11. SACHI : SERENDIPITY

7 2 0
                                    

Kebetulan atau Takdir?

Aku pernah membaca sebuah kalimat di timeline X yang saat itu lewat beranda 'kebetulan adalah takdir, sedangkan takdir bukanlah kebetulan' semacam serendipity, sebuah keberuntungan yang aku dapatkan padahal sebelumnya aku gak pernah membayangkan sama sekali.

Lalu, bagaimana ketika aku menjadi satu kelompok dengan Kaivan? Mengerjakan group projects bersama sampai selesai? Apa ini juga bisa disebut sebagai takdir? Petaka? Atau hanya kebetulan semata?

Hmmm ...

Boleh, kan, aku menganggapnya takdir saja? Untuk saat ini biarlah aku sedikit menyenangkan asumsi yang merasuki pikiran bahwa aku memang di takdirkan satu kelompok dengan Kaivan.

Ternyata benar, disaat kita mati-matian berusaha menghindar dari sesuatu yang kemungkinan membuat terluka semesta malah bekerja lebih keras untuk mendekatkan kita dengan sesuatu tersebut.

Semua terjadi lantaran semesta ingin menguji manusia agar lebih tahan banting supaya pantas menjadi pemenang dalam mengendalikan logika.

Informasi yang dikabarkan Della lima hari yang lalu sudah di konfirmasi Pak Edi, beliau membenarkan adanya group project bersama kelas lain. Dan tepatnya hari ini setelah bel pulang dipencet dua puluh lima menit yang lalu, disaat TKJ-1 dan TKJ-3 sudah mengantongi anggota kelompok dan tugasnya bahkan mungkin sudah berunding tentang tatalaksananya, kami TKJ-2 baru menuju mading mencari nama masing-masing.

Empat lembar kertas HVS berisi nama kelompok serta tugas sudah tertempel rapi di mading khusus jurusan duabelas TKJ. Dari sembilan puluh siswa yang ada, Pak Edi membentuk menjadi delapan belas kelompok, setiap kelompoknya terdiri dari lima orang. Dan aku berada di kelompok delapan, bersama dua anak dari TKJ-1 dan dua anak dari TKJ-3.

Untuk kedua kalinya aku memusatkan penglihatan pada kertas putih yang ditempel dengan push pin itu. Memastikan kebenaran dari apa yang aku lihat. Tubuhku seperti kesemutan saat kolom yang terisi ketikan nama itu tidak berubah meski aku sudah mengucek mata.

Menghalau debaran yang menerjang, aku berbisik mengaduh pada Mita. "Ta, ini kebetulan, petaka, apa takdir?"

Mita yang sedari tadi sibuk mencari namanya di kertas lain, menoleh. Alisnya saling bertaut.

Aku yang tahu kebingungannya, langsung menunjuk kertas nol dua yang ada namaku.

Raut kaget terlihat jelas dari wajah Mita.

Spontan dia langsung menyeret tanganku, keluar dari kerumunan kearah tangga tua yang jarang digunakan karena harus memutar lebih jauh jika ingin melewatinya. Saat sudah jauh dari keramaian, Mita baru membuka suara.

"Kamu sekelompok sama Si Stagnan?"

Senyumku mengembang dengan anggukan. "Ini aku harus seneng apa sedih, sih?"

"Harus senenglah, secara kamu punya kesempatan buat berinteraksi langsung sama doi."

Mungkin kalau tugas ini dibentuk sebulan yang lalu, sebelum aku tahu hubungan Kaivan dan Floritta, aku pasti sudah jingkrak-jingkrak saking senangnya. Tapi setelah tahu hubungan keduanya, ada sesuatu entah apa yang menahanku untuk merasa bahagia.

"Senengku juga gak ada faedahnya, aku udah niat uncrush ini. Eh, kamu ada yang barengan satu kelas gak?"

"Ada, bareng si bucin," jawab Mita terkesan malas.

Aku terkikik mengetahui Mita satu kelompok dengan Nathan. "Pasti bakal direpotin terus kamu sama Naura."

"Lah maka dari itu, Ndul. Aku males banget satu kelompok sama Nathan. Selain dia bucinnya overdosis, anaknya comber banget," keluh Mita.

Replika Hati (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang