02. Tentang Aku, Senayla Hazel

47 12 1
                                    

"Anaknya Pak Malik cantik loh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anaknya Pak Malik cantik loh. Yang namanya Sabrina itu... sipit, manis mirip orang China. Masih muda udah nunjukin banyak berbakat."

Gak terhitung berapa kali aku mendengar orang-orang mengatakan hal sejenis itu. Entah itu rekan kerja Papa, teman Mama, sanak keluarga, atau bahkan tambatan hatiku. Mata mereka selalu berkilauan. Nggak luput disertai ungkapan kekaguman tatkala membicarakan tentang Sabrina.

Sabrina Amanda.

Dari nama saja sudah terdengar cantik banget, bukan?

Ya, aku juga setuju. Sabrina memang cantik banget. Dia gadis periang dengan senyuman paling manis yang pernah kujumpai. Walau seringkali bikin khawatir, mendelik jengkel, hingga nggak bisa berkata-kata karena terlalu ceroboh, tapi keluguan tingkah Sabrina selalu bisa membuat orang terhibur sekaligus ingin menjaga Sabrina.

Sabrina juga berprestasi dalam bidang akademis. Selalu bisa melakukan apa saja, serta memiliki ketekunan bercampur ambisi dalam meraih sesuatu. Kalau aku mengatakan Sabrina sempurna, aku yakin banget, orang-orang akan langsung bersorak setuju. Gak mengejutkan orang mana aja bisa berakhir jatuh cinta dengan sosok Sabrina Amanda.

Sementara itu aku sendiri, Senayla Hazel, berbeda banget dengan Sabrina. Aku tumbuh menjadi gadis biasa tanpa dianugerahi daya tarik sepertinya. Bila dapat dibandingkan, mungkin sudah tampak jelas banget bagai langit dan bumi.

Aku nggak secantik Sabrina. Mataku nggak sipit, malah bulat bagai mata kucing ketika sedang melas minta makan. Bibirku nggak tipis manis. Tubuhku bahkan terlalu besar untuk gadis sepantaranku. Belum lagi wajahku terkesan dewasa banget. 18 tahun sudah 170 sentimeter? Ha! Dilihat secara fisik saja sudah jelas Senayla nggak akan bisa menandingi Sabrina.

Kepribadianku juga nggak cerah seperti Sabrina. Aku lebih suka mengamati daripada menghidupkan suasana, cenderung seperti langit ketika gelap sebelum hujan. Pendiam tanpa bisa menatap lawan bicara. Selalu terlalu mencemaskan sesuatu tatkala ingin membuka obrolan dengan seseorang hingga kemudian malah berakhir nggak mengatakan apapun.

Sama sekali nggak menarik.

Dalam tingkatan akademis, aku sesungguhnya nggak sebodoh itu. Kali ini aku bisa sedikit membanggakan diri. Tapi itu nggak berguna karena aku terlanjur mengecewakan orang-orang dengan keputusanku. Aku merengek ingin kembali ke Jayapura setelah dipondokkan selama beberapa bulan di Jogja akibat nggak kuat menghadapi gangguan beberapa anak

Keputusan itu berakhir membuatku dianggap sebagai anak sulung manja hingga sekarang. Mereka memang nggak mengatakan itu secara terang-terangan. Tapi mata mereka sungguh nggak bisa berbohong tatkala mencoba mengajakku bicara tentang hal tersebut.

Karena itu aku seringkali dibandingkan dengan Sabrina dalam segala aspek. Entah itu secara terang-terangan atau secara nggak sengaja dengan menanyakan tentang Sabrina tanpa henti kepadaku. Semula terasa biasa saja karena aku juga mengagumi Sabrina.

Namun seiring waktu berjalan aku mulai jenuh dengan semua itu. Apa aku memang sepayah itu sampai mereka menaruh atensi kepada Sabrina saja? Aku cemburu.

Kekagumanku serta rasa sayangku kepada Sabrina tentu saja nggak akan berubah. Namun aku nggak bisa berbohong dengan mengatakan aku baik-baik saja.

Papa dan Mama itu orangtua terbaik. Tapi karena aku memiliki saudara berjumlah melebihi satu tangan dengan jarak terlampau dekat, maka atensi mereka lebih sering nggak tertuju kepadaku. Suka nggak suka harus aku maklumi meski tugas sebagai anak sulung itu sungguh berat.

Hingga kemudian aku temukan jalan pintas untuk melepaskan segenap kejenuhanku.

Ialah berekspresi melalui Facebook.

Ialah berekspresi melalui Facebook

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BitterSweet [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang