Bab 3 - Korban

835 114 2
                                    

TAS!

Pecut dicambukkan ke badan Wriothesley selagi ia berada di kamar sementaranya di belakang panggung Opera Epiclese. Pria kekar itu menggeram pada orang yang tiba-tiba menyiksanya dan menyiapkan tinju untuk membalas dendam.

"Wriothesley, ingat! Aku adalah pihak penuntut. Jika kau memukulku selagi mereka tahu aku mengunjungimu, kau akan mendapat hukuman tambahan."

BRAK!

Wriothesley berujung tetap melayangkan tinjunya dan membuat sang musuh oleng menabrak pintu besi di belakangnya. Para Garde penjaga segera bertanya apa yang terjadi namun Severin sang penuntut belum merasa harus meminta tolong meski ia begitu geram.

"KAU!"

Wriothesley menyeringai. "Kau bukan tuanku. Kau tidak punya hak untuk memecutku. Lagipula, aku adalah budak yang bebas sekarang. Sebaiknya kau pergi dari hadapanku karena aku tidak memiliki apapun untuk dibicarakan denganmu."

"Hah? Budak bebas katamu?" Severin tertawa. Pria berusia 50 tahun yang meminta izin menemui Wriothesley sebelum dikirim ke Benteng Meropide itu memiliki wajah kebapakan namun tawanya berbisa seperti ular. "Apakah ini bisa disebut kebebasan jika ujung-ujungnya kau masuk penjara? Bahkan setelah kau membunuh tuanmu, satu hari saja tidak ada untukmu menghirup udara kebebasan."

Apa yang dikatakan Severin benar dan itu membuat Wriothesley begitu marah dengan situasinya saat ini.

Severin kemudian menegakkan tubuhnya. Ia menepis debu tak kasat mata dari pundaknya dan dengan tenang berkata, "Aku pribadi tidak suka berada di sini lama-lama jadi aku akan bicara cepat." Pria itu kemudian melangkah mendekat, seperti hyena yang hendak memangsa bangkai, dan berkata, "Ingat ini, Wriothesley. Jaga mulutmu baik-baik. Aku tidak ingin apa yang terjadi hari ini terulang lagi. Jika di pengadilan selanjutnya kau bicara yang tidak perlu, aku akan ..."

"KAU AKAN APA? Aku ingin dengar apa lagi yang bisa kau gunakan untuk mengancamku."

Severin menyeringai. Ujung cambuk yang dipegangnya digunakan untuk mendongakkan dagu sang tahanan di hadapannya sebelum berkata, "Gadis penjual roti di depan Bank NorthLand nampaknya ada hubungan baik denganmu."

Mata Wriothesley terbelalak lebar. "Apa lagi maksudmu itu?!"

"Oh, ayolah. Harusnya kau sudah belajar dari tuanmu bagaimana hasilnya jika kau membangkang."

Ya. Gadis penjual roti itu jelas akan mati jika Wriothesley bertindak gegabah dalam persidangan selanjutnya.

Sebenarnya Wriothesley tidak memiliki hubungan spesial dengan siapapun saat ini termasuk dengan gadis tersebut. Hanya saja, ada hari-hari indah di mana ketika Fontaine hujan dan ia tidak memiliki tempat untuk berteduh, seseorang membukakan pintu toko dan membiarkannya masuk.

Waktu itu Wriothesley baru saja kehilangan teman akibat kesalahannya sendiri. Ia gagal menjalankan misi dari keluarga Marseille untuk membunuh pesaing bisnis mereka dan sang tuan membunuh sahabat Wriothesley tepat di depan matanya sebagai gantinya.

Wriothesley begitu terpukul dengan kejadian itu. Ia sudah diperingatkan sejak awal namun mengira itu hanyalah ancaman kosong. Tak disangka pelatuk pistol benar-benar ditekan dan peluru melesat melubangi kening sahabatnya yang sama-sama menjadi budak di keluarga tersebut.

Di bawah hujan, seorang gadis menatapnya iba. Karena toko sedang sepi pelanggan, sang gadis memberikan sepotong pie secara gratis pada Wriothesley. Secangkir kopi dengan dua gula balok juga diseduh dan itu membuat Wriothesley kembali percaya kalau masih ada kebaikan di dunia ini.

Sekarang, ia berada di situasi yang sama seperti di masa lalu. Bedanya, gadis baik itulah yang akan menggantikan sang sahabat untuk menerima peluru.

Wriothesley menggeram. Ia sudah muak diancam dan memutuskan untuk menghajar Severin saat itu juga.

Cruel World with You in It [Wriolette]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang