Bab 16. Akar Masalah

72 6 0
                                    

.
.
.

Ruang meeting yang kini hanya ditempati oleh dua orang itu tampak begitu hening. Atmosfer ruangan terasa begitu tegang. Raka duduk di ujung sementara Jihan ada di samping kirinya. Tidak ada yang bersuara, masing-masing memasang wajah serius. Bagaimana tidak, Pak Hendra baru saja meninggalkan ruangan. 

Ya, pertemuan dadakan yang dilakukan setelah ada komplain dan tuntutan dari salah satu klien mereka.

"Jihan, ini anak yang bersangkutan nggak disuruh dateng ke kantor aja?" tanya Raka memecah keheningan.

"Udah gue hubungi dari tadi tapi nggak direspon. Lo coba hubungi juga deh, apa harus banget kita yang nyamperin? Dia yang menyebabkan masalah dan harusnya dia bertanggung jawab untuk itu."

Raka meghela pelan, mengurut pangkal hidungnya. DIa tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Apalagi kali ini sampai Pak Hendra sendiri menegurnya dan Jihan cukup keras.

"Ini pada kemana, sih? Nggak ada satu pun yang berniat meluruskan permasalahan apa gimana?" rutuk Jihan membanting ponselnya di atas meja. Sejak tadi dia berusaha menghubungi Tristan, namun anak itu menolak panggilannya.

"Ka, memangnya saat ini kita bersalah banget, ya? Maksud gue, selama ini nggak ada masalah kayak gini. Kita megambil keputusan yang salah, gitu? Pak Hendra juga nggak pernah ada masalah dengan itu sebelumnya, kita bahkan udah kasih laporan setelah penerimaan anak paruh waktu."

Raka melepas kacamatanya, lalu menatap Jihan dengan wajah tenangnya meski sorot lelah terpancar dari matanya.

"Ini salah gue, Jihan. Sebelumnya lo udah ingetin gue untuk nggak menerima anak kuliah jadi freelancer di sini. Gue nggak mendengarkan omongan lo waktu itu."

"Bukan salah lo, Ka. Jangan menyalahkan diri lo karena hal ini. Iya, gue emang nggak setuju dengan pilihan lo waktu itu, tetapi apa kita punya pilihan? Kita butuh orang secepatnya, dan mereka bertiga adalah pelamar tercepat."

Raka tersenyum lelah, dia tidak pernah salah mengambil keputusan, semua hal selalu dipikirkannya dengan hati-hati dan cermat. Bahkan saat merekrut anak-anak paruh waktu kemarin, dia sudah memikirkan akan bagaimana nantinya.

"Kayaknya emang kita sedang nggak beruntung, Han. Kebetulan aja anak paruh waktu yang kita rekrut bukan orang sembarangan. Bahkan gue nggak bisa menemukan fakta lain mengenai latar belakangnya."

Jihan menepuk lengan Raka, memahami keadaan Raka. Kemudian Jihan kembali sibuk dengan ponselnya, berusaha menghubungi Saga dan Tristan yang menjadi masalah mereka saat ini.

Jadi, beberapa jam sebelumnya, Raka dan Jihan yang sedang sibuk seperti biasanya tiba-tiba mendapat panggilan dari Pak Hendra yang memberitahukan bahwa ada klien yang melaporkan tentang pelanggaran privasi terhadap data mereka dan mengatakan bahwa data mereka yang harusnya ada di Serenity justru dimiliki oleh anak pemilik perusahaan.

Belum sampai satu jam mereka mendapatkan laporan, klien itu kembali menghubungi dan menuduh Serenity melakukan pelanggaran terhadap aturan penerimaan karyawan dengan mempekerjakan mahasiswa.

Tentu saja hal lebih mengejutkan karena mahasiswa yang dimaksud adalah anak dari si pemilik perusahaan yang ternyata adalah Tristan.

Sadar ini hanya sebuah kesalahpahaman yang sebenarnya bisa dijelaskan dengan baik, Raka berusaha menjelaskan situasinya pada klien tetapi mereka tidak menanggapi. Jadi Jihan memutuskan untuk memanggil Tristan ke Serenity, namun pemuda itu juga tidak menanggapi. Sehingga Jihan akhirnya menghubungi mahasiswa lain yang bekerja dengan mereka yaitu Saga. Dia ingin Saga membantu mereka untuk memperjelas situasi.

"Coba lo hubungi lagi, siapa tahu mereka udah bisa kasih respon. Mungkin ada jadwal kelas," usul Raka.

Tentu saja kesalahpahaman ini tidak akan selesai jika mereka belum bertemu Tristan sebagai sumber dan saksi tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Jihan masih tidak bisa menghubungi Tristan, namun saat mencoba menghubungi Saga, akhirnya pemuda itu menjawab panggilannya.

'Halo, Mbak—'

"Lo niat datang ke sini apa nggak? Jangan buang waktu gue kalo emang lo nggak bisa."

Itulah yang diucapkannya saat Saga menjawab panggilannya.

'Maaf, Mbak. Saya masih ada beberapa hal penting. Saya akan segera datang.'

Setelah sambungan itu berakhir, Jihan menyandarkan tubuhnya. Entah kenapa, segala sesuatu tentang Saga membuatnya kesal.

***

"

"Lo disuruh dateng ke Serenity?"

"Iya, tadi Mbak Jihan bilang suruh dateng. Gue rasa, lo harusnya ikut."

Tristan merasa ragu, dia takut jika harus berhadapan dengan Mas Raka dan Mbak Jihan.

"Gue takut dan nggak enak."

"Ada gue, tenang aja."

Mempertimbangkan sejenak, akhirnya Tristan mengangguk.

"Oke, gue ikut sama lo."

Saga tersenyum lebar, dia senang pada keputusan temannya itu.

.
.
.

Bersambung.

.
Riexx1323.

My Strict Senior ✅ END (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang