Sudah dua hari Neuvillette lembur tanpa tidur namun kasus yang diselidikinya tidak membuahkan hasil seperti yang ia inginkan. Hakim Agung seharusnya memiliki otoritas penuh untuk mendapatkan data apapun di negaranya, tapi ia kini tak ada bedanya dengan ikan dalam jala.
Semua akses informasi untuknya ditutup. Dokumen yang diperlukan entah bagaimana menghilang dan Hakim Agung yang sebelumnya menjabat tak ditemukan di mana-mana. Ketika ia bertanya pada para Garde, tidak ada yang berani menjawab. Ketika ia bertanya pada Furina, Archon itu tidak peduli padanya.
Neuvillette frustrasi. Bahkan ketika ia membulatkan tekat untuk menyelidiki kasus ini hingga ke Sumeru, ada saja halangannya. Para bangsawan ingin menyapanya-lah, pesta perayaannya sebagai Hakim Agung-lah, sipir Benteng Meropide yang tiba-tiba ingin berdiskusi tentang hukum-lah.
Semuanya tidak masuk akal.
Ia sebenarnya tidak marah. Ia mungkin kesal, tapi tidak sampai ingin menenggelamkan Fontaine hanya karena segelintir manusia-manusia busuk di dalamnya.
Neuvillette hanya kecewa. Ia begitu sedih melihat orang-orang tanpa hati nurani di sekitarnya. Mereka tidak banyak, hanya beberapa dari ribuan penduduk Fontaine, tapi dampak kejahatan-kejahatan mereka luas. Mereka menghancurkan kepolosan anak-anak, merusak ketulusan persahabatan, bahkan memutus harapan hidup seseorang.
Karena suasana hatinya begitu buruk dan tak lagi fokus membaca laporan, Neuvillette akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan santai di halaman balai kota.
Satu demi satu warga Fontaine yang mengunjungi balai kota ia lewati. Mereka yang sedang serius belajar di perpustakaan, mereka yang bersenda gurau di sudut ruangan, dan Neuvillette semakin sedih mengingat ada orang-orang yang tidak berkesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang sama seperti mereka.
Begitu ia tiba di halaman balai kota, ia disambut oleh langit mendung. Hujan mengguyur negeri keadilan seolah ingin melarutkan dosa-dosa manusia darinya.
Hati Neuvillette semakin ngilu. Ia tidak tahu harus ke mana dan tidak tahu harus meminta bantuan siapa. Ia sendirian berada di puncak. Hanya dirinya yang bisa diandalkan untuk mewujudkan kedamaian yang ia inginkan.
Menengok ke kanan dari balkon tempatnya berdiri, ia melihat bangkai Elynas terdampar di atas pulau seberang. Itu adalah wujud masa lalunya. Saat itu ia mati karena tidak ingin keberadaannya menakuti manusia.
Elynas begitu baik. Bahkan ketika ia sudah menjadi roh yang hanya bisa muncul sesekali, ia lebih memilih membiarkan orang-orang tamak menggerogoti dagingnya dan memeras darahnya. Selama ia bermanfaat, ia tak pandang bulu menolong manusia terlepas apakah niat mereka jahat atau tidak.
Sekarang, Elynas terlahir kembali menjadi pribadi yang berbeda. Neuvillette bukan seperti masa lalunya. Ia harus hidup jika ingin menolong orang. Ia harus melangkah maju, menilai siapa yang layak diselamatkan dan siapa yang tidak.
Nasib negeri ini ada di tangannya. Meski ia tidak diakui Celestia sebagai pemimpin negeri, bahkan dikhianati oleh mereka, ia tidak boleh menyerah untuk melindungi yang lemah.
Selagi tekadnya kembali terbentuk, langit perlahan kembali cerah. Hujan berubah menjadi rintik-rintik dan berujung hilang sepenuhnya.
Ada satu langkah terakhir yang bisa Neuvillette lakukan untuk menangkap penjahat sesungguhnya. Ia tidak bisa memastikan hasilnya, tapi langkah tersebut layak untuk dicoba.
Hari itu juga, ia membuat janji dengan seseorang. Ia melangkahkan kakinya dengan mantap untuk menuruni tangga balai kota menuju rumah seorang pedagang yang menjadi otak dari kasus menyebalkan ini.
TAK! TAK! TAK!
Tongkat hakim yang sengaja dibawa Neuvillette diketukkan di lantai granit depan rumah Severin. Ia begitu berwibawa, tanpa rasa takut, dan siap menghadapi manusia keji yang membuatnya sakit kepala akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cruel World with You in It [Wriolette]
FanfictionDibanding Wriothesley, anjing jalanan bahkan lebih tahu cara bertahan hidup. Mencabik tanpa belas kasih, mengais tanpa harapan pasti. Kriminal itu begitu menjijikkan sampai-sampai air tersuci di dunia tak akan mampu membersihkan noda di hatinya. "Ka...