryan?"
Kepala Reina terangguk-angguk. "Kamu kenal?"
"Kenal. Dulu, Ryan juga sering ceritain tentang Reina ke Billy. Kita dekat banget, sering main. Tapi semenjak kejadian 11 tahun yang lalu, kita gak pernah ketemu lagi."
"Dia udah berbeda, udah gak kayak dulu lagi. Billy diem di sini aja, ya? Reina mau masak. Pokoknya jangan pernah menampakkan diri ke Ryan. Oke?"
"Okee!"
Reina bernapas dengan lega. Menasihati binatang ternyata lebih mudah daripada menasihati kakaknya. Jangan-jangan otak mereka tertukar?
Tak ingin berlama-lama menghabiskan waktu, Reina lebih baik segera ke dapur menyiapkan makanan untuk Yang Mulia. Mungkin di lain dunia, Reina adalah Princess. Tapi di rumahnya sendiri, ia hanyalah babu yang selalu disuruh-suruh.
💎💎💎
"Reina! Mana makanan gue?!"
Mendengar raungan macan itu, membuat Reina terbirit-birit menyajikan nasi goreng ke piring. Tak peduli seberapa berantakan dan berisiknya saat spatula itu mengorek wajan, Reina tidak ingin nyawanya terancam malam ini. "Coming!"
Sambil berlari, Reina membawa sepiring nasi goreng lengkap dengan telurnya. Ia mengetuk pintu kamar Ryan. Tak perlu menunggu lama, Ryan membuka pintu, menerima piring tersebut, dan pintu kembali tertutup.
Reina berdumel tanpa suara di depan pintu durjana itu. Dengan kesal, ia kembali ke dapur untuk mengambil nasi goreng miliknya, dan makan di kamar.
Saat pintu terbuka, ia hanya bisa mematung. Matanya membulat seketika saat melihat kamar yang dengan aduhainya sangat berantakan. Tak perlu repot-repot melihat kapal pecah di laut, ia sudah melihatnya sekarang.
Matanya sibuk mencari sumber pembuat karya seni yang luar biasa ini. Dan tertuju pada Billy yang tengah terbang kesana-kemari entah sedang mengejar apa.
Ketika Billy terbang berdekatan dengan Reina, Reina langsung menangkapnya, berusaha menenangkan. "Hey, sabar. Ada apa?"
"Ada makhluk jahat yang nyerang Billy!" geram Billy, tak memalingkan pandangannya dari makhluk tersebut.
Reina berusaha melihat apa yang dimaksud Billy. "Makhluk apa? Di mana?"
"Makhluk kecil itu!"
Dengan susah payah, Reina menyipitkan matanya, dan dapat melihat seekor nyamuk. Entah harus bersyukur atau tersungkur, Reina memang lega bahwa itu bukanlah makhluk jahat yang akan menjadi villain di cerita ini, tapi bisa-bisanya kamar berharganya menjadi korban kekerasan Billy.
"Makhluk itu tadi gigit Billy, padahal Billy cuma mau kenalan."
Berusaha tak memperpanjang masalah, Reina mengambil raket nyamuk. Dengan santainya, dia hanya mengangkat raket tersebut sambil menatap malas Billy. Kemudian nyamuk itu langsung wassalam saat tak sengaja menabrak raket. Lagian, sih, jadi nyamuk meleng mulu.
Mata Billy berbinar. "Waw," kagum Billy. "Benda ajaib apa, itu?"
Reina menghembuskan napasnya dengan kasar. Tiba-tiba, wajahnya terpapar angin kencang hingga rambutnya pun seperti ingin pensiun menjadi mahkota Reina. Reina menoleh. Pantaslah ada nyamuk di kamar, ternyata jendela kamar terbuka.
Reina ingin menutup jendela, namun tersentak karena angin malam ini sangat berhembus kencang. Udaranya pun tiba-tiba menjadi dingin. Bahkan, Reina dapat merasakan ada asap putih yang keluar dari mulutnya.
Tak ingin kamarnya menjadi rumah beruang kutub, Reina lebih baik langsung menutupnya. Kepala Reina menengok ke belakang, menatap Billy yang sedang sibuk memperhatikan 'raket ajaib'. "So, siapa yang mau beresin kamar ini?"
Billy menoleh, lalu menatap sekitar. Ia baru menyadari betapa hancurnya ruangan itu. Billy pun hanya bisa menyengir. "Pakai Amethyst aja,"
Alis Reina terangkat sebelah. "How?"
"Pegang batu Amethyst ini, terus minta ubah kamar Reina menjadi semula."
"Katanya kuasa Amethyst cuma bisa dipakai buat kebaikan rakyat?" sindir Reina, mengangkat sebelah sudut bibirnya.
"Billy kan juga rakyat. Ini buat kebaikan Billy biar gak diamuk Reina," lontar Billy tanpa rasa berdosa.
Reina mengambil Amethyst itu, dan bergumam, "ubah kamarku seperti semula,"
Dengan ajaibnya, seperti ter-reverse, kamar Reina kembali rapi seperti sedia kala. Reina berteriak kegirangan sambil menatap Amethyst. "Ajaib banget sumpah!" seru Reina, loncat-loncat seperti pocong. Pocong gaib yang sudah lama mengabdi di kamarnya pun terheran-heran melihatnya.
"Besok kita bisa, kan, langsung pergi ke Magikos Cosmos buat cari ke-12 batu?" tawar Billy.
Kaki Reina berhenti meloncat. "Besok sekolah,"
"Sepulang sekolah bisa."
"Aelah, capek."
"Reina! Perintah Raja!"
Bibir Reina bergetar dengan malas. "Iya, iya!" Reina kembali menatap Amethyst. "Ngomong-ngomong ni benda bisa buat resleting-in mulut Ryan, gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AMETHYST [HIATUS]
FantasyFANTASY - FICTION STORY Meskipun bukan primadona, Reina sering dijuluki sebagai Princess oleh kaum Adam di sekolah. Siapa sangka, di dimensi lain Reina benar-benar seorang Princess sungguhan. Ia mewarisi Amethyst dari kedua orang tuanya. Bunda yang...