Kantin masih lenggang, jam istirahat kurang sepuluh menit lagi, tapi gerombolan kelas dua belas jurusan TKJ-2 sudah menyebar menempati meja-meja paling sudut dekat pintu keluar Kantin. Jaga-jaga kalau kantin membludak kami langsung bisa keluar tanpa drama desak-desakan.
Apalagi kami masih perlu waktu untuk ganti kaos pra siaga dengan seragam.
Setelah jam PJOK berakhir, hampir gak pernah kami bergegas ganti seragam atau balik kelas lebih dulu, tujuan pertama selalu kantin. Kami seperti mendapat privilege saat mendapati kantin sepi.
"Lah wong hasilnya gak sesuai harapan, makin nyesek aku," gerutuan gadis Sunda pertama kali terdengar saat mendekati meja yang kami jadikan tempat janji berkumpul.
Mita yang duduk disampingku mendongak, lalu melirik bertanya tanpa suara, namun aku hanya mengedikan bahu.
"Sekarang masih nyesek?" tanggap Risma yang sudah lebih dulu duduk.
Eva nampak menghela napas berat. Mengambil duduk dihadapanku. "Masih. Terasa clekit-clikit, tapi Gusti moal sare (Tuhan gak tidur), tau sama perasaanku."
Aku tersenyum samar mendengar gerutuan Eva. Meski baru beberapa hari sekelas bareng, gak asing mendengar dia menggunakan bahasa Sunda. Bahkan, sedikit demi sedikit membuat aku langsung paham maksudnya.
"Kalian ngomongin apa, sih?" tanyaku pada akhirnya.
"Kamu gak buka grup, Sas?" Dengan ogah-ogahan Eva menyendok nasi kuning pesanannya sesudah bertanya.
"Gak sempet," elakku, grup yang dimaksud pasti grup yang beranggotakan kami bertujuh. Karena pagi tadi notifikasi obrolannya sudah sampai duaratus lebih pesan yang belum aku baca.
"Kalian emang bahas apa, seh, di grup? Sampek ratusan chatnya," tanya Mita ikut penasaran.
Aku dan Mita itu seperti pinang dibela dua, jarang menampakkan diri kepermukaan grup kalau gak di japri terlebih dahulu. Lebih-lebih lagi, tahu chat tertumpuk sudah sampai ratusan makin malas buat bukanya.
"Kalian ndak ikut juga kemarin jadi spionase dadakan? Di grup bahas Floritta sama Jiro," ujar Risma sibuk mengaduk somay di piringnya.
Gerakan tanganku yang akan menyendok terhenti. Aku menatap Eva yang menelungkupkan setengah badannya diatas meja. "Kok bisa bahas Jiro sama Floritta?"
"Plot twist diatas plot twist yang nganter Floritta bukan Kaivan tapi Jiro. Itu sebabnya nih anak galau merana," ujar Risma seraya menunjuk Eva.
Jadi alasan Jiro bawa kunci motor Kaivan kemarin karena ngantar Floritta? Tapi kenapa yang ngantar Jiro? Kaivan juga masih ada disekolah.
"Gong banget," ledek Mita yang di sambut Risma dengan anggukan.
"Aku, tuh, sakit hati banget tau, gak," gumam Eva dengan posisi yang gak berubah.
Wajar, sih, Eva kesal. Dihari pertama masuk kelas duabelas, Della tiba-tiba menyebar gosip yang naasnya sebuah fakta. Fakta yang membuat kami semua terkejut ketika tahu Eva menyukai Jiro. Terlebih tahu cowok yang disukai berboncengan dengan cewek lain, makin sedap rasa sakitnya.
"Tapi kok bisa?" Mita tertarik mengulik. Sangat gak biasa. Aku memang belum cerita pada Mita jika kemarin bertemu dengan Kaivan dan Jiro selepas dia pulang.
Eva menegakkan tubuh, mengangkat kedua bahunya. "Mana aku tau, aku liat sama mata kepalaku sendiri aja juga gak percaya." Jari tangannya menunjuk matanya sendiri.
"Paling-paling ... Gak dapet Kaivan, ganti nyerobot Jiro tuh anak," celetuk Mita tanpa beban. "Secara Jiro juga ganteng."
Eva seketika melotot tajam. Aku dan Risma langsung tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Replika Hati (On Going)
Подростковая литератураDIBACA BUKAN DIPLAGIAT‼️ A Teenlit Story! ------ "Jangan ngejudge orang lain seenaknya, jangan sok tahu kalau isinya nonsense, paling gak jangan katakan apapun kalau kamu gak mengenalku dengan baik. Save your breath!"-Kaivan Dhanurendra- . "Aku suka...