12. SACHI : TERJEBAK

6 2 0
                                    

Ada satu teori yang sebenarnya gak cukup masuk diakal jika dijabarkan secara logika. Kalian tahu, kan, sebuah logika akan kalah saat orang sudah jatuh cinta. Hal-hal yang konkrit akan tergerus menjadi abstrak. Apalagi saat kamu punya kesempatan berada satu radar dengan crushmu, tingkahmu aku jamin gak akan terselamatkan dari kebego'an.

Jaga image? Gak akan berhasil meski sudah kamu usahakan semaksimal mungkin. Kenapa aku berpendapat seperti itu? Karena aku sendiri mengalaminya. Aku benar-benar mati kutu kayak orang bego' yang kena sikep.

Pikiran dan hatiku bukannya senang, kini malah ketar-ketir di tinggal berdua dengan Kaivan. Sejak limabelas menit yang lalu setelah aku menghubungi Kak Zayyan minta jemput, sampai sekarang kami masih berdiri di tempat parkir tanpa saling bertukar suara.

Gila. Lima belas menit kami hanya berdiri tanpa pergerakan yang berarti. Kayak upacara gak tuh? Mending upacara didepan masih ada petugas dan pesertanya, lah ini. Berdua!

Jangan tanya kenapa aku bisa berakhir dengan Kaivan seperti ini, tentu saja kami habis membahas kerja kelompok dari Pak Edy. Jangan salah paham, aku gak membahasnya berdua dengan Kaivan, tadi ada Crish, Gita, dan Evan anggota kelompokku juga, cuma mereka sudah pulang duluan gara-gara mendung bergelayut manja diatas kepala kami saat ini, mungkin gak ada sepuluh menit hujan akan menyirami tanah, terbukti dari hembusan angin mulai berhembus kencang.

Nah, apa aku bilang, malah gak ada sepuluh menit prediksiku sudah menjadi kenyataan. Ckk!

Sebelum guyuran air hujan menjatuhkan diri dengan lebatnya, alih-alih capcus pulang, Kaivan malah mengajak berteduh di koridor depan ruang administrasi yang bersebelahan dengan tempat parkir. Harusnya dia tadi langsung pamit pulang, mending aku sendirian menunggu kak Zayyan dibanding berdua dengan Kaivan sampai menciptakan moment awkward seperti ini.

Tetesan suara air berjatuhan dari langit diiringi bunyi guntur menggelegar menjadi pengisi ruang kosong diantara kami. Dinginnya hembusan angin dan air hujan semakin membuat aku menggigil menahan gejolak dalam hati.

Meski di koridor seberang tepat depan Aula banyak anak aud dan utas yang tadi mengikuti ekstrakurikuler juga berteduh, namun suaranya sama sekali gak terdengar dari tempatku berdiri karena teredam hujan. Hanya terlihat pergerakan samar mereka yang tertembus celah hujan.

Getaran dari ponsel yang aku pegang membuat aku langsung mengecek, aku mendengus membaca pesan dari Kak Zayyan yang mengabarkan akan telat menjemput karena tidak mungkin menerjang hujan angin.

Kaivan yang sejak tadi berdiri tanpa suara di sampingku, mendadak melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya seraya menghembuskan nafas berat.

Aku hanya meliriknya sekilas tanpa berani mengeluarkan suara. Hawa sudah dingin, ditambah aura Kaivan yang beku, Semekia gak berubah jadi kota Yakutsk aja sudah syukur.

"Bawa motor?"

Aku memejam, menajamkan pendengaran. Iya aku dengar dia barusan ngomong, tapi aku ingin memastikan dia ngomong sama aku apa gak, soalnya dia juga pakai earphone di telinga, siapa tahu dia telponan sama Floritta.

Sepertinya aku sering salah paham dengan perasaanku sendiri, berawal dari rasa kagum sesaat, aku memutar perasaanku menjadi cinta.

Harusnya aku membangun firewall paling canggih biar hatiku gak pernah disusupi hacker macam Kaivan begini, naasnya sudah tahu sikap karakter Kaivan aku gak kunjung jemu mengikat rasa pada sosoknya. Bagaimana bisa aku jatuh cinta sama sosok yang cuek dan gak ada ramahnya seperti ini.

Aroma petrichor bercampur musk dan citrus yang segar membelai indera penciumanku. Aroma ini pasti aroma sosok yang berdiri gak jauh disamping kananku. Aku ingin menikmati harumnya sebentar meski tanpa bisa memeluk sosoknya.

Replika Hati (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang