Manusia tidak pernah tahu kemana takdir akan membawa langkahnya.
Mereka hanya berencana, tanpa tahu seperti apa akhirnya.
.
.
.Menghirup udara yang bercampur polusi di kota sibuk seperti ini, membuat Saga mengernyitkan dahinya kesal. Untung saja kendaraan umum yang dinaikinya sekarang tidak terlalu penuh sesak. Setidaknya itu tidak akan membuat kemejanya tampak lecek dan penuh keringat.
Pria muda itu tampak cukup menarik perhatian, meski hanya memakai kemeja putih yang dimasukkan rapi dalam celana bahan warna hitam, ditambah hidungnya yang mancung juga mata yang sipit namun membuatnya nampak mengagumkan. Untung saja kebanyakan penumpang adalah ibu-ibu, yang sekali pun menatapnya terpesona tidak mungkin akan flirty padanya, 'kan?
Hari ini Saga ada jadwal wawancara kerja di sebuah kantor. Saga sebenarnya belum lulus dari kuliah, dia mahasiswa yang baru masuki awal semester 3. Sehingga belum merasakan betapa 'sibuknya mengerjakan tugas neraka' seperti yang di bicarakan banyak orang. Keadaan keluarganya saat ini membuatnya harus bisa mencari tambahan uang di sela-sela jadwal kuliahnya.
Untung saja pekerjaan yang akan dilakukannya ini tidak menuntutnya untuk terus berada kantor alias kerja paruh waktu yang bisa dikerjakan dari luar kantor. Kemarin, Saga sedang mencari-cari lowongan pekerjaan dari sosial media yang postingannya cukup banyak dan menjanjikan. Lalu dia menemukan kantor yang cukup dekat dengan daerah kosnya ini sedang membutuhkan karyawan paruh waktu. Raga sebenarmya tidak berharap terlalu besar, atau yakin dia akan lolos. Tetapi ternyata dia dipanggil untuk wawancara.
Saga berdiri di depan sebuah bangunan tiga lantai yang tampak biasa, namun penuh kesibukan jika dilihat dari area parkir yang penuh dengan motor dan mobil. Menghela napasnya pendek untuk memantapkan hati, Saga memasuki gedung dengan nama "Serenity' itu.
"Permisi, apakah bisa bertemu dengan Bapak Raka? Saya ada janji temu dengan beliau," tanya Saga pada resepsionis yang menyapa begitu dia masuk tadi.
"Janji atas nama siapa ya, Mas?"
"Arung Sagara Senja."
"Baiklah, mohon ditunggu akan saya sampaikan."
Saga duduk di salah satu kursi tunggu sementara 'mbak-mbak' resepsionis itu menelepon bagian lain untuk memberitahukan kedatangannya. Lantai satu cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang ada di sana, menunggu juga sepertinya. Ruangan ini juga lebih kecil dibandingkan penampakannya dari luar yang terlihat besar.
Setelah menunggu beberapa saat, Saga dipanggil kembali lalu diantarkan ke lantai dua untuk menemui orang yang bernama Raka. Kemudian setelah dipersilakan duduk, Saga menunggu lagi karena yang ditemui masih belum berada di ruangannya.
Sibuk ya - batin Saga.
Tak lama suara pintu dibuka membuatnya menoleh, seorang pria muda sepertinya tak lebih tua darinya mungkin terpaut 3 atau 4 tahun darinya.
"Selamat siang, maaf ya lama menunggu," sapa pria itu yang kemudian mengambil duduk di belakang meja kerjanya.
"Saya Raka, kamu yang bernama Arung Sagara Senja?" tanyanya lalu mengulurkan tangan yang langsung di balas jabat oleh Saga.
"Iya, saya Saga, Pak."
"Jangan 'Pak', panggil saja saya Mas Raka."
"Oh, iya, Mas Raka," balas Saka canggung.
"Oke, saya akan mulai jelaskan. Kami bekerja di bidang kreatif dan periklanan. Lalu seperti yang kamu tahu, kami melakukan rekruitmen karyawan untuk berada di bagian desain."
Saga hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan dari Raka.
"Karena sulitnya mendapatkan karyawan dalam waktu cepat, maka kami putuskan untuk menggunakan jasa desainer freelance seperti kamu. Meski hanya sebentar, saya akan tetap mengajukan kontrak, karena ada hal-hal yang harus di taati dan disepakati selama kamu bergabung dengan tim kami. Lebih pada kerahasiaan tugas, dokumen, dan data yang akan kamu kerjakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Strict Senior ✅ END (TERBIT)
RomanceSaga seorang mahasiswa, bekerja freelance untuk membantu ekonomi keluarganya, bertemu dengan Jihany Saraswitha. Wanita super duper galak itu adalah seniornya yang membuat Saga bekerja dengan tekanan berat. Saga merasa kesulitan, namun dia berniat...