Bab 23. The Bad Guy

60 5 1
                                    

.
.
.

Saga mengecek ulang pekerjaannya, memastikan tidak ada yang salah atau kurang dari detail yang diminta.

Dia sedang ada di kampus, sedang menunggu kelasnya yang dimulai 1 jam lagi. Hari ini dia hanya punya kelas pagi sehingga siang nanti dia punya banyak waktu.

Proyek yang dikerjakannya diberikan oleh Jihan kemarin sore, lalu semalam dia sudah mengerjakannya sebagian setelah mengerjakan tugas kuliahnya. Meski sebenarnya mengantuk, tetapi Saga lebih suka memaksa dirinya untuk terus sibuk.

Diregangkannya kedua tangan, mengusir rasa pegal dan kaku yang dirasakannya.

Sebenarnya dia lapar, tetapi dia tidak mau pergi makan sendirian. Aksel masih pergi bersama Shella entah kemana, jadi dia harus bersabar sampai sahabatnya itu kembali.

Ponselnya bergetar, menandakan pesan masuk dari Tristan.

'Ga, sibuk nggak? Mau futsal bareng nggak, nanti sorean.'

Saga tersenyum kecil membaca pesan dari Tristan, kemudian jarinya sibuk mengetik balasan.

"Gue free sih siang sampe sore. Cuma ada kelas pagi. Lo nggak kelas?"

'Hari ini gue nggak ada kelas, sih. Makanya bosen trus ngajakin lo futsal. Nanti ajak Aksel juga ya, biar rame. Kalo ada temen lain ajak aja sekalian.'

"Oke, nanti gue bilangin Aksel deh."

'Sip, gue tunggu jam 3 di tempat futsal deket GreenMall.'

"Oke, nanti gue kabarin lagi."

Saga tersenyum, merasa senang karena dia sekarang jadi lebih sering bertemu Tristan. Teman barunya itu sering mengajaknya dan Aksel pergi atau Tristan sendiri yang mengunjungi kosan mereka.

Kemudian ponselnya bergetar kembali, kali ini pesan dari seseorang yang juga sering menghubunginya, meski karena pekerjaan.

'Lo udah kerjain yang kemarin sore, belum?'

"Sudah, Mbak. Tapi belum selesai, nanti siang akan segera saya selesaikan setelah pulang kampus."

'Oh, oke. Gue cuma mau bilang kalo ada tambahan detail yang diminta klien. Datanya udah gue kirim ke surel. Jangan lupa di cek.'

"Oh, iya, Mbak. Saya cek dulu."

'Oke.'

Ada sedikit hal yang berubah dari Mbak Jihan, masih dingin dan ketus sikapnya, namun sudah tak sering marah-marah seperti dulu.

Saga suka perubahan ini, tetapi dia lebih suka Mbak Jihan versi mengamuk. Rasa ketakutan dan berdebar yang dirasakannya lebih berkesan. Aneh memang, Saga merasakan itu pada dirinya sendiri.

Dilanjutkannya pekerjaannya setelah membuka surel dari Mbak Jihan. Menyesuaikan kembali desainnya dengan detail baru dari klien.

Terkadang memang menyebalkan rasanya, saat pekerjaannya sudah selesai, namun klien meminta perubahan nyaris total. Yang artinya sama seperti kerja dua kali alias mengulang. Dan itu membuang waktu.

Namun, betapa menyebalkannya itu, desainer tetap harus mengerjakannya sesuai keinginan klien dengan profesional. Meski dalam hati merutuk sepanjang hari.

Dalam industri kreatif seperti ini, memang tidak bisa dipungkiri bahwa ide menarik manusia memang tak terbatas. Selalu punya hal-hal baru untuk diekspresikan, namun sayangnya kebanyakan dari mereka tidak paham bahwa tidak semuanya harus ditunjukkan sebagai yang utama.

Harus ada pertimbangan yang dipikirkan, dan ada sesuatu yang dikesampingkan.

***

My Strict Senior ✅ END (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang