13. Percakapan Antar Saudara

19 5 0
                                    

Pertanyaan Kak Satya tadi membuatku masih terjaga meski sedang nggak melakukan apapun selain memandangi langit-langit kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pertanyaan Kak Satya tadi membuatku masih terjaga meski sedang nggak melakukan apapun selain memandangi langit-langit kamar. Aku memang sudah memberi Kak Satya jawaban tanpa ragu. Aku siap lanjut berhubungan dengan Kak Satya, serta menghadapi konsekuensi atas hubungan tersebut ke depannya.

Keputusan ini mungkin langsung tercetus begitu saja tanpa berpikir lebih lama. Tapi aku tahu aku nggak akan menyesali keputusanku. Aku jauh lebih nggak sanggup kembali ke kehidupan tanpa Kak Satya, daripada takut menghadapi orang-orang tatkala mereka mengetahui hubungan ini.

Jadi aku tanpa ragu memilih untuk lanjut. Cinta itu memang menakjubkan namun juga mengerikan karena dapat mengubah seseorang dalam sekejap. Gak bisa kubayangkan kalau harus kembali menjalani kehidupan sebelum mengenal Kak Satya.

Lalu kenapa sekarang aku malah nggak bisa tidur?

Aku memikirkan Kak Satya.

Pengakuan Kak Satya tentang sudah lama mengagumiku itu membuatku sangat terharu meski aku nggak menunjukkan itu ke Kak Satya. Siapa nggak terharu jika ternyata ada seseorang ternyata memperhatikan hingga mengagumi seperti itu? Apalagi saat membaca bagaimana Kak Satya jadi sedih karena melihatku seakan lupa memperhatikan diri sendiri. Kukira nggak akan ada orang sadar tentang hal itu.

"Kak Sena, belum tidur juga?"

Aku nggak nyangka ternyata Sabrina masih belum tidur juga. Gadis manis itu sedikit mendongak untuk mengintip dari ranjang bawah ke tempatku.

"Belum. Aku nggak bisa tidur, Sab." sahutku seraya bergeser mengubah posisi jadi menyamping agar dapat bertatapan langsung dengan Sabrina selaku lawan bicaraku saat ini.

Sabrina jadi ikut mengubah posisinya. Dari semula setengah berbaring dengan menumpukan kepala di tangan, kini jadi duduk manis di atas ranjangnya.

"Gak bisa tidur karena Om Satya?"

Pertanyaan Sabrina seketika membuatku tertawa geli nggak menyangka gadis manis di depanku ini akan berkata seperti itu.

Karena Sabrina sudah menyerangku begitu, maka sekarang aku nggak akan malu-malu lagi mengakuinya. "Iya nih, Sab. Terlalu jauh dari calon suami ternyata berat juga. Kangen banget."

"Calon suami apanya. Kalian kan masih pacar doang." dengus Sabrina jengkel, membuatku justru semakin tergelak.

"Jujur aku masih kepo soal Kakak dan Om Satya itu. Kok bisa Kakak sama Om Satya? Yakin udah move on dari Adam? Usia Kakak dan Om Satya jauh banget loh? Kak Anna tahu nggak kalau Kakak naksir sama Om Satya?" cecar Sabrina tanpa memberi jeda.

"Satu-persatu dong Sabrina. Kamu tuh bukan rapper, plis." ujarku setelahnya, sedikit kelimpungan namun tetap nggak bisa berhenti tertawa geli.

Sabrina mendengus mendengar responku. "Aku tuh belum mau ditinggal Kakak nikah."

"Kan nggak mungkin aku secepat itu nikah, Sabrina. Aku kan juga harus kuliah dulu, Kak Satya juga tahu kok." jawabku mencoba menenangkan Sabrina.

"Om Satya tuh udah masuk usia harus secepatnya nikah. Gak mungkin Om Satya lama-lama nunggu Kakak, kan!" cicit Sabrina setengah menjerit.

BitterSweet [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang