9. SACHI : GEMPAR

8 3 0
                                    

Cerahnya langit biru hari ini nampaknya dalam sekejap bisa berubah menjadi awan kelabu mengikuti gejolak emosi yang aku rasakan, dadaku berdentum hebat saat melihat Kaivan dan Floritta berangkat bersama, berboncengan melewati halaman sekolah menuju tempat parkir.

Aku terpaku mendapat pemandangan yang di suguhkan didepan mata. Bukan terbius romansa yang dibuat keduanya tapi ada sekelumit rasa yang menyentil hatiku, begitu nyeri dan berdenyut perih melihat mereka akhirnya menunjukkan kebersamaan didepan umum. Apakah itu artinya layar mereka sudah official?

Jadi mereka sudah menjadi kekasih ya?

Dapat aku lihat atensi ingin tahu para siswi yang ada di halaman sekolah dan di lorong, baik yang baru datang maupun yang sejak tadi sudah didalam kelas kembali keluar untuk memastikan kebenaran perahu Si Stagnan dan Si Primadona Multimedia telah berlayar.

Keadaan semakin riuh, semua mata tertuju pada langkah yang ditempuh keduanya dari tempat parkir sampai menghilang ketika keduanya menaiki tangga. Semua rasa penasaran yang selama ini jadi pertanyaan tentang siapa yang dapat meluluhkan hati Si Stagnan yang terkenal susah untuk didekati akhirnya terjawab.

Sedari awal aku sudah mempersiapkan hati seandainya cintaku bertepuk sebelah tangan, hingga aku menganggap resistan terhadap rasa kecewa itu, tapi nyatanya tetap saja aku gk bisa mentolerir rasa sakit dan kecewa yang aku rasakan ketika melihat kebersamaan mereka secara langsung.

Pandanganku beralih kearah lain, menghilangkan jejak-jejak dari pasangan yang telah resmi mengudara, aku tersenyum getir meratapi perasaanku sendiri. Apa sekarang saatnya aku mundur secara perlahan, menerima konsekuensi akibat mencintai dalam diam?

Lagi-lagi aku menghembuskan nafas kencang berharap pengap yang melingkupi dada sedikit mereda. Berbesar hati dan menerima itulah yang seharusnya aku lakukan.

Belum selesai meredakan panas di dada, suara umpatan keras terdengar dari arah belakang, membuat aku dan siswa-siswi yang masih mondar-mandir di halaman membelokkan atensi pada sumber suara.

"ED*NNN!!! DANC*K!!"

"SACHI!!"

Tepat saat namaku disebut, aku menoleh seraya menarik nafas dalam-dalam, mempersiapkan mental untuk menghadapi tingkah ajaibnya Della.

Della mengacungkan ponsel heboh. Padahal dia belum turun dari motor, bisa-bisanya anak itu.

"Stop!! Stop!! Stop!!" Della langsung meloncat turun dari motor setelah Naura menghentikan motornya. "Wes, aku turun sini ae, kamu parkiro duluan." Perintahnya pada Naura saat sudah disampingku.

"Kok penak, Mbok Deh?" dengus Naura merasa dicurangi.

"Wes tah gak opo (Sudah gak apa-apa), c*k!! Penting ini ... aku mau ngasih kabar Sachi!!" ujarnya penuh perintah, sedangkan yang di suruh tetap pergi melajukan motor menuju parkiran dengan wajah memberengut.

Untuk keduakalinya aku menghembuskan nafas berat. Ini anak kalau ngomong terlalu loss dol, hampir tiga tahun sekelas bareng Della, aku gak kunjung terbiasa mendengar umpatan yang sejenis.

"Kamu kalau ngomong gak usah pakai ngumpat gak bisa ya, Del?" tanyaku gemas, ingin menyentil setiap mendengar umpatan yang keluar dari bibirnya.

"Wed*s, as*, jangkrik*k—"

Tanganku refleks menutup mulut Della. "Dibilangin jangan ngumpat malah ngabsen seisi kebun binatang!"

"Yehhh, mana ada kambing, anjing sama jangkrik di kebun binatang," sanggahnya cekikikan sambil melepas bekapan di mulutnya.

Replika Hati (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang