Bab 4 - Narapidana

836 125 5
                                    

Duduk di dalam kamarnya, Wriothesley hanya bisa menatap kehampaan. Ia mati rasa, baik itu tubuhnya maupun hatinya. Sempat ia mengingat nasib sahabatnya dan gadis polos yang pernah menghibur harinya namun ia berakhir merana karena tidak bisa apa-apa untuk melindungi mereka.

Ada bunyi seperti jentikan jari di otaknya. Seketika kesadarannya lenyap dan ia nyaris tidak bisa memproses apapun di sekelilingnya. Ia masih bernapas, tapi tak jauh berbeda dari mayat.

Ketika pintu kamar dibuka, ia tidak mendengarnya. Menoleh saja tidak, apalagi mencari tahu siapa yang menghampirinya.

Hanya ketika borgol dilepas dan peluru yang ditembakkan polisi Fontaine dicabut dari tangannya ia melirik ke arah makhluk kecil yang merawatnya. Selagi Sigewinne membersihkan dan membalut lukanya dengan perban, Wriothesley berkata, "Pergilah dari sini atau kau akan mati."

Sigewinne menggunting perban dan mengikat ujungnya membentuk pita yang manis. Ia kemudian mendongak dan tersenyum sebelum bertanya, "Apa maksudnya kau akan membunuhku?"

"Yang akan membunuhmu jauh lebih buruk dariku. Mereka adalah monster yang sesungguhnya, manusia tanpa hati, kejam, dan menjijikkan."

Sigewinne menunjukkan raut wajah berpikir sebelum menyimpulkan, "Hmm, kalau begitu tidak ada alasan bagiku untuk pergi. Ayo cepat berbaring. Sepertinya aku perlu memasang penyangga punggung untukmu. Rusukmu retak dan kau tidak boleh sembarangan menekuk tubuh yang membuatnya semakin parah."

"Apa?" Wriothesley mengerutkan keningnya. "Apa kau tidak mengerti bahasa manusia? MEREKA AKAN MEMBUNUHMU JIKA KAU MENOLONGKU! TELINGAMU BESAR TAPI KENAPA KAU TIDAK MENDENGAR SATUPUN YANG KUKATAKAN?!"

Sigewinne terkejut dengan suara menggelegar yang tiba-tiba itu. Ia secara refleks mundur namun tidak takut sampai-sampai harus melarikan diri dari ruangan.

Ahli medis itu malah mengambil nampan berisi makanan yang dibawanya dari luar untuk diberikan pada Wriothesley.

"Tenanglah," ujarnya. "Tidak akan ada yang melukaiku selama Monsieur Neuvillette hidup. Dia akan melindungiku. Dia juga akan melindungimu."

Mendengar itu, Wriothesley tertawa. "Hahaha. Melindungiku katamu? Hakim Agung itu akan melindungiku?" Baginya perkataan sang perawat sangat konyol. "Pria itu saja tidak mengenalku. Bagaimana bisa ia melindungiku?"

Sigewinne tersenyum. "Dia bisa. Dia akan menyelidiki kasusmu dan menegakkan keadilan untukmu."

Tawa Wriothesley berubah menjadi cemoohan. "Hah! Omong kosong. Terserah kau saja ingin melakukan apa. Aku sudah mengingatkanmu dan aku tidak peduli jika kau mati begitu kau keluar dari ruangan ini."

"Jangan khawatir, jangan khawatir. Cepat minum teh ini sebelum dingin. Kau sebaiknya lebih mengkhawatirkan dirimu saja karena tubuhmu sangat kekurangan cairan sekarang."

Perkataan Sigewinne membuat Wriothesley melihat teko teh yang sama seperti kemarin di hadapannya. Teko itu sudah diisi oleh teh baru yang masih hangat dan mengepulkan uap beraroma manis.

Sigewinne melanjutkan, "Kau juga harus makan roti. Lanjutkan hidup, mencari harapan baru, rencanakan masa depan, dan lakukan apa yang belum kau lakukan selama ini begitu kau bebas nanti."

Wriothesley merasa perawat di hadapannya sangat tidak masuk akal. Anak-anak memang selalu memiliki harapan hidup yang luar biasa. Ia tidak pernah terbiasa dengan pola pikir mereka.

Pada akhirnya, ia mengabaikan perawat di sampingnya. Ia tidak peduli dengan apapun yang Sigewinne katakan dan lakukan pada tubuhnya, ia juga tidak peduli dengan dirinya sendiri.

Setelah semua luka diobati, Sigewinne pamit undur diri. Wriothesley sekilas mendengar soal teh dan roti untuk kesekian kalinya namun ia tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya berbaring.

Cruel World with You in It [Wriolette]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang