.
.
.Berulang kali hembusan napas panjang terdengar pelan dari sosok Saga yang kini duduk di ruang tamu kos Jihan.
Bilangnya sih kos, tapi bagi Saga ini lebih mirip seperti rumah mini yang memang cocok untuk ditinggali satu orang. Sangat berbeda dengan kosnya yang hanya petak ruangan ukuran 4x4 meter yang di dalamnya sudah termasuk kamar mandi.
Sebenarnya yang membuatnya paling bingung dan heran adalah dirinya sendiri yang entah kenapa setuju untuk mengikuti tawaran Jihan. Logikanya sedang menimbang apakah sikapnya ini benar atau salah. Terlebih orang itu adalah Mbak Jihan, bukan teman kampusnya, tetapi sosok senior yang ditakutinya.
Ngomong-ngomong, setelah mengajak Saga masuk ke ruangannya di lantai 2, Jihan sendiri sibuk di dapur mininya. Memasak sarapan untuk mereka berdua. Jihan juga meminjamkan laptopnya pada Saga, agar pemuda itu bisa memenuhi tugasnya pada Raka.
"Gue udah selesai masaknya, sini sarapan."
Suara Jihan yang sebenarnya biasa saja itu berhasil mengagetkan Saga, pandangannya beralih pada sosok Jihan yang kini sesang memindahkan masakannya di meja makan.
"Iya, Mbak."
Ragu, Saga menatap bergantian antara laptop dan meja makan.
"Tinggalin dulu, Raka nggak akan marah kalaupun lo telat ngirim. Nggak kayak gue."
Saga membuka mulutnya untuk menyanggah, sungguh sepertinya Mbak Jihan adalah pendendam mengingat seniornya itu tidak lupa dengan kata-katanya beberapa waktu lalu.
Akhirnya, Saga beranjak dari duduknya menghampiri Jihan yang sudah menunggunya.
"Udah selesai?" tanya Jihan ssaat Saga duduk di hadapannya.
"Kurang dikit, Mbak."
Jihan mempersilahkan Saga untuk mengambil makanannya lebih dulu.
"Maaf ya, Mbak. Saya justru ngrepotin Mbak Jihan kayak gini."
"Anggap ini rasa terima kasih serta balasan dari gue, karena lo udah anterin gue di tengah hujan."
Saga melirik Jihan sekilas, seulas senyum tipis tersemat di bibirnya. "Iya, Mbak. Sama-sama."
Menit-menit selanjutnya, hanya diisi oleh suara denting peralatan makan tanpa sepatah kata apa pun dari keduanya.
"Biar saya yang beresin aja, Mbak," tawar Saga setelah mereka selesai makan. Lebih baik dia mencuci piring kotor sebagai balasan sarapan dari Jihan.
"Nggak usah, nanti gue cuci aja."
"Nggak apa-apa, Mbak."
Jihan hanya diam saat Saga kemudian berdiri memunggunginya, mencuci piring dan bekas masak yang tadi ditinggalkannya.
Jihan sendiri tak habis pikir kenapa dia akhirnya justru membawa Saga ke kosnya dan menawarkan sarapan. Biasanya dia tidak akan peduli pada hal-hal semacam itu dengan orang lain. Apa karena ada sedikit rasa bersalah yang masih tersisa atas kejadian tempo hari?
Entahlah, Jihan tidak tahu dan tidak mau berpikir jauh. Dia lalu beranjak ke ruang tamu, melihat hasil pekerjaan Saga.
Lumayan.
Saga memang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Dia banyak menuangkan ide kreatif dan menarik pada setiap pekerjaannya. Memperhatikan detail kecil, bahkan menyelaraskan warna, font, juga kalimat di dalamnya. Itu cukup membuat Jihan terkesan. Tak banyak anak muda yang sedetail itu dalam mengerjakan tugas, apalagi mereka hanya paruh waktu. Biasanya hanya asal-asalan kerja, cari aman tanpa kesalahan dan kurang maksimal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Strict Senior ✅ END (TERBIT)
RomanceSaga seorang mahasiswa, bekerja freelance untuk membantu ekonomi keluarganya, bertemu dengan Jihany Saraswitha. Wanita super duper galak itu adalah seniornya yang membuat Saga bekerja dengan tekanan berat. Saga merasa kesulitan, namun dia berniat...