Satya Wardhana
"Saya jatuh cinta sama kamu, Senayla."
— just nowSatya Wardhana
"Saya tahu saya lancang dan aneh banget. Kamu nggak harus ngasih jawaban atas perasaan saya sekarang. Saya cuma mau kamu tahu, kalau saya sayang sama kamu, Senayla. Jadi kamu jangan ngerasa kalau keresahan saya itu karena terganggu sama kamu, justru sebaliknya."
— just nowDua puluh menit telah berlalu dan nggak tahu sudah berapa kali aku membaca pesan Om Satya sambil tetap berusaha menghabiskan mie goreng buatanku meski rasa laparku kini sudah hilang entah ke mana.
Jujur, aku gelisah banget. Listrik masih padam sehingga membuatku nggak bisa membalas pesan Om Satya akibat nggak ada jaringan tersedia.
Bunga-bunga asmara memang sudah bermekaran dalam diriku begitu membaca pesan Om Satya. Ungkapan cinta itu sungguh bagai sebuah keajaiban dalam hidupku. Aku nggak nyangka Om Satya juga merasakan hal yang sama sepertiku.
Tapi aku sekarang jadi gelisah karena nggak bisa membalas pesan tersebut. Om Satya pasti cemas menunggu. Aku nggak mau kalau Om Satya sampai berpikir aku mengabaikan atau bahkan menolak ungkapan perasaannya karena pergi tanpa membalas sepatah kata pun.
Ya ampun, kapan listrik menyala kembali?
Daripada duduk diam menunggu listrik menyala tanpa berbuat apapun, aku bangkit dari kursi meja makan dan mengambil mangkuk bekas makanku untuk dicuci. Kebetulan, karena di dapur juga ada lampu emergency, jadi nggak gelap gulita.
Sambil berkutat mencuci di wastafel, aku mulai tenggelam memikirkan berbagai hal dalam benakku. Mengapa Om Satya bisa jatuh cinta denganku? Aku senang banget, tapi di sisi lain, aku juga bingung.
Apa lebihnya aku sampai Om Satya jatuh cinta denganku?
Saat aku sedang sibuk memikirkan itu, listrik tiba-tiba menyala kembali. Seketika senyum menghiasi wajahku. Buru-buru kuletakkan teflon beserta mangkuk dan sepasang sumpit ke rak untuk mengeringkan alat makan. Selepas mengeringkan tangan sekaligus mematikan lampu dapur, barulah kusambar ponsel di atas meja makan dan bergegas kembali ke kamar.
Di sana langsung kutempati kursi meja komputer. Tapi tentu saja aku masih harus menunggu sedikit lagi, karena sinyal belum sepenuhnya kembali.
Sekitar dua menit kemudian, barulah sinyal kembali stabil dengan jaringan seluler sudah bisa digunakan. Begitu aku buka Facebook, tepat seperti dugaanku, Om Satya mengirimiku beberapa pesan selama aku nggak aktif.
Satya Wardhana
"Kamu marah dengan saya?"
— 16 minutes agoSatya Wardhana
"Sekali lagi saya minta maaf ya, Senayla."
— 16 minutes agoGak mau menunggu lebih lama, langsung saja aku mengetik balasan untuk Om Satya. Tanda hijau terlihat masih menghiasi sisi nama akun Satya Wardhana, artinya, Om Satya masih aktif. Apa ia sedang menunggu balasanku?
Tapi bisa-bisanya Om Satya berpikir aku akan marah karena dia mengungkapkan perasaan seperti itu disaat setiap dia muncul saja aku langsung bertingkah seperti gadis kasmaran yang selalu sedang bercakap-cakap dengan pujaan hatinya? Yah, walau sekarang sudah bukan seperti gadis kasmaran lagi, melainkan memang menjadi gadis kasmaran itu, sih.
Senayla Hazel
"Bukan gitu Om, astagfirullaah.
Tadi mati lampu di siniiiii."
— just nowPesan itu langsung dibaca oleh Om Satya. Tapi setelah itu, aku tiba-tiba menjadi bingung harus mengatakan apa untuk memberi jawaban atas perasaan Om Satya. Yang tadinya jantungku bergemuruh karena gelisah takut Om Satya salah paham, sekarang berganti menjadi berdegup karena mengingat kembali bagaimana Om Satya menyatakan perasaannya.
Tentu saja aku sudah tahu jawabanku. Om Satya sudah membuatku jatuh cinta seperti ini, lalu bagaimana bisa aku menolak perasaannya? Tapi aku bingung bagaimana harus mengatakan itu, aku juga masih ingin tahu, mengapa Om Satya sampai bisa jatuh cinta padaku.
Senayla Hazel
"Makasih banget udah jatuh cinta dan sayang sama Senayla, Om."
— just nowSesaat sebelum kembali mengetik pesan selanjutnya, aku menarik nafas panjang terlebih dahulu. Gugup bercampur bahagia membuatku nggak bisa berpikir dengan baik.
Senayla Hazel
"Sena sebenernya juga jatuh cinta sama Om Satya. Tapi Sena sekarang masih nggak tahu harus ngutarain gimana. Degdegan banget, nggak kuat ya Allaah."
— just nowSatya Wardhana
"Hahahaha. Kamu lucu banget. Coba aja deket, udah saya cubit."
— just nowSenayla Hazel
"Ya Allaah, bakalan sakit kalau dicubit Om 😤"
— just nowSatya Wardhana
"Cubit gemes dong ish. Tau nggak? Saya juga degdegan banget ngomong begini ke kamu. Perasaan saya campur aduk. Mana kamu nggak bales, malah cuma read doang."
— just nowSenayla Hazel
"Hehehe. Ini tuh masih kayak nggak nyata buat saya, Om. Saya berasa kayak lagi mimpi aja."
— just nowSatya Wardhana
"Gak apa, bilang secara perlahan aja gimana ungkapan perasaan kamu untuk saya. Saya dengerin dengan senang hati."
— just nowSenayla Hazel
"Om itu selalu muncul waktu saya lagi ngerasa sendirian. Selalu bisa bikin saya ngerasa lebih baik cuma dengan kehadiran Om bersama saya."
— just nowSenayla Hazel
"Saya seneng banget Om Satya memiliki rasa seperti itu terhadap saya. Saya seneng cinta saya nggak bertepuk sebelah tangan. Tapi saya juga cemas, Om."
— just nowSenayla Hazel
"Om sudah tahu gimana sosok saya sebenernya, kan? Saya nggak cerewet, ngebosenin, nggak sempurna. Jadi saya cemas, cemas banget. Kenapa Om bisa jatuh cinta dengan saya?"
— just nowTanpa sadar airmata sudah membasahi wajahku. Kini meski menangis, tetapi aku menjadi sedikit lega setelah mengatakan semua itu ke Om Satya. Ia harus tahu betapa menyedihkan seorang Senayla Hazel sebelum melangkah lebih jauh.
Satya Wardhana
"Iya, saya udah tahu kamu itu gimana aslinya. Dan justru karena itu, bagi saya, kamu sempurna."
— just now
KAMU SEDANG MEMBACA
BitterSweet [On Going]
RomanceHal paling baik yang pernah terjadi dalam hidup Senayla Hazel adalah menjalin kasih dengan Satya Wardhana, teman kantor Papanya. Diantara sekian juta pria di dunia, Satya satu-satunya pria sempurna bagi Senayla. Tak hanya membuatnya merasa lebih ber...